16. Tentang Afka

8.4K 572 95
                                    

Menceritakan seseorang yang telah pergi rasanya sakit sekali.

***

"Saya lihat pakaian kamu itu-itu saja. Kalau tidak hitam pasti abu atau biru dongker. Memang tidak punya lagi?" Tanya Nisfal yang memperhatikan Jasiyah baru saja keluar kamar mandi.

Wanita itu memperhatikan tubuhnya dari bawah hingga dada. "Jika berpakaian sederhana saja mengundang banyak fitnah. Bagaimana dengan pakaian yang mencolok?" Kata Jasiyah seraya mengikat lebih keras cadarnya.

Gamis hitam. Hijab hitam. Cadar hitam. Tak lupa handshock dan kaus kaki juga berwarna hitam. Entah mengapa ia sangat suka hitam. Jika orang yang pertama kali melihatnya pasti akan terkejut. Ia akui penampilan yang dikenakannya cukup seram apalagi jika seseorang yang kurang paham mengenai agama pasti orang tersebut akan mengiranya teroris, seperti yang diucapkan Nisfal dan Aurel dulu. Tidak apa, namanya juga ingin menjadi lebih baik pasti disana ada bumbu yang membuatnya jauh lebih baik. Pahamkan?

"Kemari." Titah Nisfal.

Jasiyah berjalan menuju Nisfal di tepi kasur. "Ada apa Tuan?"

"Pegang kartu ATM saya. Saya tahu, kamu tidak ada uang kan untuk mengecilkan baju serta kerudung yang kamu kenakan? Makanya serba kebesaran seperti ini." Ucap Nisfal seraya menyondorkan kartu ATM tersebut lalu menatap Jasiyah dari atas kebawah.

Wanita itu tersenyum tipis dibalik cadarnya. Lucu dan polos. Bagaimana bisa Nisfal berpikir sejauh itu? Tidak ada uang untuk mengecilkan baju dan kerudung? Jasiyah tidak semiskin itu Nisfal, sampai-sampai tidak mampu mengecilkan pakaiannya.

Jasiyah menggeleng kecil sambil tersenyum. "Tidak perlu. Memang begini syariat islam."

"Ambil saja. Kalau begitu pakai untuk kebutuhanmu."

"Baiklah. Saya akan pakai jika butuh. Terima kasih Tuan."

Nisfal mengangguk sekali. Lalu beranjak untuk mandi bersiap untuk ke kantor.

"Tunggu Tuan. Saya pamit pergi ke pasar. Sarapan sudah saya siapkan." Ucap Jasiyah seraya mengulurkan tangan kanannya. Nisfal diam beberapa detik memperhatikan tangan Jasiyah. Lalu ia menyondorkan juga tangannya, disambut dengan Jasiyah dan menciumnya dengan khidmat.

"Assalamualaikum." Salamnya dengan senyuman. Meninggalkan Nisfal yang tergugu diperlakukan seperti itu.

***

Aura dan Jasiyah sedang memasak sambil bercerita. Menceritakan tentang Afka yang sangat dicintai Aura. Jasiyah sangat menyukai pasangan mertuanya itu, sangat romantis dan manis. Jasiyah jadi berandai-andai supaya ia juga bisa seperti Aura.

Saat Jasiyah mengangkat goreng ikan ia menaruh dimeja makan dan duduk di samping Aura yang sedang menata lauk pauk untuk makan siang nanti. Aura kembali bercerita tentang suaminya yang sudah lama pulang lebih dulu. Ternyata, dibalik cerita manis itu pasti ada tangis. Semua yang terlihat baik-baik saja padahal tidak.

"Kamu tau part favorit Bunda ketika bersama Bang Afka itu apa?" Tanya Aura yang dijawab gelengan dengan Jasiyah.

"Ketika Bang Afka mencium kening Bunda dan setelah itu ubun-ubun Bunda diusap, begitu terus setiap hari kalau beliau mau berangkat kerja." Jasiyah tersenyum dibalik cadarnya. Ia jadi ingat cerita Rasulullah yang hendak pergi ke masjid. Sebelum pergi beliau mencium kening istrinya lebih dulu. Seperti yang dikatakan Sayidah Aisyah;

"Rasulullah menciumku, kemudian beliau pergi ke masjid untuk melakukan shalat tanpa memperbarui wudhunya" (H.R Abdurrazaq, Ibnu Majjah, Athabrani, dan Daraqutni)

Coba bayangkan, cerita mana lagi yang lebih romantis?

"Bang Afka tidak pernah membentak kalau Bunda melakukan kesalahan, sekalipun fatal. Dia benar-benar suami yang baik." Kata Aura yang berkaca-kaca. Ia mengingat secara detail kemesraan yang pernah dialaminya.

"Ibu harus ikhlas, semua sudah Allah hendaki. Jangan terlalu larut atas kepergiannya, kesedihan ibu akan menjadi beban untuk Pak Afka, yang dibutuhkan beliau hanya doa dari keluarga yang masih diberi kesempatan hidup."

Aura mengangguk dan tertawa kecil. Entah mengapa, ia merasa sedikit aneh ketika mendengar 'Pak Afka' dari mulut Jasiyah. Rasanya tidak cocok sekali. "Panggil Bunda dan... Abi?" Ujar Aura diakhiri kekehan.

Jasiyah ikut tertawa dan berikutnya ia mengangguk. "Baiklah. Bunda dan Abi?" Tanyanya memastikan.

"Iya,"

Hening.

Ketika Jasiyah sedang menarik cadarnya karena terlalu menutupi mata akibat tertawa, Aura bertanya bagaimana rasanya menggunakan cadar. Kadang, Aura sendiri masih belum yakin apakah para wanita bercadar itu bisa makan dengan tenang ketika ditempat umum?

"Awalnya memang sedikit sulit. Tapi dipaksakan agar menjadi kebiasaan. Itu saja, dan sekarang alhamdulillah sudah mulai terbiasa. Jadi rasanya biasa-biasa saja."

Aura mengangguk mengerti. Lalu ia mengusap bahu Jasiyah dengan lembut. Ada segurat rasa bangga diwajahnya pada Jasiyah. Bagaimana tidak? Wanita yang berumur 20 tahun itu sudah sangat paham agama dan mau menjalankan Sunnah. Jarang-jarang dikota ini ada wanita sesaliha menantunya.

"Ah ya, Jasi apa kamu mau bantu Bunda untuk menghafal Alquran lagi? Dulu Bunda sempat menghafal Alquran sebelum Bang Afka pergi."

Sekilas, Aura mengingat permintaan terakhir Afka. Dan ia baru ingat sekarang.

"Abang?" Panggil Aura ketika Afka memejamkan matanya lagi.

"Apa?"

"Kalau Ipal udah besar, abang mau Ipal jadi apa?"

"Apapun itu yang penting membanggakan yang penting taat pada Allah. Tapi, saya bercita-cita mempunyai anak seorang hafidz" ucap Afka.

Aura diam.

"Bantu saya, agar Nisfal menjadi seorang hafidz quran"

"Gimana caranya? Sedangkan Rara lupa hurufnya"

"Setiap subuh kita belajar, ya" ujar Afka seraya mengusap puncak kepala Aura.

Setetes air berhasil menerobos kelopak mata Aura. Ia belum bisa memenuhi permintaan Afka, ia menyesal. Dirinya gagal mendidik Nisfal. Dirinya gagal menjadikan Nisfal hafidz quran. Disana pasti Afka sangat kecewa pada Aura.

"Lho? Bunda kenapa nangis?" Tanya Jasiyah panik.

Aura menggeleng, lalu menghapus air matanya dari pipi yang masih mulus itu. "Nggak apa-apa, Bunda cuma kecewa sama diri sendiri. Bunda belum bisa memenuhi permintaan Bang Afka untuk terakhir kalinya."

Alis Jasiyah bertautan. "Memangnya apa?"

"Menjadikan Nisfal hafidz quran."

***

Malem terus ya updatenya? maaf sedang zibuk aku😅

Omong-omong gimana tuh responnya Jasiyah kalau Afka minta Nisfal jadi hafidz?

Kasih saran dong wkwk



Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang