Nyatanya, wanita sangat susah menggantikan yang membuatnya nyaman.
***
Ada sebuah sepeda tua di samping rumah Jasiyah. Sepeda itu milik Jidahnya untuk pergi ke pasar atau ke kebunnya. Jasiyah berjalan menghampiri sepeda tua yang terdapat boncengannya, ia menghirup udara yang masih segar. Dinginnya pagi menelisik kulit putihnya, namun ia hiraukan karena itu bukan apa-apa untuk menjadi alasan.
Kali ini Jasiyah berniat untuk ke pasar tanpa ada yang mengantar. Biasanya ia ke pasar ditemani Rifa atau Nadira. Rifa tidak mengantar Jasiyah karena ada dua hal, yang pertama Rifa sedang datang bulan dan yang kedua sepertinya Rifa sedang kelelahan. Nadira? Jasiyah sudah kurang enak untuk merepotinya.
Kala Jasiyah mengayuh, belakang sepeda tua itu ditahan oleh tangan kekar. Jasiyah menoleh. Terdapat Nisfal yang tengah telanjang dada. Mata Jasiyah terbelalak melihatnya setelah itu memejamkan mata dan mengucap istigfar dengan berulang kali. Seperti melihat setan yang menakutkan.
Sedangkan Nisfal hanya tersenyum tipis melihatnya. Sengaja Nisfal seperti itu, ia ingin tahu bagaimana respon Jasiyah.
"Ini hukuman buat kamu karena tidak izin dengan saya." Kata Nisfal yang sudah memegang bahunya.
Jasiyah sedikit menghindar, tangannya juga sedikit gemetar. Ia ketakutan. Takut kejadian itu terulang.
"Maafkan saya... saya salah, saya hanya tidak mau mengganggu Tuan yang sedang tidur." Lirih Jasiyah yang masih menutup mata dengan kedua tangan.
"Buka matamu."
"Tuan..."
"Buka matamu."
"Tapi--"
"Buka matamu, Nyonya." Seru Nisfal melembut.
Jasiyah diam, perlahan ia menurunkan kedua tangannya dan membuka matanya secara perlahan. Matanya sudah terbuka sempurna, namun matanya tidak memandang Nisfal sedikitpun.
"Tatap saya sebentar saja. Saya tidak akan menggigitmu apalagi memakanmu. Melihat kamu terluka saja saya tidak bisa."
"Jangan bercanda, Tuan! Pakai bajunya. Nanti masuk angin!" Ujar Jasiyah.
Nisfal terkejut, baru pertama kalinya ia mendengar Jasiyah menaikkan suara ketika berbicara kepadanya.
"Maaf, biar saya ambilkan bajunya. Tuan tunggu disini." Kata Jasiyah seraya turun dari sepedanya dan menyandarkan sepeda itu pada tembok rumah dan beranjak mengambil baju tanpa melirik Nisfal sedikitpun.
Nisfal membeku. Jasiyah marah atau bagaimana? Untuk memastikan, Nisfal mengikuti Jasiyah dari belakang ketika di depan kamar Jasiyah menghela napas dan menyondorkan baju Nisfal.
"Tuan tunggu disana, biar saya ambilkan bajunya. Tapi kenapa Tuan ikut kemari?" Ucap Jasiyah dengan nada panjang pada kata terakhir.
"Kamu kenapa?"
"Tuan yang kenapa? Pagi-pagi bajunya dilepas. Kalau ada wanita yang lihat bagaimana? Pusat Tuan kemana-mana. Tuan pasti tahukan darimana sampai mana aurat laki-laki?" Jelas Jasiyah yang seperti menasehati anaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Doa
SpiritualAda seuntai doa yang tak pernah lupa dipanjatkan. Dibalik doa, Jasiyah selalu selipkan nama seseorang agar segera dapat hidayah. Rasanya miris sekali melihat atasannya hidup tak tentu arah seolah terjebak dalam dunia yang fana. Jasiyah ingin menolon...