34. Kacau

5.9K 516 97
                                    

Senja menjadi sendu.
Jingga menjadi kelabu.
Tawa itu hilang melayang.

***

J

akarta, pukul lima sore seorang wanita memakai pakaian serba hitam dengan cadar yang sudah terlepas memudahkan untuk memasang alat bantu napas di hidungnya yang sedang ditangangi dokter di ruang ICU. Mulut pria yang sedang mondar-mandir tak henti-henti merapalkan doa untuk sang istri yang tengah melawan penyakit. Tak lama Wawa dan Arga datang menghampiri Nisfal yang kalangkabut.

Wawa memeluk Nisfal. Memberi sedikit semangat agar Nisfal kuat menjalani ujian lewat Jasiyah. Ya, Nisfal dan Jasiyah sedang diuji. Seberapa kuat dan seberapa sabar Jasiyah melawan penyakitnya begitu pula dengan Nisfal, seberapa kuat dan seberapa sabar Nisfal menyemangati dan mendampingi istrinya.

Karena pernikahan adalah sebuah ikatan dimana harus keduanya saling merasakan. Suka maupun duka.

"Ipal nggak boleh nangis. Keluarkan Ipal yang keras untuk saat ini. Jasiyah butuh doa, Jasiyah butuh semangat Ipal. Ipal udah salat ashar?" Tanya Wawa seraya melirik jam tangannya.

Nisfal melerai pelukan pada Wawa lalu menggeleng dan menghapus setitik air mata pada ujung matanya.

"Sekarang Ipal salat dulu. Memohon kepada sang pemilik Jasiyah. Memohon kepada sang pemberi penyakit. Agar ujian ini cepat berakhir. Biar tante dan om yang jaga Jasiyah disini."

"Langsung hubungi Nisfal kalau ada apa-apa."

"Siap, Tuan." Kata Wawa meniru kaya bicara Jasiyah.

Di dalam ruangan bercat putih yang dialuni dengan suara defibrilator dokter tengah menjalani tugasnya dengan saksama agar pasiennya tertolong seperti apa yang diharapkan. Maut memang ditangan Tuhan, tapi manusia bertugas untuk selalu usaha dan berdoa. Karena sejatinya kehidupan adalah berdoa, berharap, berusaha dan berkorban. Semua harus satu takaran. Tidak boleh kurang maupun lebih, harus seimbang.

Sama halnya dengan dokter yang sedang menyuntikan pereda nyeri pada Jasiyah. Beliau berdoa dulu sebelum menanganinya, dan berharap, berusaha agar pasien tetap baik-baik saja lalu berkorban demi kesembuhan pasien. Beliau pasti banyak berkorban, entah tentang tenaga ataupun keluarga.

Perawat wanita menglap keringat yang berjatuhan di pelipis dokter tak lagi muda itu. Lalu perawat yang satunya memberitahu tentang detak jatung mulai melemah.

Dokter itu melirik ke arah monitor defibrilator tangannya begitu cekatan mengambil alat pacu jantung lalu mendekatkan alat itu yang sudah berada di kedua genggamannya ke dada Jasiyah.

Tit......

Deg.

Deg.

Wahai Allah...
Perpanjanglah kebersamaan saya bersama istri saya. Angkatlah penyakitnya, jadikanlah sakitnya sebagai penggugur dosa-dosanya.

Wahai Allah...
Hanya kepada-Mu saya berharap, hanya kepada-Mu saya meminta, karena Engkaulah sang sebaik-baiknya diminta dan pemberi. Berilah kesempatan saya untuk membahagiakan istri saya. Saya menyesal sudah menghina, bersikap kasar padanya Ya Allah, walau itu hanya pura-pura. Saya menyesal....

Wahai Allah...
Saya mencintainya, setelah saya mencintai-Mu.

"Tidak ada respon, sus. Naikkan tegangannya!" Seru dokter.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang