Waktu tanpa terasa berlalu dengan cepat hari di mana UN di laksanakan telah terlewati, hari ini adalah hari terakhir UN dilaksanakan, semua orang yang keluar dari ruangan menampakkan senyum bahagianya, termasuk aku, dengan hati dan semua perasaan senang yang ku miliki aku keluar dari ruangan UN, kami anak kelas 12 menyambut hari ini dengan rasa suka dan duka.
Suka karena akhirnya bisa terlepas dari hari-hari memusingkan dan duka untuk sebuah perpisahan yang kini telah berdiri menyambut kita semua tepat di depan mata, pena kehidupan terlalu cepat berlalu, hingga aku lupa untuk menikmatinya lebih lama.
Hafizah keluar dari ruangan UN dengan senyuman kecilnya, kita memang tidak seruangan, aku melangkah kearahnya untuk kemudian memeluknya, ia adalah sahabat terbaikku dan selamanya akan menjadi sahabat terbaikku.
“Selamat ya akhirnya kita bisa nyelesain UN ini dengan lancar.” Entah karena terlalu terharu atau apa, namun Hafizah menangis, terisak di sana, ia memelukku erat sekali, seluruh tubuhnya bergetar.
“Makasih udah jadi sahabat baik aku yang selalu ada di setiap senang dan sedih.” Ujarnya setelah merasa sedikit agak tenang.
“Kamu ngebuat aku sedih tahu!” Kita berdua sama-sama tertawa, sama-sama menutupi rasa kehilangan dan kesedihan yang sangat kentara. Kami berdua bergabung dengan teman-teman seangkatan, kami melakukan foto bersama, kami tersenyum dan tertawa bersama, seolah hatinya baik-baik saja.
Namun ketahuilah, sebatu-batunya hati seseorang pasti ada setitik hati untuk merasa, tidak akan semua rasanya mati.
“Kamu jadi kuliah ke Arab Saudi kan?” Aku bertanya, sejak pertama kali bertemu dengannya, tepatnya kelas 10, ia sangat ingin berkuliah di sana. Namun, ketika hari ini aku menanyakan mengenai mimpinya, ia malah mengeleng pelan, tersenyum.
“Allah belum mengizinkan aku kesana.” Ada sebuah luka dari pancaran matanya yang berusaha ia kubur dalam-dalam.
“Aku yakin kamu pasti bisa mewujudkan semua mimpi-mimpi kamu.”
“Aamiin."
***
Café dekat sekolah adalah salah satu tempat favoritku untuk nongkrong, jika biasanya aku duduk di sini bersama dengan Hafizah atau kedua Abangku, namun hari ini aku duduk di sini sendirian. Pertama, karena Bang Gafar dan Bang Jafar tengah melaksanakan kuliah di Malaysia dan kedua, karena Hafizah menolak tawaranku untuk datang kesini.
Aku tidak bisa menutupi perasaanku sendiri jika akhir-akhir Hafizah terlihat berubah, ia tak lagi terlihat seceria sebagaimana pertama kali bertemu denganku, ia tak lagi menjadi seorang pemimpin di kelas yang bisa mengatur anak-anak kelas dengan baik, ia berubah menjadi seseorang yang pendiam. Bahkan beberapa kali, aku menangkapnya tengah termenung, ia melamun sangat lama, asyik dengan pikirannya tidak fokus dengan pelajaran yang di terangkan Guru.
Sebenarnya aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi kepadanya, namun sepertinya ia lebih nyaman menyimpan rahasia itu diam-diam, tanpa di ketahuilahku, tanpa ada campur tangan orang lain dan pada akhirnya yang bisa aku lakukan adalah mempercayakan kepadanya bahwa ia mampu menyelesaikannya dan semuanya akan baik-baik saja, berjalan normal seperti biasanya.
“Assalamualaikum Zafira, Loh kita ketemu lagi?” Aku menoleh kearah suara itu, tiba-tiba jantungku berdetak dua kali lipat, tiba-tiba sebuah sirine berbahaya secara otomatis menyala dalam tubuhku.
Mungkin kamu akan berpikir bahwa ini berlebihan, namun aku rasa aku harus segera pergi dari sini. Ketahuilah kehadiran Pak Hanif di sini membuatku merasa tidak nyaman dan takut.
“Walaikumsalam.”
“Kamu di sini sama siapa?” Mendengar pertanyaannya yang seakan terkesan ingin duduk di meja yang sama denganku, aku segera berdiri dan memasukan dompetku kedalam tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...