Sudah hampir satu jam Lias hanya berdiam diri dan duduk di kamarnya. Pikirannya kembali seperti memutar reka adegan sembilan belas tahun yang lalu.
Ia menghela napas dan mulai berbicara sendiri.
"Apa mungkin mereka orang yang sama? Hei, tidak mungkin. Bahkan nama mereka saja berbeda. Tapi kenapa dari cerita Juna yang kudengar ìtu mirip dengan ceritaku sembilan belas tahun yang lalu? Apa aku perlu bertanya padanya secara langsung? Tapi mana mungkin Zayyan akan percaya begitu saja padaku? Bahkan dia telah jatuh hati pada Gita, orang yang salah."
Deg.
Lias baru saja menyadari satu hal.
"Tunggu...apa aku baru saja menyebutkan bahwa Zayyan menyukai orang yang salah? Bukankah jika begitu, maka sebenarnya orang yang disukai Zayyan adalah-""Lias? Kau di rumah?" tanya seorang pria paruh baya dengan membuka pintu kamarnya.
"A-ayah?" kagetnya. Ia tak menyangka jika Ayahnya akan masuk ke kamarnya begitu saja tanpa mengetuk pintunya.
Arwan memperhatikan raut anaknya yang terlihat tidak seperti biasanya.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau begitu terkejut?"Lias yang salah tingkah langsung beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Ayahnya yang masih di ambang pintu dengan tatapan keheranan ke arahnya.
"Ah tidak apa, hanya terkejut karena Ayah pulang begitu cepat."
Mereka mengobrol sambil duduk di sofa ruang tengah. Arwan tersenyum tipis memandang wajah anaknya. Kemudian ia mengusap pelan rambut Lias.
"Lias, Ayah ingin bertanya padamu." ucapnya dengan menurunkan tangannya dari kepala anaknya.
Lias hanya mengangguk dan menunggu perkataan selanjutnya dari sang Ayah.
"Jika Ayah melakukan suatu kesalahan yang besar, apakah kau mau memaafkan Ayah?"
Lias mengernyitkan dahi. Ini adalah kali pertamanya mendengar Ayahnya mengutarakan hal yang tak pernah didengarnya. Biasanya Arwan akan langsung bertanya atau mengatakan sesuatu tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.
"Kesalahan besar? Seperti?"
Arwan masih terdiam. Sebenarnya ia sudah tahu jika Lias akan bertanya seperti ini dan ia juga sudah menyiapkan jawaban seperti apa yang akan diucapkan, namun entah mengapa bibirnya terasa kaku saat akan mengatakannya.
Pria berumur 50 tahun-an itu memandang Lias dengan lekat.
"Suatu saat kau akan tahu. Apa kau masih bisa menerima dan memaafkan Ayah?"Lias tersenyum, ia berusaha meyakinkan ayahnya untuk bicara, meskipun ia sendiri tak tahu maksud dari ucapan Arwan.
"Ayah..seburuk-buruknya, sejahat-jahatnya, bahkan kesalahan besar yang ayah buat, Ayah tetap akan menjadi Ayah terbaik bagiku. Ayah akan tetap menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi Lias. Ayah akan tetap menjadi pahlawan di hidup Lias. Ayah tahu kenapa?"
Arwan sedikit terenyuh mendengar perkataan Lias. "Hm?" tanyanya.
"Karena Ayah adalah satu-satunya orang berharga di hidup Lias, terlepas dari teman-teman Lias, hanya Ayah satu-satunya keluarga yang Lias miliki. Setelah kepergian Ibu, hanya Ayah yang mengurus Lias. Jadi sebesar apapun kesalahan Ayah, Lias akan berusaha memaafkannya."
"Terima kasih nak." ucapnya dengan memeluk Lias.
Ayah dan anak itu terhanyut dalam perasaan mereka. Seperti dua orang yang lama tak bertemu, mereka berpelukan begitu erat.
Di luar sikapnya yang tak berperasaan ketika melakukan eksperimen, namun sesungguhnya Arwan adalah sosok Ayah yang sangat Lias sayangi. Entah bagaimana jadinya nanti jika anak satu-satunya itu mengetahui seluruh perbuatannya di masa lalu dan sekarang. Yang pasti suatu saat Arwan harus memberi tahu dan menjelaskannya pada Lias.

KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK CODE
Mystery / ThrillerKasus pembunuhan satu keluarga menuntun tiga orang detektif yang bekerja sama dengan dua dokter forensik untuk menyelidiki suatu kasus besar yang melibatkan perdagangan manusia hingga serangkaian kasus lainnya. Di samping itu, sebuah project besar b...