Epilog

785 90 33
                                    

Apa yang telinganya dengar pertama kali ketika mengangkat panggilan masuk ke teleponnya adalah suara tangisan. Tiba-tiba hatinya dilanda kebingungan. Jimin tidak bisa untuk tidak khawatir karena yang menangis adalah Jieun—kekasihnya.

"Jieun ada apa?" tanyanya dengan tenang agar perempuan di sana tidak merasa tertekan.

"Jimin— Jungkook."

Rasanya hati Jimin mencelos mendengar nama lain disebut Jieun, apalagi orang itu adalah orang yang sama yang membuat ia merasa cemburu. Tidak bisa untuk tidak mengakui bahwa dirinya takut jika Jieun berpaling, nyatanya Jungkook memang membuat dia tak percaya diri, sebab siapa yang tak akan suka dengan anak menggemaskan dan tampan itu. Jimin keberatan, karena kenapa dari semua orang—Jieun harus dekat dengan anak yang sudah dia anggap seperti adik sendiri.

Namun ia tidak bisa membuat kecemburuan membutakannya, apalagi Jieun belum mengatakan apa pun selain nama, dia perlu tahu apa yang membuat kekasihnya menangis. Apa Jungkook melakukan sesuatu padanya?

"Kenapa?"

"Jungkook, darah, Jimin, takut, aku~"

Jimin mencoba berpikir meski ia merasa bingung dengan kalimat yang Jieun katakan. Jungkook, darah, apa maksudnya?

Kemudian matanya melebar, mungkinkah perkiraannya benar?

"Jieun, sekarang kau di mana?"

"Jimin, aku takut." Jieun kembali merintih dan Jimin rasanya hampir gila. Dia panik tapi mati-matian menutupi itu dari Jieun. "Jieun aku tidak mengerti, tolong beritahu aku—kau sedang di mana."

"Jimin—"

"Ssssh, tenang, aku di sini, aku akan segera datang, tolong bernafas untukku oke?"

Jieun mengangguk, dia mengambil nafas dalam, dan kemudian menghembuskannya. Jimin mendengar itu lalu tersenyum lega.

"Tunggu aku, beritahu keberadaanmu, lalu kujemput, bisa menungguku sayang?"

Perempuan itu mengangguk, meski tentu saja Jimin tak dapat melihatnya. Kemudian pesan singkat yang memberitahu keberadaan Jieun masuk ke ponsel, dengan itu Jimin segera keluar dari kediamannya, lalu masuk ke dalam mobilnya, ini sudah malam, ia tidak tahu kenapa Jieun berada di luaran selarut ini. Pikiran Jimin begitu kacau, ia sangat khawatir pada keadaan Jieun, jadi dia berkendara sedikit cepat, meski ia tahu bahwa ini berisiko jika polisi lalu lintas mengangkapnya, dan menemukan ia berkendara di atas rata-rata, maka itu akan jadi masalah untuknya.

Persetan, ia harus menemukan Jieun dan mendapatkan kekasihnya segera.

Jimin tiba di lokasi yang Jieun tunjukkan—ada beberapa orang berkerumun di sana, ia bingung, dadanya berdebar kencang. Pikirannya sibuk bertanya apa yang terjadi, apakah Jieun baik-baik saja.

Ia mendengar suara tangisan lalu dengan pelan memanggil nama kekasihnya. "Jieun."

Seseorang mendongak, kepalanya menoleh ke sana kemari dan kemudian kala mata bertemu dengan netra seseorang yang dikenal—Jieun dengan tergopoh berusaha berdiri, lantas menerjang tubuh Jimin, menangis ketakutan dalam dekap tubuh pria itu. Jimin tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia lihat Jungkook bersimpuh darah. Bibirnya kelu untuk sekedar bertanya apa yang terjadi pada Jieun, kekasihnya menangis hebat saat ini.

Jimin balas memeluk, menenangkan kekasihnya tanpa mengatakan apa pun. Ini bukan waktu untuk perasaan cemburunya mengambil alih kewarasan Jimin dan bertanya apa yang kekasihnya lakukan dengan Jungkook dan apa yang membuat pria itu seperti sekarang.

Jimin melihat bagaimana petugas medis memasang alat-alat di tubuh Jungkook, seperti alat bantu bernafas, infus dan juga alat kantong darah. Jungkook sudah tidak sadarkan diri ketika orang-orang itu mengangkatnya dan memindahkan ke dalam ambulan.

My Ghost Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang