PART 39

1.9K 208 6
                                    

Nero keluar dari ruangan setelah memeriksa Lias. Dapat dilihatnya Zayyan yang duduk di ruang tunggu ditemani oleh Flado. Anak itu cukup terkejut oleh apa yang juga tadi dilihatnya di TKP. Namun karena Nero menyuruhnya ikut dengannya untuk menemani Zayyan, Flado hanya menurut. Kilas balik masa lalu yang dilalui Zayyan dan Lias dapat dilihatnya melalui kemampuan psikometri yang ia miliki.

"Dokter Lias akan baik-baik saja." ucap Flado dengan menepuk pelan punggung Zayyan. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya pada saat seperti ini, namun setidaknya ia berusaha menguatkan seorang detektif di sampingnya itu.

Zayyan masih menunduk dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Perasaannya begitu khawatir, pikirannya juga kacau. Jika saja bukan karena ucapan Lias, ia sudah membunuh Oscar maupun Abraham. Ia tak peduli jika Oscar adalah adiknya sendiri, baginya Oscar telah berubah menjadi seorang monster mengerikan dengan segala kejahatannya.

Nero menghampiri anak tirinya dan menyentuh bahunya. Zayyan mendongak dan seketika berdiri. Raut sendu masih terlihat di wajah Zayyan.

"Bagaimana keadaan Lias? Apa dia baik-baik saja? Apakah luka tembak itu-"

"Lias baik-baik saja. Luka tembak di punggung kanan atasnya tidak terlalu serius. Untung saja peluru itu sedikit meleset dan tidak mengenai organ dalamnya. Dia tidak sadarkan karena syok yang begitu hebat. Itu pasti karena kematian ayahnya, di tambah peluru yang terkena punggungnya."

Zayyan menghela napas mendengar penjelasan Nero. Setidaknya Lias baik-baik saja, itu sudah cukup baginya.

"Kau bisa temui dia sekarang. Jangan khawatir Zay, kondisinya akan segera membaik." ucap Nero dengan tersenyum.

Zayyan menganggukan kepalanya dan pergi menuju ruangan Lias.

Lias terbaring lemah dengan raut begitu pucat. Namun, melihat hal itu, Zayyan menjadi tak tega. Bagaimanapun juga Lias berusaha melindunginya dari tembakan Abraham.

Zayyan mendudukan dirinya dikursi, di samping ranjang Lias. Ia menggenggam tangan wanita itu. Ia menundukkan kepala.

"Lias, kuharap kau segera sadar. Melihatmu seperti ini membuatku semakin merasa bersalah karena tak bisa melindungimu. Bahkan aku malu atas perbuatan adikku yang telah membunuh ayahmu. Aku sangat me-"

"Me? Kau akan mengatakan apa? Kenapa aku menunduk seperti itu?" tanya Lias tiba-tiba. Entah sejak kapan wanita itu tersadar.

Zayyan mendongak, menatap Lias yang juga sedang menatapnya. Kemudian ia berdehem pelan, suasana sedikit canggung jika Zayyan meneruskan kalimatnya.

"Aku...me..menyayangimu."

Lias tersenyum tipis mendengar pengakuan Zayyan. Ia berusaha mengatakan sesuatu meski suaranya terdengar lirih.

"Zay.."

"Jangan bicara dulu. Kau masih lemah."

Lias menatap Zayyan dengan sendu, pria itu begitu kacau. Darah kering pada pelipisnya menunjukkan jika Zayyan tak mempedulikan dirinya sendiri.

"Kau baik-baik saja? Kenapa rautmu begitu sedih?"

"Menurutmu kenapa? Ini semua karena kau yang berlari ke arahku dan akhirnya tertembak. Kenapa kau begitu keras kepala? Bukankah sudah ku bilang untuk tak melakukan apapun? Kenapa kau-"

"Zay...yang ku pikirkan saat itu adalah dirimu. Selama kau baik-baik saja, aku terluka pun tidak apa." potong Lias. Ia menyentuh pipi Zayyan untuk menghapus air mata yang mulai menetes.

"Aku tahu tapi apa kau tak melihatku dengan jelas? Lihat, aku menggunakan rompi anti peluru. Tertembak pun bukan masalah bagiku." ucap Zayyan dengan menepuk pelan dadanya sendiri.

BLACK CODETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang