Zafira Pov
Jam menunjukkan pukul 2 malam ketika aku terbangun dari tidurku karena merasa lapar. 3 jam yang lalu, saat ingin mengisi perut, aku malah menemukan Pak Hanif yang tengah memakan mie instannya, dan aku memutuskan untuk mengurungkan niatku.
Aku bangkit dari tidurku, kemudian menghembuskan napas pelan, jika tidak mempunyai riwayat penyakit magh, mungkin bisa saja aku tidak makan. Namun, aku tidak bisa menyiksa tubuhku sendiri, dan akhirnya aku memutuskan untuk turun ke dapur.
Tidak ada nasi di dapur, hanya ada mie instan, dan pada akhirnya aku memutuskan untuk memasak mie instan, meski mungkin nanti perut ini akan merasa sakit.
Aku duduk di kursi yang tadi malam Pak Hanif dudukki, mie instannya masih belum habis, aku menghembuskan napas pelan, membaca doa sebelum makan, kemudian asyik memakan mie instan ini.
Aku asyik dalam kesendirianku, asyik dengan kegelapan dan rasa hening, hingga tidak sadar jika di ujung sana, seorang lelaki memperhatikanku dalam diam, kala aku sadar dengan kehadirannya, ia melangkah ke arahku, aku bingung mengapa jam segini, ia sudah rapih dengan baju formalnya.
"Ra, saya mau ke kantor." Ujarnya dengan suara yang cukup pelan.
"Jam segini?" Tanyaku dan ia mengangguk, tidak ada niatan dari dalam diriku untuk bertanya lebih lanjut, mengapa ia pergi jam 3 subuh, aku hanya mengangguk dan ia melangkah dalam keheningan.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Setelah pungung Pak Hanif tidak lagi terlihat, aku menepuk pipiku sendiri, berharap ini hanyalah sebuah mimpi, namun kala rasanya pipi terasa sakit, aku sadar bahwa ini bukanlah sebuah mimpi.
***
Jika ada kesempatan, Abang akan pulang secepatnya.
Sebuah pesan yang masuk ke handphoneku itu membuat sedikit senyuman di bibirku hadir, sudah 3 hari Pak Hanif tidak pulang ke rumah, sudah 3 hari aku menahan diriku sendiri untuk tidak merasa khawatir kepadanya.
Abang nggak perlu khawatir sama Zafira, semuanya baik-baik aja.
Aku mengirimkan sebuah balasan kepadanya, kemudian melemparkan handphoneku ke sembarang arah, mencari posisi terbaik untuk terlelap.
***
Hari ini aku kembali mengajar ke panti asuhan setelah beberapa hari bolos. Jujur, aku merindukan suasana tenang dan menyenangkan seperti ini.
Aku baru saja membaca dongeng, dan duduk di salah satu kursi yang berada di belakang panti asuhan.
Sudah satu minggu Pak Hanif meninggalkanku.
Dan, apakah di dalam hatinya tidak ada rasa khawatir sedikitpun?
Aku menangis di sana, semakin menangis ketika mengingat kata-kataku yang menyatakan bahwa aku ingin berpisah dengannya.
Ini adalah kesalahanku.
Sungguh, seharusnya aku tidak pernah mengatakan hal itu jika tidak benar-benar ingin ia menghilang.
Aku sangat menyesal dengan sebuah kata yang meluncur begitu saja, tanpa sempat aku pikir terlebih dahulu, tanpa sempat aku libatkan Allah di dalamnya.
Aku ingin Pak Hanif ada di sini, aku ingin ia berada di sampingku kala aku tengah berada di masa-masa yang sulit, aku ingin Pak Hanif ada di sampingku kala kita berdua saling berbagi kebahagiaan.
Aku ingin Pak Hanif kembali.
Ketika hendak memutuskan untuk berdiri dari dudukku, untuk kemudian pergi ke kantornya, tanpa aku sadari bahwa sedari tadi Bunda memperhatikanku, kepedihan menyelimuti hatinya, dan aku tidak bisa menahan kakiku untuk tidak melangkah kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...