"Zafira." Pak Hanif memanggilku, ia baru saja keluar dari ruangan Abi, panggilannya itu membuatku urung untuk segera memasuki ruangan Abi.
"Abi kamu udah melewati masa kritisnya." Ujar Pak Hanif yang membuat kalimat syukur keluar dari bibirku. "Kata Dokter sebentar lagi Abi kamu bakal sadar, kita hanya perlu menunggunya."
Aku menganggukkan kepala. "Alhamdulilah, makasih ya udah jenguk Abi, aku mau liat keadaan Abi dulu-"
"Zafira tolong tetap di sini. Ada yang ingin saya sampaikan pada kamu."
Aku tidak menyiyakan tidak juga menolak, aku tetap diam dalam dudukku, hingga Pak Hanif duduk di sampingku.
"Apa kamu sudah yakin dengan keputusan kamu?" Tanyanya, entah kenapa mendengar ucapannya itu membuatku merasakan sesak.
"Pak Hanif, aku nggak pernah main-main dalam hal yang sangat penting."
"Saya akan mengatakan hal ini kepada Abi kamu setelah beliau sadar, tapi saya minta kamu memikirkan ini baik-baik, selalu libatkan Allah dalam setiap keputusan. Zafira, jangan membiarkan pikiran-pikiran buruk menguasaimu, Zafira ingatlah bahwa setan selalu ingin merusak rencana-rencana baik, Zafira saya minta maaf jika gara-gara saya kecelakaan ini terjadi."
"Ini semua bukan kesalahan Pak Hanif dan nggak ada sangkut pautnya dengan Bapak, saya hanya percaya akan takdir Allah." Tiba-tiba dari arah depan, Bang Gafar mengatakan hal itu, ia baru kembali dari toilet, ia mengatakan hal itu seraya memandanganku dan kentara sekali bahwa ia tidak suka jika Pak Hanif menjadi pihak yang paling di salahkan.
"Saya tahu saya salah, dan saya-"
"Enggak Pak, Zafira hanya belum bisa menerima kepergiaan Umi aja."
"Terserah Abang."
"Zafira!"
"Bang, Pak Hanif nggak tahu masa lalu Zafira!" Ujarku lalu melangkah masuk ke ruangan Abi, meninggalkan kedua lelaki itu.
Aku duduk di kursi yang berada dekat di ranjang Abi, menangis di sana, sungguh aku sangat butuh Abi, sungguh aku sangat ingin berada dalam lingdungannya lagi.
Dunia bagiku terlalu kejam, terlalu jahat untuk bisa berdiri sendiri, aku membutuhkan orang-orang yang bisa menguatkanku dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Walau bahagia tidak akan selamanya datang, walau kesedihan selalu mendominasi.
"Za-Zafira." Tiba-tiba telingaku mendengar sebuah suara yang begitu ku kenali, suara itu berasal dari Abi, aku mendonggak dan pemandangan pertama yang ku lihat adalah sebuah senyuman kecil yang berusaha Abi berikan kepadaku.
"Zafira kenapa kamu menangis?" Lihatlah walau dalam keadaan yang tidak baik-baik saja Abi masih menanyakan alasanku menangis.
"Zafira apa yang terjadi?"
Siang itu, sebuah istana indah yang pernah Abi dan Umi buat sama-sama, seakan hancur lebur. Sekuat-kuatnya seorang lelaki untuk tidak menangis, akhirnya bisa menangis juga kala ia harus kehilangan wanita yang benar-benar ia cintai.
Itulah yang terjadi pada Abi setelah ia mendengar kabar bahwa Umi telah meninggal dunia.
Dan, itulah yang Pak Hanif lalukan ketika ia berbicara dengan Bang Gafar.
***
"Maaf atas sikap Zafira, dia pasti sangat tertekan dengan kepergiaan Umi." Ujar Gafar kepada Hanif yang terlihat terpukul dengan sikap Zafira.
"Gafar, saya merasa sangat bersalah dan merasa semua ini terjadi ini gara-gara saya. Zafira benar." Hanif menjeda ucapannya, sebuah tamparan pelak jatuh kedalam hatinya. "Hanya saja, saya tidak ingin pernikahan itu di batalkan, sebenarnya saya adalah anak yatim, saya tidak tahu siapa dan di mana keberadaan kedua orang tua saya, hingga suatu hari Ayah dan Ibu mengangkat saya menjadi anaknya, di usia senjanya seperti sekarang saya benar-benar ingin memberikannya cucu, karena mereka sangat ingin menimang seorang bayi sejak lama."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
EspiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...