11. Pelajaran untuk Nisfal

6.4K 455 34
                                    

Jika Allah sudah menggarisi seperti itu, siapapun tidak bisa menghapus bahkan membelokan garis tersebut.

***

Saat Jasiyah sedang membuat sarapan untuk tuannya, alis itu bertautan. Tiba-tiba seorang pria berlari untuk mengambil air putih hangat di dekat Jasiyah.

"Uekkk!" Pria itu mengeluarkan isi perutnya di wastafel tak jauh dari Jasiyah. Wanita itu semakin kebingungan mengapa tuannya tiba-tiba muntah tapi hanya sebatas air.

Jasiyah tak menegur ataupun membantu. Jasiyah hanya memperhatikan saja dari tempatnya.

"Uekkk!" Lagi. Pria itu memuntahkan isi perutnya. Tapi kali ini tidak ada apa-apa.

Jasiyah berjalan menuju Nisfal. Ya, pria itu adalah Nisfal.

"Kenapa?" Tanya Jasiyah seraya menarik sedikit cadarnya yang hampir menghalangi mata.

Nisfal tak menjawab justru dia duduk dilantai, kepalanya ia senderkan ke tembok. Nisfal terlihat begitu lemas. Matanya terpejam dengan napas yang tersengal-sengal. Tangannya memijit kedua pelipis, ia merasakan pusing dan mual.

Baru kali ini ia merasakan rasa yang aneh. Seperti orang mabuk tapi bukan karena minuman sebab rasanya tidak seperti ini. Nisfal paham betul bagaimana rasa mabuknya karena minum.

"Tolong belikan obat masuk angin sekarang juga."

Jasiyah melongo. Sepagi ini? Mana tahu Jasiyah, apotek yang buka 24 jam di Jakarta. Tahu saja tidak tempatnya dimana. Nisfal salah nyuruh orang.

"Tapi saya tidak tahu apotek yang buka 24 jam, Tuan."

Nisfal menatap Jasiyah dengan tajam. Wanita itu menundukan kepalanya. Tatapan Nisfal sangat menakutkan. Begitu tajam seperti pisau yang baru diasah.

"Yasudah, antar saya ke rumah sakit." Ucap Nisfal seraya beranjak.

Jasiyah memperhatikan kepergian Nisfal. Sebenarnya kenapa dengan suami sekaligus majikannya itu? Aneh. Tiba-tiba lembut. Tiba-tiba kasar.

***

Nisfal dan Jasiyah duduk di hadapan dokter cantik yang berkacamata. Dokter itu terlihat senyum-senyum sendiri melihat Nisfal dan Jasiyah. Sedangkan mereka berdua kebingungan mengapa dokter ini senyum-senyum tidak jelas.

"Maaf dok, bagaimana kondisi suami saya?" Tanya Jasiyah yang penasaran. Kali ini ia memposisikan dirinya sebagai istri, bukan sebagai pembantu.

Dokter tersebut lagi-lagi tersenyum lalu membuka secarik kertas didalam amplop.

"Menurut hasil lab, bapak mengalami sindrom couvade. Sindrom covade adalah kondisi di mana calon ayah ikut mengalami gejala-gejala kehamilan, seperti berat badan naik, mual, insomnia, perubahan suasana hati, bahkan menginginkan beberapa jenis makanan tertentu di luar kebiasaan alias ngidam. Bapak termasuk orang beruntung, banyak calon ayah diluar sana yang menginginkan hal ini." Ucap dokter itu.

Nisfal berdecih dalam hati. Apa katanya? Beruntung? Siapa pula yang merasakan beruntung ketika gejala hamil ini dirasakan dirinya. Justru ia sangat menderita mengalami hal ini. Yang mengandung siapa yang tersiksa siapa. Demi apapun, Nisfal tidak ikhlas mengalami hal ini.

"Bagaimana cara mengakhirinya?" Tanya Nisfal dengan nada sinis.

"Tergantung kondisi kadungannya. Ada yang hanya trimester pertama ada juga yang sampai melahirkan. Tapi tidak perlu khawatir masa-masa ini akan menjadi masa yang paling menyenangkan. Selamat menanti kesayangannya lahir, ya!"

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang