Satu : Lamaran Pak Hanif

7.6K 296 2
                                    

Aku tidak pernah menyangka bahwa saat-saat seperti ini akan datang dengan sangat cepat, di mana jantung ini rasanya di pompa dengan sangat cepat dan perut ini rasanya bergejolak, ketahuilah saat ini aku sangat ingin mengeluarkan isi perutku.

Selama beberapa detik, setelah Abi menyuruhku untuk duduk di sampingnya, ruangan ini hening. Hal ini benar-benar membuatku bingung harus bagaimana.

"Ehemm." Abi berdehem, membuat suasana sedikit bersahabat, aku menghela napas, menberanikan diri untuk menatap Pak Hanif yang terlihat santai, ia tersenyum kecil sebelum akhirnya memutuskan pandangan kami.

"Zafira, kedatangan Nak Hanif kesini adalah untuk melamar kamu." Abi menjeda ucapannya. "Abi serahkan keputusannya kepada kamu, Abi yakin kamu bisa membuat keputusan yang baik."

Hening.

Sungguh, saat ini aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, jika bukan karena Umi menyenggol tanganku, mungkin aku tidak akan menjawab dan tengelam dalam lamunan.

Semua orang memperhatikanku sekarang, mereka menunggu jawaban yang akan aku berikan, aku menghela napas pelan menatap Abi.

"Abi, sebenernya kedatangan Pak Hanif kesini terlalu mendadak buat Zafira. Dan lagi, Zafira baru kenal Pak Hanif dua bulan yang lalu, rasanya kalau Zafira memberikan jawabannya sekarang kayak mendadak dan mengejutkan aja."

Aku bisa menangkap potret Pak Hanif yang menghembuskan napas beratnya.

"Bagaimana Nak Hanif, apakah Nak Hanif mau memberikan Zafira waktu untuk berpikir?" Tanya Abi kepada Pak Hanif, Pak Hanif berdeham sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Abi.

"Saya akan memberikan waktu Zafira untuk berpikir, tapi hanya seminggu, karena menurut saya ujian terbesar dalam cinta adalah saat kita mencintai seseorang di luar ikatan pernikahan."

***

Tidak henti-hentinya lantunan dzikir terucap dari bibirku, tubuhku bergetar hebat, lamaran Pak Hanif sukses membuat tubuhku syok seperti ini.

Jika di tanya, apakah aku mencintainya, maka aku akan menjawab bahwa aku tidak tahu, benar-benar tidak tahu, aku bingung dengan perasaanku sendiri.

"Zafira, Abi masuk ya?" Pintu kamar kembali di ketuk, aku merasa heran saja kenapa jam segini Abi masih bangun, biasanya ia selalu tidur lebih awal, agar tidak terlewat sholat tahajud.

"Iya Bi." Sedikit berteriak aku menjawab, tak lama Abi langsung masuk ke kamarku, ia duduk di sofa yang tengah aku duduki, tersenyum kecil.

"Abi nggak nyangka kalau sekarang Zafira si rewel, tukang nangis, dikit-dikit ngadu kalau nggak di ajak main sama Kakaknya, Sekarang udah dewasa, berubah menjadi Zafira yang shalehah, yang selalu mengerti dengan apa yang Abi dan Umi mau." Abi menjeda ucapannya, pandangannya lurus kedepan, memandang sebuah foto yang di ambil beberapa tahun lalu. "Hari ini ada seseorang yang melamar kamu, dengan sikap yang baik, kata yang lembut serta sopan dan yang paling penting tidak memaksa."

"Maksud Abi tidak memaksa?"

"Zafira, di luar sana ada banyak orang tua yang menjual anak gadisnya, untuk menikah dengan lelaki yang mempunyai harta, berharap agar perempuan itu bahagia dengan gelimang harta itu, padahal mereka salah, semua itu milik Allah, titipan Allah, kapan saja bisa Allah ambil."

"Kamu tahu? Yang Abi pengen dari dulu itu adalah melihat kamu menikah dan menjadi wali nikahmu, menyerahkan tangung jawab Abi sepenuhnya kepada suami kamu, melihatmu bahagia, melaksanakan ibadah terlama dalam ikatan pernikahan."

"Hari ini secara mengejutkan seorang pria datang ke rumah, membawa kedua orang tuanya, tersenyum dengan tulus, meminta dengan lapang, berjanji untuk menjaga. Abi pikir Nak Hanif adalah lelaki yang baik, yang bersungguh-sungguh ingin menjadi Imammu. Karena sejatinya lelaki yang baik adalah lelaki yang ketika ia jatuh cinta, maka ia tidak akan membuat si perempuan menunggu dengan lama, Abi rasa Nak Hanif adalah lelaki yang Allah kirimkan untuk menjawab doa-doa Abi."

Dear Imamku (IS 1) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang