38. Permohonan

4.4K 479 126
                                    

Pengharapan pertama dan akhir hanyalah kepada Allah yang maha sebaik-baiknya diharapkan.

***

Setelah 2 hari tak sadarkan diri, akhirnya Jasiyah membuka matanya dengan sayup-sayup. Tersenyum tipis dibibir pucatnya tanpa sehelai kain hitam yang biasa ia pakai. Pandangannya tertuju pada lelaki berkemeja navi yang tengah tersenyum lega. Terlihat dari raut wajahnya.

Jasiyah mengucapkan salam pada 3 orang itu dengan lirih, Wawa, Rifa dan Nisfal. Salamnya pun disambut dengan hangat.

Rifa berhambur memeluk sang kakak dengan air mata yang sudah mengalir sejak 2 hari yang lalu. Berhenti, menangis, berhenti, menangis lagi ketika Rifa melihat tubuh Jasiyah yang terkulai lemah dengan berbagai alat yang terpasang di tubuh kakaknya. Begitu menyesakan dada. Menyayat hati yang tak tahu apa-apa.

Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kita tidak bisa berbuat apa-apa kala orang yang disayangi sedang kesakitan. Dan lebih sakit ketika kita hendak membantu namun ditolak. Sama halnya dengan Rifa.

Setelah berbincang-bincang mengenai operasi yang akan Jasiyah jalani, namun, Jasiyah menolak. Semua terkejut mendengar penolakan Jasiyah, disaat semua telah berjalan dengan sempurna, pendonor pun sudah ada dan biaya sudah lunas. Namun, Jasiyah menolak akan hal itu. Penolakan dengan yang sangat menggetarkan hati.

"Kenapa nggak mau, sayang?" Tanya Wawa seraya mengelus kepala Jasiyah.

"Saya tidak akan menebarkan kesakitan yang saya miliki. Cukup saya, tidak ada yang lain."

Terhenyak.

Semua terhenyak mendengar penuturan Jasiyah. Kenapa bisa Jasiyah berpikiran seperti itu? Apa dia tidak ingin sembuh? Tidak ingin menyudahi rasa nyeri yang amat sangat?

"Nggak, Teh. Teteh harus mau, Teteh harus sembuh. Rifa nggak akan pernah maafin diri Rifa kalau Teteh kenapa-kenapa."

Jasiyah tersenyum dan menggeleng. "Rifa jangan ikut-ikut sakit, ya? Nanti kalau Rifa sakit siapa yang jaga Teteh? Teteh lebih nggak maafin diri Teteh kalau Rifa ikut sakit karena Teteh. Kalaupun Teteh nggak bisa bertahan, insyaallah Teteh ridha, mungkin Allah sayang banget sama Teteh. Allah nggak mau Teteh kesakitan terus menerus. Kamu ikutin apa kata Teteh, ya, sayang?"

Bukan hanya Rifa dan Jasiyah yang mengeluarkan air mata, Wawa juga ikutserta mengeluarkan air mata. Nisfal diam saja menahan air matanya untuk keluar. Ingin sekali rasanya memeluk wanita ninja itu dengan erat seraya berbisik memberi semangat. Namun, ada sekat yang harus ia jaga, ada jarak yang harus ia tahan, dan ada kerinduan yang harus ia pendam.

Sesak.

Sakit.

Sulit.

Nisfal hanya bisa berdoa pada Allah yang tidak pernah meninggalkannya. Pada Allah yang selalu memberinya kemudahan. Pada Allah yang selalu memberinya kenikmatan. Nisfal yakin, setelah badai ini berlalu pastilah ada hadiah yang akan di dapat. Hadiah yang tidak terbungkus indah namun ada berlian di dalamnya.

Tangan kurus Jasiyah mengusap pipi Rifa yang basah karena air mata lalu mengecup pipi adik satu-satunya itu dengan penuh kasih sayang. Setelah itu Jasiyah tersenyum lagi.

"Adik yang saliha... maaf banyak merepotkan."

Tiba-tiba ketukan pintu menggema di ruangan. Semua menoleh, dan Nisfal beranjak untuk membukakan. Pintu itu terbuka. Sungguh terkejut dengan siapa yang datang.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang