23. Setan Berkamuflase Bidadari

5.8K 468 73
                                    

Menjatuhkan seseorang untuk dipandang tinggi.
-Jasiyah

***

Menangis adalah hal yang paling ampuh dalam menyembuhkan. Di kala sudah tidak dapat berkata-kata lagi akan rasa sakitnya, turunlah air mata serta isakan yang begitu memilukan.

Merengkuh tubuhnya sendiri, menguatkan dirinya sendiri, bercerita dengan dirinya sendiri serta mendapat motivasi pun dari dirinya sendiri. Wanita dengan hijab lebarnya menangis dalam diam di tengah malam. Merasakan betapa sakitnya ketika di fitnah oleh madunya. Tidak hanya fitnah saja, ia juga di maki-maki oleh Nisfal karena hampir saja mencelakakan Aura. Jasiyah berani sumpah jika itu bukan perbuatannya.

Menikmati sore hari di taman belakang adalah hal yang paling luar biasa bagi Aura. Dengan begitu ia bisa mengobati rasa rindu pada Afka, dulu sebelum Afka meninggalkannya sendiri, mereka sangat sering menikmati udara sore hari, bertukar cerita hingga gurauan yang tidak penting.

Setelah setengah jam Aura duduk di gazebo, dirinya merasa haus. Ia putuskan untuk meninggalkan tempat itu dan membuat jus jeruk. Namun, diambang pintu dapur Aura bertemu dengan Jasiyah yang sedang merapikan dapur sehabisnya memasak. Keduanya tersenyum, lalu Jasiyah bertanya ada perlu apa Aura ke dapur.

"Bunda mau buat jus jeruk. Kayaknya seger sore-sore gini." Kata Aura.

Jasiyah terkikik geli dan mengangguk-angguk. Memang benar, sore-sore duduk diluar, angin yang membuat kulit terbuai di tambah jus jeruk yang menemani. Membayangkan saja sudah membuatnya mengilar.

"Ya sudah biar Jasi buatkan, Bunda tunggu ditaman belakang saja, nanti Jasi ke sana." Seru Jasiyah dengan senyuman yang masih mengembang.

Aura mengangguk dan mengucapkan terima kasih, sebelum benar-benar pergi Aura memuji Jasiyah kalau dia menantu idaman. Jasiyah yang mendengarpun tersipu.

Sebelum jus jeruk yang sudah siap diminum dibawa pada Aura, Jasiyah pergi untuk mengambil buku yang berjudul Fatimah Azzahra. Buku yang sudah berkali-kali dibaca, namun tidak ada kata bosan dalam kamus Jasiyah pada saat baca novel tersebut.

Jasiyah pun kembali dengan novel yang sudah ada digenggamannya. Tangan kanannya membawa segelas jus jeruk yang begitu segar ketika dipandang. Setelah itu, Jasiyah duduk disamping Aura. Keduanya diam. Jasiyah sibuk membaca buku sedangkan Aura kalut dalam pikirannya.

"Jus buatan kamu emang nggak ada duanya, Jasi. Enak banget." Puji Aura setelah menyeruput jus itu.

Jasiyah menoleh, lalu ia pun tersenyum dibalik cadar hitamnya. "Ah Bunda bisa saja..." Ucap Jasiyah yang tersipu malu.

Detik berikutnya, Aura merasakan rasa yang amat sakit menyerang perutnya. Hingga ia berteriak dengan histeris. Jasiyah yang berada disampingnya pun tersentak kaget. Buru-buru Jasiyah merengkuh tubuh Aura, ia terlihat panik dan takut. Kenapa Aura bisa jadi begini?

Air wajah Jasiyah kini sudah tidak ada tersipunya sama sekali, kini ia tengah sibuk mencari nama yang ada di ponselnya. Mas Nisfal. Ya, nama kontak itu yang Jasiyah cari. Segera ia hubungi suaminya itu, beberapa kali panggilan itu di tolak. Namun, setelah Jasiyah mengirim pesan bahwa Aura sedang tidak baik-baik saja Nisfal menelepon balik Jasiyah. Menanyakan apa yang terjadi pada bundanya dan Jasiyah pun menjelaskan.

"Ya Allah bun, kenapa bisa jadi begini? Maafkan Jasi, sudah buat bunda sakit perut begini..." Gumam Jasiyah seraya membawa Aura ke dalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang