'Kepergian dari seseorang yang begitu dekat denganmu pasti akan meninggalkan luka mendalam. Luka yang akan membekas dan tak tahu kapan akan sembuh.'
*****
Zayyan memijit pelipisnya, ia merasa pening mulai menyerang kepalanya. Tak hanya Zayyan tapi seluruh anggota detektif yang kini sedang berduka karena kematian Juna yang misterius. Kematian Juna bagaikan menggores luka pada tiap-tiap hati anggota Tim Dua Unit Penyelidikan Khusus. Sebuah kejadian tak terduga sedang mereka hadapi saat ini.
Klik
Tedy mengganti slide gambar pada layar proyektor. Dalam ruangan persegi, Tim Dua Unit Penyelikan Khusus sedang membahas kasus kematian Juna."Kalian bisa lihat luka pada tubuh Juna. Ia mendapat luka tusuk yang terbilang banyak pada perut kanannya, beberapa memar pada wajah, luka gores di tangannya, dan..." Tedy menggantung ucapannya, ia menghela napas.
"Luka tembak tepat pada kepalanya." lanjutnya."Juna dibunuh." ucap Zayyan dengan yakin. Matanya mengarah fokus pada layar proyektor. Dalam hati ia sangat menahan emosi. Kematian rekannya sungguh kejadian di luar batas ketika menyelidiki suatu kasus.
"Bagaimana bisa kau begitu yakin? Bukankah kita menemukan pistolnya berada pada tangannya? Apa ini tidak bunuh di-"
"TIDAK! Juna tidak akan pernah bunuh diri! Jaga ucapanmu itu." marah Agam pada Rama yang duduk di depannya. Mereka hanya terhalang sebuah meja.
Fredi beranjak dari duduknya, ia berjalan mendekati layar proyektor. Ia menunjuk luka pada dahi Juna.
"Coba kalian perhatikan luka tembakan pada kepala Juna. Apa kau yakin jika seseorang bunuh diri ia akan menembakkannya pada dahi tengahnya? Bukankah jika bunuh diri seharusnya ia menembakannya pada kepala sampingnya?! Kau mengerti?!" jelas Fredi dengan mempraktekkan gerakan menembak pada dahinya sendiri dengan jari telunjuk dan jempolnya.
"Lagipula tak ada alasan bagi Juna untuk bunuh diri, jadi kau kesampingkan kemungkinan gila itu." lanjutnya.
"Terlebih tak ada pisau di TKP, jadi aku yakin pisau itu dibawa oleh si pembunuh." tambah Agam.
Zayyan membenarkan posisi duduknya, ia beralih menatap Fredi. Sorot matanya penuh kecurigaan pada ketua timnya sendiri.
"Letnan, ada yang ingin kutanyakan padamu. Bagaimana bisa kau tahu mengenai Black Boss? Bukankah aku, Agam, dan Juna hanya memberi tahumu tentang perdagangan organ manusia di situs segreto?"
Fredi menelan ludahnya sendiri, entah mengapa pertanyaan Zayyan membuatnya gugup tiba-tiba. Ia ingin mengakatan sesuatu namun dengan cepat mengurungkannya kembali. Keraguan tampak dari wajahnya. Membahas Black Boss bagaikan membuka luka lama baginya.
'Baiklah, kurasa sekarang sudah saatnya anggota timku mengetahui ini semua.' batinnya.
Agam menoleh dan menatap sinis kearah ketua timnya sendiri.
"Sebenarnya aku tak ingin berkata seperti ini, tapi apakah kebetulan kau kenal Black Boss? Atau jangan-jangan kau sendiri adalah Black Boss? Kenapa Letnan begitu mencurigakan-"
"Agam jaga bicaramu pada ketua tim!" bentak Tedy tak terima mendengar ucapan Agam, ia siap melangkah maju untuk melayangkan sebuah pukulan pada Agam, namun Fredi dengan cepat menahannya. Bagi Tedy, sikap Agam sudah keterlaluan semenjak menarik kerah sang ketua tim.
"Akan kuceritakan hal yang tak pernah kalian tahu. Sebuah kisah di mana sebelum kalian masuk di tim ini. Dengarkan perkataanku baik-baik. Saat ini, apa yang kukatakan adalah kebenaran. Kalian harus mempercayainya." ujar Fredi dengan menekanan tiap kata yang ia lontarkan. Rautnya begitu serius dengan tubuh yang condong ke depan dan kedua tangan bertumpu pada meja. Ia menatap keempat anggota timnya secara bergantian, ia siap menceritakan kisahnya tiga tahun yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK CODE
Mystery / ThrillerKasus pembunuhan satu keluarga menuntun tiga orang detektif yang bekerja sama dengan dua dokter forensik untuk menyelidiki suatu kasus besar yang melibatkan perdagangan manusia hingga serangkaian kasus lainnya. Di samping itu, sebuah project besar b...