Hati mana yang tak mampu meluluhkan dengan senjata doa dipanjatkan?
Posisi mana yang tak mampu ditempatkan dihatimu?
Asalkan punya niat untuk bersatu, yang terpenting adalah doa kepada Allah terdahulu.
***
"Kamu kenapa, Nisfal? Ku perhatikan sejak tadi memuntahkan isi perutmu. Kamu sakit?" Tanya Aurel yang baru saja memakai lipstik pink dibibirnya.
Nisfal terkulai lemas di sofa dekat jendela. Ia memegangi perutnya dengan kedua tangan. Sungguh menyiksa sekali rasa yang dialaminya ini membuat Nisfal kewalahan.
Aurel duduk disamping Nisfal lalu mengusap kepala Nisfal dengan lembut. "Jangan diam saja."
"Aku mengalami sindrom couvade."
Aurel terkejut, ia menghentikan kegiatan mengusap kepala Nisfal. Lalu menatap Nisfal keheranan.
"Aku tidak sedang hamil bahkan tidak bisa hamil. Kamu jangan meledekku, Nisfal."
"Jasiyah yang sedang hamil."
Aurel diam sebentar lalu tersenyum kecut. "Ah ya, aku lupa kalau istrimu bukan hanya aku saja."
"Tolong panggilkan dia."
"Untuk apa?"
"Menemaniku. Kamu sebentar lagi pergi ke Malaysia kan bersama teman-temanmu?"
***
Pukul 7 pagi Jasiyah baru saja menunaikan salat duha.
Dan selalu. Ia menyelipkan sebuah nama untuk kebaikannya, kesadarannya, serta perasaannya. Di dunia nyata Jasiyah tak pernah menyebutkan nama tapi setelah salat ia selalu meminta agar hatinya bisa dimiliki. Jasiyah sadar, ia pasti tidak akan bisa mendapatkan hatinya. Tapi tidak ada salahnya kan meminta langsung kepada yang menciptakannya?
Jasiyah memakai kaus kakinya lagi setelah memakai cadar tali berwarna abu. Rencananya kali ia akan memberi obat untuk Aura serta membacakan salah satu surah yang ada didalam Alquran tak lupa dibacakan shalawat. Ia tak keberatan sedikitpun, justru Jasiyah sangat senang. Hitung-hitung muraja'ah.
Ketika Jasiyah membuka pintu kamarnya, ia tersentak kaget melihat Aurel yang sudah berdiri dengan wajah masamnya tepat didepan pintu. Jasiyah menunduk, menghormati sang nyonya.
"Kamu dipanggil Nisfal." Ucapnya seraya berbalik badan dan menggeret koper yang cukup besar.
Alis Jasiyah bertautan. Mau kemana wanita itu?
Ia tak mempedulikan lagi sebab itu bukan urusannya. Jasiyah berjalan cepat menuju kamar Nisfal. Tunggu, kenapa hatinya sedikit senang ketika ia mendengar bahwa dirinya dipanggil Nisfal?
Ia menyunggingkan senyumnya dibalik cadar ketika mengetuk pintu bercat putih. Saat mendengar instruksi dari Nisfal wanita itu masuk ke kamar dengan perasaan yang... ah sulit dijelaskan.
Nisfal masih duduk di sofa tadi seraya memainkan laptopnya. Mata elang itu sangat serius menatap layar laptop yang sedang menyala.
"Permisi Tuan." Kata Jasiyah yang sudah dihadapan Nisfal.
Pria itu melirik Jasiyah sebentar lalu menatap layar laptopnya kembali, tak lama ia menutup serta menaruh benda itu diatas nakas. Nisfal berdiri, kedua tangan ia masukan ke saku celananya. Tatapan mata Nisfal sangat tajam membuat Jasiyah sedikit takut.
"Saya sudah tidak sudi menanggung semua penderitaan yang seharusnya orang hamil rasakan." Ucap Nisfal penuh penekanan.
Jasiyah hanya diam mendengarkan Nisfal yang tengah berucap.
"Bagaimanapun caranya jika rasa ini terus mengganggu saya. Saya akan mengugurkan bayi sialan itu." Ujar Nisfal seraya menunjuk perut Jasiyah yang masih rata.
Mata Jasiyah terbelalak. Refleks memegangi perutnya. Kepala Jasiyah menggeleng cepat. "Apa maksudmu?"
"Apa perkataan saya kurang jelas? Saya minta gugurkan bayi itu agar saya bisa menjalankan hidup dengan bebas tanpa embel-embel mual dan pusing. Belum lahir saja sudah menyusahkan apalagi sudah lahir, pasti seperti ibunya."
"Jaga ucapanmu." Ucap Jasiyah tenang tapi begitu banyak peringatan.
"Memang seperti itu. Kamu itu hanya menyusahkan saya, salah satunya dengan menikahi kamu. Menikahi kamu itu sama saja dengan menjerumuskan saya ke dalam lubang musibah. Ingat! Saya menikahimu tanpa dasar cinta tapi saya masih menghormati Bi Cicih. Kasihan beliau kalau cucunya yang ia banggakan ternyata hamil diluar nikah."
Kali ini air mata Jasiyah tidak dapat dibendung lagi. Pertahanannya roboh ketika ucapan Nisfal didengar. Dihadapan Nisfal ia seakan wanita yang paling hina, tidak ada harganya. Apakah ini hukuman untuk Jasiyah telah berbuat yang dimurkai Allah? Jika iya, katakan pada Jasiyah bagaimana cara menebus semua dosanya. Sungguh, Jasiyah tidak kuat dengan ini. Menyakitkan sekali.
Cadar abu-abunya kini telah basah akibat air mata Jasiyah yang turun dengan deras. Jasiyah menarik napas lalu menghembuskannya. Ia menghapus air mata itu dengan kedua tangan lalu menatap wajah Nisfal yang sedang memperhatikan dirinya.
"Berprasangka buruk itu tidak baik. Merasa lebih baik itu lebih buruk. Dan yang lebih buruk dari keduanya adalah berprasangka buruk dan merasa lebih baik." Ucap Jasiyah seraya tersenyum yang dipaksakan.
"Dimata Allah, Tuan adalah suami saya dan saya istri Tuan. Sebaik-baiknya suami adalah yang bisa menuntun istrinya kepada kebaikan. Saya tidak marah jika Tuan berkata seperti itu, karena saat ini adalah Surga saya ada pada Tuan, suami saya. Tidak peduli dengan Tuan yang menganggap saya hanya sebatas pembantu, saya terima. Tapi saya tidak akan terima jika Tuan tidak bisa menghargai wanita. Pinta saya, tolong hargai seorang wanita... tanpa wanita Tuan tidak akan ada di dunia ini. Dan satu lagi, cukup saya korban terakhir Tuan. Jangan pernah melakukan hal bejad lagi." Lanjut Jasiyah seraya mengusap pundak Nisfal.
"Saya permisi,"
Mata Nisfal menatap kepergian Jasiyah. Mulut Nisfal kelu. Wanita itu sangat pandai dalam berkata-kata yang membuat Nisfal mati kutu.
Ada benarnya juga yang dikatakan Jasiyah. Dimata Allah ialah tetap suaminya. Dan sebaik-baiknya suami adalah yang bisa menuntun istri kepada kebaikan. Tapi sepertinya ini terbalik. Bukan suami yang menuntun, tapi istri. Nisfal mengacak rambutnya frustasi. Sedikit merasa bersalah pada Jasiyah tentang mengugurkan bayinya. Mau bagaimanapun juga bayi yang ada dikandungan Jasiyah adalah calon anaknya juga. Mengapa ia tega sekali ingin mengugurkan bayi itu?
Bodoh sekali dirinya.
Jika sedang seperti ini saja Nisfal sadar. Tapi jika rasa mual dan pusing itu kembali tetap saja rasa ingin mengugurkan kandungan Jasiyah berkobar-kobar.
***
Disalah satu rumah yang cukup mewah ada sepasang pria dan wanita. Terlihat sedang berbincang tak terlalu serius karena ada sedikit canda dan gurau.
Wanita yang memakai khimar tengah tersenyum-senyum dikala menceritakan perihal yang beberapa hari ia dengar.
"Tahu tidak, bang?"
Pria yang sedang sibuk memainkan ponselnya itu menggeleng.
"Makanya dengar Wawa dulu," Kini pria itu meletakan ponselnya dan terfokus pada Wawa.
"Jasiyah ternyata cinta Nisfal, bang! Kita harus berbuat sesuatu biar Nisfal juga cinta sama Jasiyah." Ucap Wawa penuh antusias.
Arga pun terkejut dengan pernyataan tersebut. Ia diam sebentar, berpikir. Dan matanya langsung berbinar ketika menemukan sesuatu yang sepertinya akan menyatukan mereka.
"Abang punya rencana."
***
Rencana apa ya kira-kira hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Doa
SpiritualAda seuntai doa yang tak pernah lupa dipanjatkan. Dibalik doa, Jasiyah selalu selipkan nama seseorang agar segera dapat hidayah. Rasanya miris sekali melihat atasannya hidup tak tentu arah seolah terjebak dalam dunia yang fana. Jasiyah ingin menolon...