22. Diam-Diam Memperhatikan

8.2K 550 106
                                    

Kini, setiap kau bergerak mataku selalu melirik. Bagai itik yang tak mau kehilangan induknya.

***

Malam terasa begitu sangat panjang, membuat Nisfal terbangun untuk kesekian kalinya. Ia menoleh ke kanan, terdapat Aurel yang sedang tertidur pulas. Pikirannya menuju pada Jasiyah, entahlah mengapa selalu begitu. Ucapan Arga selalu terngiang-ngiang diotak Nisfal.

"Kamu tidak tahu kan bagaimana perasaan istri-istrimu saat kamu bersikap tidak adil? Keduanya akan merasa sakit hati, hati mereka itu tidak sekuat hati laki-laki. Mereka itu selalu melibatkan perasaan dalam segala hal walaupun mereka tidak berkata apapun pada kamu."

Perlahan tapi pasti Nisfal beranjak dari tempat tidurnya untuk ke lantai dasar, memastikan bahwa wanita ninjanya bisa tidur dengan nyenyak, tanpa memikirkan ketidak-adilan dirinya.

Saat Nisfal tepat didepan pintu kamar Jasiyah, terdengar suara orang yang sedang mengeluarkan seluruh isi perutnya dengan gemercik air. Nisfal bingung harus melakukan apa, ia hanya bisa mematung dan berharap agar Jasiyah tidak apa-apa didalam. Tapi keputusannya berubah saat suara sesuatu yang pecah. Kini, ia singkirkan rasa gengsi yang besar itu.

Pintu terbuka. Mata Nisfal terbelalak saat melihat keadaan Jasiyah yang sudah tidak sadarkan diri. Nisfal salah tingkah dan apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Ia harus membersihkan darah yang ada di hidung Jasiyah atau harus memakaikan hijabnya dulu? Karena saat ini Jasiyah hanya memakai baju panjang serta rok hitam.

Mata Nisfal menyapu seluruh sudut ruangan, mencari tissu untuk menglap darah dihidung tapi hasilnya nihil, tidak ada, tak berpikir panjang lagi Nisfal menglap darah itu dengan kaus yang ia kenakan. Tak peduli dengan kaus yang ia kenakan yang penting, darah itu sudah tidak ada lagi di hidungnya. Kini saatnya Nisfal mencari hijab panjang dan cadarnya Jasiyah karena Nisfal ingin membawanya ke rumah sakit. Nisfal berjalan menuju lemari, setelah menemukan apa yang dicari ia duduk di kasur tepat Jasiyah yang telah di baringkannya.

"Bangun Jasiyah, saya minta bangun. Jangan membuat saya panik seperti ini." Gumam Nisfal seraya memakaikan hijab Jasiyah.

Kini Nisfal menatap bingung yang sedang ia pegang. Ia tidak tahu bagaimana cara memakaikannya, kain hitam yang biasa dipakai Jasiyah dengan penampilan simpel tapi Nisfal tidak tahu memakaikannya. Ribet. Ya kata itu yang ada diotak Nisfal sekarang. Hingga ia melemparkan cadar yang biasa disebut cadar yaman itu. Dan Nisfal kembali mencari yang lebih simpel, lalu ia menyibakan cadar itu. Dan ya, cadar yang Nisfal ambil sekarang begitu simpel hanya tinggal ikat di belakang kepala Jasiyah lalu selesai.

Nisfal membopong Jasiyah ke mobil hitamnya. Lalu ia menancapkan gas untuk kerumah sakit. Mata elangnya selalu melirik mata Jasiyah yang belum juga terbuka. Rasa panik yang sedaritadi berada dibenaknya menyebabkan keringat dingin pada tubuhnya. Tangan kiri Nisfal mengusap kepala Jasiyah lalu berucap,

"Jasi, jangan buat saya menyesal dikemudian hari. Sembuhlah, sayang."

***

Nisfal tertidur membungkuk dengan kening di bangsal Jasiyah. Hingga tangan yang di infus itu mengusap-usap kepala Nisfal berniat untuk membangunkan. Rasanya, Jasiyah merasa sangat bersalah karena Nisfal tidur terlihat sangat tidak nyaman. Lalu ia beranjak duduk, detik itu juga Nisfal terbangun karena ada pergerakan.

"Mau kemana?" Tanya Nisfal.

"Tuan jangan tidur seperti itu, nanti punggung Tuan sakit. Lebih baik Tuan tidur di bangsal ini, saya juga sudah merasa lebih baik."

Nisfal melongo atas perkataan Jasiyah. Di tengah ia kambuh dan merasa sakit, tapi Jasiyah masih memikirkan keadaan orang lain? Luar biasa wanita ini.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang