Hari ini adalah hari Jumat, namun ada yang berbeda dengan hari ini, lihatlah seorang pria yang tengah sibuk dengan wajan dan spatula di tangannya, jam masih menunjukkan pukul 5 subuh dan pria itu semangat sekali dalam memasak sarapan.
Padahal, aku bisa melakukan hal itu, aku melangkah kearahnya dan mengambil spatula yang berada di tangannya.
"Pak Hanif, kenapa pake masak buat sarapan segala sih? Aku kan bisa nyiapin sarapan buat Bapak. Lebih baik, sekarang Bapak mandi gih, hari ini harus berangkat kerjakan?"
"Enggak, saya libur hari ini."
"Libur lagi?"
Pak Hanif mengangguk dengan pasti, mengambil spatula di tanganku, asyik mengaduk nasi goreng di wajan.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa Pak Hanif bisa libur lagi?"
"Emangnya nggak boleh?"
"Bukannya nggak boleh tapi Pak Hanif kan harus jadi contoh yang baik buat karyawan Pak Hanif."
"Kali ini aja saya bolos, saya janji deh ke depannya nggak akan bolos lagi."
"Alasen Pak Hanif bolos apa?"
"Pengen berduaan lebih lama aja sama kamu."
"Ihh, gombal."
"Silahkan duduk Tuan putri, biar saya saja yang menyiapakan semuanya." Aku tersenyum kecil melihat tingkah lucunya itu, duduk di kursi yang berada paling dekat dengan keberadaan Pak Hanif.
"Siap Kapten, tolong garamnya sedikit aja karena saya nggak suka asin."
Semua tingkah konyol kita berdua itu berlanjut hingga malam harinya, Pak Hanif mengajakku sholat sunat dua rakaat.
Ketahuilah rasanya jantungku berdebar sangat-sangat kencang kala untuk yang pertama kalinya Pak Hanif membuka kerudung yang selama ini tak pernah aku lepaskan selama ia berada di sampingku.
"Ra, kamu adalah istri saya." Ujarnya, dan bertambah lagi detakan jantung itu, dengan rasa cemas yang membumbung tinggi.
"Pak Hanif, boleh Zafira jujur sama Pak Hanif?" Aku bertanya dan Pak Hanif mengangguk pelan, ia menatapku dalam sekali, seolah mencari tahu apa yang akan aku katakan padanya, seolah ia mencari jawaban atas kegugupan yang tengah aku rasakan sekarang.
Pak Hanif, benar aku adalah istrinya dan semua orang pasti menginginkan sebuah keterbukaaan dalam rumah tangganya. Serapat-rapatnya aku menyembunyikan rahasia besar ini, pada akhirnya tetap saja, cepat atau lambat aku harus mengatakannya.
Aku rasa ini adalah waktu yang tepat.
"Pak Hanif, sebelumnya Zafira mau minta maaf yang sebesar-besarnya karena Zafira nggak bisa jujur sebelumnya."
Meski, kebingungan dalam wajah Pak Hanif begitu tergambar jelas, akan tetapi hal itu tidak membuatnya lantas bertanya, ia membiarkan aku mengeluarkan semuanya, rasa pedih, kecewa, sakit dan benci.
Pak Hanif, seolah menanggung semua rasa sakitku, kala kalimat yang telah aku susun jauh-jauh itu tidak kunjung tidak keluar, ia membawaku kedalam pelukannya, seolah menerbangkanku ke awan setelah lama tenggelam dalam lautan luka. Sebelum akhirnya, membuatku sadar akan kenyataannya, bahwa ; Hidup tidak pernah seindah itu, dan tidak semenyedihkan itu.
***
3 tahun yang lalu adalah masa kelam, yang jika boleh aku meminta, tolong jangan adakan saja hari itu, hari yang membuat mahkota yang ku jaga baik-baik harus terenggut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...