Ada yang berbeda dengan sholat tahajud malam ini, biasanya Pak Hanif selalu membangunkanku untuk melaksanakan sholat tahajud, namun malam ini ia mendirikan sholat tahajud sendiri.
Aku melirik ke arah jam dinding yang mengantung di sudut kamar, jam masih menunjukkan pukul 4 subuh, itu artinya Pak Hanif hanya tidur selama 4 jam saja, karena ia baru pulang pukul 12 malam.
Meski ia pulang dengan kunci cadangan dan meski ia pulang dengan sembunyi-sembunyi agar aku tidak mengetahuinya. Namun, tetap saja aku bisa mendengar suara air gemercik ketika ia memasuki kamar mandi.
"Ra, sudah bangun?" Pak Hanif bertanya, saking fokusnya melamun aku sampai tidak sadar jika Pak Hanif telah berada di kursi yang berada dekat dengan ranjangku.
"Pak Hanif kenapa nggak bangunin aku sholat tahajud?" Aku bertanya, ia malah senyum kecil.
"Kamu kan lagi sakit."
"Tapi kan keutamaan sholat tahajud itu banyak banget, salah satunya adalah menjadi jembatan kita untuk mendapatkan tiket ke surga. Emangnya Pak Hanif nggak mau ke surga bareng Zafira? Maunya ke surga sendirian? Gimana kalau tiba-tiba Zafira menghembuskan napas terakhir saat ini juga? Kapanpun aku akan menghembuskan napas, aku-"
"Stt, Jangan ngomong kemana aja Ra." Pak Hanif memotong ucapanku. "Jangan ngomongin sesuatu yang akan bikin saya sedih."
"Tapi, Pak Hanif tahukan? Kalau di dunia ini nggak akan ada yang kekal? Pak Hanif, jika suatu hari nanti Zafira pulang duluan apa yang akan Bapak lakuin?" Aku bertanya dan tanpa sadar menyampaikan ketakutanku kepadanya.
Pak Hanif, terlihat senang karena setelah dua bulan berlalu, kini ada kemajuan dalam diriku.
Aku pun awalnya tak menyadari dan menyangkal itu semua, namun makin hari semakin aku tak mau lepas dari Pak Hanif, rasanya seperti kebergantungan.
"Kalau saya yang pulang duluan gimana?"
Aku bungkam dengan pertanyaan Pak Hanif, aku tak mau kehilangannya.
"Kamu juga nggak tahu kan harus jawab apa ketika saya tanya kamu kayak gitu? Begitupun saya Ra, saya rasa itu adalah salah satu pertanyaan yang sulit."
"Pak Hanif, Zafira boleh nanya sesuatu?"
"Selama saya bisa menjawabnya kenapa enggak."
"Pak Hanif suka berdoa apa di sepertiga malam?"
"Kenapa kamu nanya kayak gitu Ra?"
"Kalau, doa Pak Hanif ada sangkut pautnya sama Zafira, maka Zafira akan wujudin itu semua."
Hening seketika.
"Saya minta Allah, supaya pernikahan ini bisa di ridhoinya." Pak Hanif menjeda ucapannya, untuk menghela napas. "Kamu tahu Ra, kadang-kadang saya suka berpikir bahwa kita berdua hanya menunggu sebuah perpisahan atas pernikahan yang pondasinya nggak jelas ini."
Saat itu untuk yang pertama kalinya, aku bisa melihat wajah kecewa Pak Hanif terhadapku. Jauh di lubuk hatiku, aku selalu ingin memperbaiki semuanya, namun ketika hendak melangkah lebih jauh, rasa cemas selalu mengalahkan segalanya, selalu menang dan membuat urung.
"Pak Hanif, apakah Allah akan mengampuni dosa-dosa Zafira?"
"Allah itu maha pengampun Zafira, selama kita benar-benar ingin bertobat, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa kita."
"Meski dosa Zafira sebanyak buih di lautan?"
"Iya, Ra."
"Pak Hanif, kadang Zafira mikir gimana kalau suatu hari nanti Allah akan mencabut nyawa aku ketika aku lagi nggak ada dalam keadaan beriman kepada Allah, Zafira takut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Imamku (IS 1) ✔
SpiritualImam Series 1. Dear Imamku 2. Tentang Pencarian 3. Gagal Pisah Pernikahan dalam kamus hidup Zafira adalah salah satu hal yang menakutkan. Trauma di masa lalu serta merta membuatnya diambang kegelisahan, ketika seorang pria bernama Hanif mengunjungi...