4. Memilih Pergi

7.9K 444 35
                                    

Aku pergi bukan lari dari masalah. Aku hanya ingin bermusabah.
-Jasiyah

***

"Kemana gadis ninja itu?" Tanya Nisfal seraya menggulung lengan kemejanya.

Aurel yang sedang mencatok rambut itu mengangkat kedua bahunya.

"Entah, sejak tadi aku tidak melihatnya mungkin belum bangun."

"Dasar wanita tak tahu diri, ya sudah aku berangkat dulu." Kata Nisfal seraya mencium pipi lalu bibir istrinya sekilas.

Aurel mengangguk. "Hati-hati sayang..."

Nisfal tak membalas kata-kata yang dilontarkan Aurel. Ia keluar dari kamarnya menyempatkan diri untuk ke kamar dekat dapur. Ya, ia akan memastikan bahwa gadis yang sudah ia 'cicipi' itu masih tertidur pulas dan akan memakinya sampai ia kapok tak akan mengulanginya kembali. Nisfal sangat tidak suka melihat pegawainya yang terlambat. Baginya, waktu adalah uang. Seseorang yang membuang waktu sama saja membuang-buang uang.

Nisfal mengetuk-ngetuk pintu bercat putih. Tapi tak ada jawaban. Tak berpikir panjang, Nisfal membuka pintu yang tidak dikunci. Ia menyapu pandangannya ke dalam kamar tersebut. Tak ada siapa-siapa. Lalu kemana gadis itu? Nisfal pergi, melangkahkan kakinya kearah dapur, mata elangnya dengan teliti mencari seseorang tapi hasilnya nihil, tidak ada.

"Kemana gadis itu?" Nisfal yang bermonolog.

Ia masih penasaran dimana gadis itu. Ah, ralat. Nisfal tidak pantas memanggil ninja itu dengan gadis, wanita itu sudah bukan gadis lagi semua itu karena ulahnya. Tapi Nisfal tak peduli, wanita itulah yang menawarkannya sendiri walaupun dalam keadaan mabuk Nisfal tahu itu. Tapi ia bisa apa? Ia hanya seorang pria normal yang tak bisa menolak. Lagi pula ia tak pernah 'mencicipi' wanita yang bercadar. Hitung-hitung pengalaman baru.

Nisfal kembali ke kamar wanita itu. Saat ini ia mendekati sebuah lemari kecil lalu membukanya. Kosong. Tidak ada satu pakaianpun berada didalamnya. Nisfal mengernyitkan dahinya.

Kemana dia? Batin Nisfal.

Dengan sedikit bersalah, ia meninggalkan kamar itu. Perlu digaris bawahi, hanya sedikit.

***

Ban mobil Nisfal kempes. Membuat ia berkali-kali melirik jam ditangannya.

Berkali-kali ia menghubungi setiap bawahannya tapi tak ada satupun yang mengangkat.

Berkali-kali juga ia mengumpat.

Berkali-kali ia juga sudah menoleh ke kanan kiri tapi tak ada satupun taksi yang lewat.

Hari ini adalah hari tersialnya.

Mau tak mau ia harus naik angkutan umum yang kebetulan lewat dihadapannya. Saat ini pukul 8.20 pagi sedangkan meeting dimulai pukul 8.40 semoga ia tidak telat.

Nisfal duduk di dekat pintu. Matanya menajam ketika melihat wanita yang memakai gamis serba navi hingga ke cadar. Lalu ia tersenyum tipis.

"Pak berhenti didepan." Kata Nisfal. Supir angkot itu mengangguk dan menghentikan mobilnya.

"Ikut saya." Ucap Nisfal seraya menepuk pundak wanita bercadar tersebut.

Wanita bercadar itu tersentak kaget. Ia menatap sekilas siapa pelakunya. Mata cokelat itu terbelalak.

Nisfal... batinnya.

Nisfal pun turun dari angkot dan diikuti wanita bercadar dengan keterpaksaan ia mengikuti Nisfal. Nisfal membawanya ke taman kecil di ibukota.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang