31. Berjamaah

6.4K 557 62
                                    

Semoga rumah yang dijadikan tempat beristirahat, orang-orang didalamnya selalu bersahabat.

***

Sudah satu minggu kepulangan Jasiyah dari rumah sakit. Nadira dan Adam pulang hari di mana mereka menjenguk Jasiyah, namun Rifa memilih menginap untuk menemani kakaknya yang sedang sakit. Rifa pun sudah izin ke sekolahnya dan berjanji jika ia masuk sekolah ia akan mencatat pelajaran yang tertinggal.


Kursi roda yang didorong oleh Rifa berhenti tepat sebuah meja rias yang mewah. Jika ada yang bertanya mengapa Jasiyah memakai kursi roda, mungkin alasannya karena Nisfal. Nisfal lah yang menyuruh Jasiyah pakai kursi roda agar tidak terlalu lelah, padahal Jasiyah masih kuat untuk berdiri dan berjalan. Kalau tidak dipakai, Nisfal mengancam Jasiyah berprilaku seperti dulu. Mendengarnya saja sudah membuat Jasiyah bergidik ngeri.

Bekas air keramas dirambutnya masih menetes. Refleks Rifa mengeringkan dengan handuk yang di gesek-gesek ke kepala kakaknya. Namun baru saja beberapa gesekan, rambut Jasiyah rontok banyak sekali di handuk itu. Hati Rifa mencelos melihatnya. Dulu ia melihat penderita penyakit kanker itu hanya di televisi, tapi sekarang? Ia harus melihatnya secara langsung bahkan merawatnya.

Rifa tidak tega jika si penyakit itu sedang beraksi.

Jeritannya,

Air matanya,

Wajah yang meringis,

Tangan dikepal kuat menahan sakit yang luar biasa,

Serta ucapan yang begitu mengharukan, saya kuat, Allah memberi semua ini karena saya kuat.

Ketika Rifa menyaksikan semua itu, rasanya ingin sekali penyakit yang sedang menggerogoti tubuh Jasiyah di transfer ke tubuhnya. Membantu agar Jasiyah tidak terlalu sakit.

"Tidak apa-apa, Teteh masih punya hijab yang panjang untuk menggantikan rambut Teteh yang panjang. Dulu, kata Ibu, hijab seorang muslimah itu adalah mahkota. Jadi jangan sedih kalau rambutnya hilang atau pendek, pakai saja hijab, maka sama saja kita memakai mahkota setiap hari, layaknya seorang puteri." Seru Jasiyah seraya mendongak karena Rifa berdiri dibelakangnya.

Rifa tersenyum tipis, lalu memeluk Jasiyah dengan begitu erat.

"Makasih, Teh, udah mau berjuang sejauh ini. Semoga perjuangan Teteh bisa membuat orang disekitar tersenyum bahagia mendengar kesembuhan Teteh."

"Aamiin ya Allah..."

***

Subuh ini Jasiyah dan Nisfal memutuskan untuk salat berjamaah. Ini semua kemauan dari Jasiyah, ia memohon pada Nisfal agar mengimami salatnya. Jika nanti Allah mengambilnya, Jasiyah tenang, karena sudah pernah merasakan diimami oleh imam sesungguhnya.

Tubuh Jasiyah makin hari semakin kurus. Wajahnya yang dulu kemerah-merahan kini tinggal pucat pasi. Kantung matanya menghitam karena waktu tidurnya terganggu. Juga rambutnya yang kian menipis akibat efek obat.

Namun, bibir pucat itu tidak pernah lelah tersenyum. Yang paling utama, bibir itu tidak pernah berhenti menyebut Asma Allah, berdzikir mengingat Allah. Di jari telunjuknya selalu ada tasbih digital untuk memudahkannya. Nisfal sangat beruntung memiliki Jasiyah.

Wanita ninjanya itu tidak pernah lelah untuk mendekati Tuhannya.

Wanita ninjanya itu tidak pernah kecewa terhadap Tuhannya.

Wanita ninjanya itu tidak pernah menyalahkan takdirnya.

Wanita ninjanya itu selalu menganggap penyakitnya sebagai sahabat hidup. Jika ia kambuh, pasti berucap "sahabat saya hanya rindu dengan perhatian saya. Saya salah karena mengabaikannya." Kala itu ketika Jasiyah lupa minum obat.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang