Sementara, Pak Hanif, Papa, Bang Gafar dan Jafar jalan-jalan keluar komplek. Aku dan Mama mempersiapkan sarapan.
Setelah semua makanan siap. Aku duduk di salah satu kursi seraya menyentuh teh manis. Rasanya, nikmat sekali. Dan, entah mengapa setiap pagi kegiatan itu menjadi rutin kulakukan.
"Ra, Mama punya ini buat kamu. Kamu coba cek ya?" aku mendonggak dan memandang kresek kecil yang Mama sodorkan kearahku. Kemudian mengambilnya.
"Ini apa Ma?"
Mama tersenyum penuh arti. "Testpack."
"Hah?" aku melongo, kemudian untuk memastikan kebenarannya aku membuka kresek itu dan benar saja isinya adalah testpack. "Ini buat siapa Ma?"
"Ya, buat kamulah."
"Loh, kenapa Zafira?"
"Karena akhir-akhir ini kamu suka muntah-muntah. Kali aja itu gejala isi kan?" Mama tersenyum jahil.
Aku segera menatap perutku yang datar. Hamil?
"Udahlah dari pada kamu ngelamun terus kayak gitu. Mendingan kamu cepet-cepet cek dan segera kabarin Mama ya!"
Meski enggan, tetapi aku menuruti keinginannya. Aku berjalan kearah kamar mandi, dan memaksakan pipis. Setelah beberapa menit menunggu, aku membawa testpack itu dan menyumpalnya dengan tisu.
"Gimana?" tanya Mama penuh kebingungan.
"Zafira nggak ngerti." Aku memberikannya pada Mama dan sebuah teriakan yang berasal dari Mama membuatku kaget, aku mengeryit. "Kenapa Ma?"
"Positif Ra."
Positif?
Jadi, ini adalah kehamilan keduaku? Aku mengusap perutku yang masih rata, sangat bersyukur.
Rabb, terimakasih.
Detik berikutnya, air mataku menetes. Itu adalah air mata kebahagiaan. Mama memeluk tubuhku, aku merasa semuanya bagai mimpi indah yang datang di siang bolos.
Aku... Aku benar-benar ingin tahu ekpresi wajah Pak Hanif ketika mengetahui bahwa aku hamil.
"Setelah kedua Abangmu kembali ke Malayasia pokoknya kamu harus tinggal di rumah Mama." ujar Mama dengan penuh perintah.
"Tapi, Zafira takut malah ngerepotin Mama."
"Ya enggaklah sayang. Mama malah seneng kalau kalian berdua tinggal di rumah Mama."
Akhirnya aku mengangguk dan setuju dengan permintaan Mama tersebut.
Tak lama dari itu, keempat pria yang terdiri dari Pak Hanif, Papa Bang Gafar dan Jafar kembali.
"Alhamdulilah, tadi Hanif udah belajar jalan lagi, meski kakinya masih kaku tapi suatu peningkatan ketika dia bisa berdiri sendiri." Ujar Papa. Kami bersama duduk di meja makan, siap untuk makan. Aku berdiri dari dudukku dan berniat untuk membantu Mama, namun sebelum aku melangkah lebih jauh, Mama terlebih dulu menahanku.
"Biar Mama aja." Ujarnya. Meski, merasa tak enak karena membiarkan Mama mengerjakan itu sendiri. Tetapi, aku menurut saja. Aku kembali duduk dan mendapatkan pandangan bingung dari keempat pria itu.
"Hanif, kamu harus bilang sama Zafira kalau dia nggak boleh cape-cape." Ujar Mama seraya menyimpan piring di hadapanku.
"Zafira emangnya kenapa Ma? Apa dia sakit?"
"Zafira hamil Nif!"
Hening sejenak.
Aku bisa merasakan semua perhatikan orang-orang tertuju padaku. Hingga akhirnya kalimat syukur terdengar dari mulut Pak Hanif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritüelImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...