25. Pemberian Nisfal

6.4K 521 44
                                    

Bukan tentang barang yang diberikan namun, tentang siapa yang memberi. Sederhana akan terlihat mewah jika itu pemberian dari orang teristimewa.

***

Tepat di depan rumah sederhana nan rapi itu Jasiyah tersenyum haru. Rasanya sudah sangat lama ia tidak merasakan suasana seperti ini. Sepi, sejuk, segar yang sangat menenangkan hati. Ia berlari kecil menuju pintu berwarna cokelat, hingga yang memperhatikannya dari belakang tersenyum tipis.

"Hati-hati nanti kesandung gamis!" Ingatan dari Nisfal.

Jasiyah menoleh, mata cokelatnya menyipit menandakan ia sedang tersenyum atau tertawa Nisfal kurang tahu.

Diketuknya pintu seraya mengucapkan salam namun tidak ada jawaban dari dalam sana. Karena tak kunjung dibuka, Jasiyah membuka pintu itu perlahan dan mengucap salam kembali.

Pintu terbuka.

Alis Jasiyah bertautan saat ia melihat suasana dalam rumah. Sepi. Seperti rumah yang tidak berpenghuni. Jidah dan Rifa dimana? Mengapa mereka tidak ada di rumah? Padahal Jasiyah ingin memberi kejutan pada mereka tentang kepulangannya tanpa mengabari lebih dulu.

"Lho, kenapa sepi?" Tanya Nisfal yang sudah disamping Jasiyah seraya membawa tas milik istrinya.

Jasiyah hanya menggeleng.

Ia membuka ponselnya yang selama dari Jakarta ia mati daya, ketika ponsel itu aktif ada beberapa panggilan dan pesan dari Rifa. Matanya membulat ketika ia membaca pesan dari Rifa. Tubuhnya melemas hingga ponsel itu jatuh dari genggamannya, jantungnya pun seperti tidak berfungsi.

Jidah? Jidah kritis?

Tangisnya pun pecah, tubuhnya merosot kebawah seperti tidak mempunyai tulang-tulang yang kokoh. Jasiyah mengambil ponselnya yang tepat di kakinya. Tangannya gemetar saat ia mencari nama Rifa untuk dihubungi.

Ya Allah, cobaan itu datang lagi?

Nisfal memandang Jasiyah dengan heran. Ia juga berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Jasiyah. Nisfal memegang bahu Jasiyah setelah itu mengusapnya dengan halus.

"Ada apa?"

Perlahan, Jasiyah mengangkat wajahnya dengan keadaan niqab yang sudah dibasahi air mata.

"Ji-jidah kritis Tuan..."

"Kenapa bisa?" Tanya Nisfal sedikit panik.

Jasiyah hanya menggeleng dan mencoba menghubungi Rifa namun panggilan itu tak kunjung dapat jawaban.

Tubuhnya membeku saat suara sirine semakin dekat semakin jelas. Apakah? Ah tidak, Jasiyah menggeleng cepat berusaha membuang pikiran yang buruk itu. Ia mengabaikan sirine yang mengerikan dan kembali menghubungi Rifa.

Saat pintu cokelat itu terbuka yang menampilkan beberapa pria berseragam putih-putih yang membawa sekujur benda dibaluti kain putih menghampiri Jasiyah dan Nisfal yang tengah tertegun. Jasiyah menjatuhkan ponselnya untuk kedua kali, air mata pun ikutserta jatuh.

Dibelakang terdapat Rifa dan Nadira yang tengah nangis tersedu. Saling memeluk dan menguatkan.

"Ada apa ini?" Tanya Nisfal yang mewakili Jasiyah.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang