Part 24

810 140 28
                                    

Ponsel yang diletakkan di meja bergetar. Tadinya dia hendak mengabaikan karena tidak enak dengan seseorang yang bersamanya. Tapi karena dirasa telepon itu penting dan perasaannya sedikit tidak enak, maka dia meminta izin untuk menerima panggilan itu.

Jimin—pemuda itu menggeser ikon telepon, "Yeoboseoyo."

Yang meneleponnya tak lain adalah kekasihnya, Lee Jieun, Jimin merasa tidak enak karena berpikir untuk malas mengangkat.

'Selamat Sore, kami dari kepolisian Yongsan ingin mengabarkan bahwa pemilik nomor ini mengalami kecelakaan, sekarang sudah dilarikan ke rumah sakit Bundang Jesaeng, kami turut berduka untuk kejadian ini.'

Jimin tidak tahu. Yang jelas pikirannya sudah berlarian entah kemana. Sekarang dia seperti orang linglung setelah sambungan telepon itu terputus.

"Hyung." Jungkook mencoba menyadarkan Jimin karena sunbae-nya melamun sehabis menerima telepon, "kau baik-baik saja Hyung?"

Tetapi agaknya lelaki di dekat Jungkook tidak memiliki kesadarannya. Bahkan Jungkook melihat genangan air tertampung di mata yang nyaris tidak berkedip selama sepuluh detik.

"Hyung?" Jungkook makin bingung.

Sementara Jimin, merasakan dadanya terhimpit, tulang rusuk itu seperti menusuk tepat ke jantungnya. Dia merasakan kebas.

"Ada apa?" Lagi, Jungkook mencoba meraih kesadaran Jimin yang tadi bahkan hampir jatuh dari kursi.

"Jungkook, aku harus pergi."

Kemudian tanpa meminta persetujuan, laki-laki itu segera berlari. Bergerak sembarang dengan kecepatan, menabrak orang-orang yang memprotesnya karena lelaki itu tidak melihat apa pun ketika berlari.

Jimin tidak peduli fokusnya hanya satu. Jieun. Dia tidak tahu bagaimana nasib malaikatnya sekarang. Kecelakaan? Jimin tidak bisa memikirkan yang baik-baik tentang yang terjadi. Dia tidak bisa tenang. Meski dadanya begitu panas karena dipaksa berlari begitu cepat.

Jimin menghentikan sebuah taksi lalu masuk dengan terburu, mengomando sang supir agar segera menjalankan kendaraan itu ke tempat tujuannya dengan cepat tanpa banyak bertanya.

Sakit. Dada Jimin terasa sesak. Dia batuk hebat, nafasnya memburu.

"Anda tidak apa-apa Tuan?" Sang Supir menanyakan keadaan Jimin karena merasa batuk Jimin tak kunjung berhenti.

Jimin hanya melambaikan tangan, menyuruh pria itu mengabaikan dirinya. Meski sebenarnya Jimin sudah tidak kuat.

Mobil itu berhenti tepat di depan rumah sakit. Jimin berburu membayar tanpa memedulikan uangnya yang berlebih. Dia harus menemui Jieun.

"Yang mana ruangan pasien kecelakaan yang baru masuk bernama Jieun." Jimin mengatakan dengan nada menyentak. Dia bahkan tidak memedulikan tatapan kesal orang-orang lantaran dia menyerobot tempat. Jimin tidak peduli meski para admin itu sepertinya kesal dengan dirinya.

"Pasien Lee Jieun, berada di ruangan Deiji nomor 1 ada di lantai 4." Tanpa berterima kasih Jimin langsung berlari lagi. Pandangannya mengedar mencari lift terdekat. Dia tidak kuat jika harus memakai tangga, batuknya tidak berhenti omong-omong.

Pintu besi itu terbuka, Jimin berburu masuk dan lagi-lagi dia mengabaikan protes karena Jimin jelas mengganggu mereka dengan menerobos masuk antrian.

Lift bergerak dari bangunan lantai satu menuju lantai dua. Kalau begini rasanya Jimin tidak sabar. Seperti semuanya bergerak sangat pelan dan dia benci saat seperti ini.

Tring!

Lagi, Jimin mendahului orang yang ingin keluar. Hari ini dia sudah membuat jengkel orang banyak. Sebuah rekor untuk Park Jimin.

My Ghost Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang