Azzura Pov
Dear Imamku
Tidak pernah terbesit dalam hidupku bahwa kaulah yang akan menjadi Imamku.
Banyak sekali pelajaran yang kuterima setelah banyak ujian menerpa, serta menguji kesabaran kita berdua. Namun, sesuatu yang patut aku syukuri adalah kesabaran. Sehingga, ujian menguatkan kita berdua.
Hingga akhir hayat, hingga napas terakhirku. Izinkan aku untuk terus berbakti kepada dirimu.
Pak Hanif, terimakasih telah menjadi yang terbaik.
Terimakasih telah mencintaiku. Aku menyayangi Pak Hanif. Hingga nanti--hari di mana kita akan berpisah.
Aku menutup secarik kertas itu dan mengusap batu nisan bertuliskan : Siti Khadijah. Ia adalah Kakakku. Umi bilang, ia meninggal ketika masih bayi. Meski begitu, aku menyayanginya seperti sayang kepada Kak Azzam.
Menghembuskan napas pelan. Ya, mungkin di balik pemberian surat Umi untuk Abi ini tersisip sebuah niat kecil, agar hal bisa menyadarkanku bahwa lelaki di dunia ini bukan hanya Raffa saja. Memang benar, dan aku tak merasa hanya menganggap Raffa satu-satunya lelaki di dunia ini. Namun yang membedakan adalah, kenyataan bahwa hanya Raffa-lah yang aku cintai dan sanggup menerima sikapku--yang omong-omong agak menyebalkan ini.
Untuk kesekian kalinya, aku kembali mengusap batu nisan tersebut. "Azzura sayang banget sama Kakak. Kakak baik-baik ya di sana," aku bergumam, tak lama sebuah telpon masuk. Nama 'Bos besar/CEO galak/Monster/Serigala' terpampang di sana.
Sebenarnya mau dia itu apa sih?
Jika bukan karena ia adalah CEO perusahaanku tempat bekerja dan mempunyai hak untuk memecat siapapun--yang tidak berkompeten atau melakukan kesalahan besar, mungkin aku tak akan mengangkatnya.
"Assalamualaikum Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Walaikumsalam, sekarang kamu di mana?!" suara itu terdengar begitu menyebalkan, sehingga tiba-tiba saja tanganku terkepal.
"Saya rasa jam ini Bapak ada meeting penting sama kalien khusus deh? Kenapa Bapak malah telpon saya? Meetingnya nggak jadi-"
"Jadi kamu nyolong jadwal saya?" pertanyaan dengan nada tajam itu, membuatku merutukki kebodohan. Kenapa aku harus bilang seperti itu sih?
"Enggak. Bukan gitu-"
"Kamu di mana? Jam berapa ini. Saya tunggu 30 menit dari sekarang, jika tidak. Kamu tahu sendiri apa yang akan kamu dapatkan."
Tanpa ba-bi-bu lagi aku segera berlari menuju motor matic yang aku bawa. Hari-hari biasa, sebenarnya aku jarang membawa motor ke kantor dan lebih memilih nebeng pada Kak Azzam atau naik angkutan umum. Tapi, berhubung hari ini Kak Azzam nebeng dengan si monster--dan aku tak mau bertemu dengannya dalam waktu dekat. Jadi, aku memutuskan untuk membawa kendaraan sendiri.
Terima kasih telah membaca
Nantikan Imam Series 2
'Tentang Pencarian'
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...