Mau mengeluh pun aku tak pantas. Sebab nikmat Allah lah lebih luas.
-Jasiyah***
"Pasien divonis mengidap Chronic lymphocytic leukemia stadium B"
Deg.
Nisfal mematung. Otaknya berhenti untuk memikir, darahnya berhenti untuk berdesir. Apa? Leukemia? Bukankah penyakit itu sangat mematikan? Bagaimana jika 'wanita ninjanya' tidak tertolong?
"Bagaimana dengan kandungannya dok?"
"Kanker darah yang diderita ibu hamil sebetulnya tidak berdampak pada bayi yang dikandung. Pengobatan yang dijalani oleh ibu hamil lah yang bisa berdampak pada pertumbuhan janin dalam kandungan. Pengobatan terhadap kanker darah bisa menyebabkan supresi tulang belakang yang menyebabkan rendahnya jumlah sel darah merah, trombosit, dan sel darah putih bayi. Perawatan kanker darah juga bisa menyebabkan cacat ketika lahir, berat lahir rendah, fungsi neurologis abnormal, lahir mati, dan potensi perkembangan kanker masa kanak-kanak. Maka saran dari kami, sebaiknya kita lakukan aborsi untuk kebaikan keduanya. Selagi usia kandungan pasien belum begitu tua. Bapak boleh bicarakan ini dengan istri bapak." Jelas dokter yang bernama Raihan dengan seksama.
Nisfal mencerna kata demi kata yang diucapkan. Ia sudah mengalami mual dan pusing yang amat dahsyat, tapi dokter berucap seenaknya. Melakukan aborsi lah, padahal Nisfal diam-diam menunggu si mungil lahir ke dunia. Penyakit itu merusak semua rencana Nisfal.
"Lakukan saja yang terbaik untuk istri saya dok. Pastikan dia sembuh." Ucap Nisfal dengan begitu frustasi.
"Baik pak, kami pasti memberikan yang terbaik untuk istri bapak." Kata dokter seraya tersenyum. Sedangkan Nisfal mengangguk sekali dan pamit undur diri.
***
Malam ini Nisfal pulang ke rumah untuk mengambil baju gamis milik Jasiyah. Setelah Nisfal seharian di rumah sakit, akhirnya Nisfal bisa merebahkan tubuhnya sejenak. Ia menatap langit-langit rumah, memikirkan bagaimana bisa Jasiyah mengidap penyakit berat. Ia juga sedang memikirkan perkataan yang diucapkan Arga. Ia juga tidak tahu harus memilih siapa dan mengapa. Sebab Nisfal tidak tahu ia jatuh cinta pada siapa.
Aurel, wanita yang selama ini menemani Nisfal hanya sebatas menemani. Tidak ada tanggung jawab sebagai istri seperti Jasiyah. Jika ia memilih Aurel dan meninggalkan Jasiyah, Nisfal akan menjadi pria yang amat sangat kurang ajar selama masa hidupnya. Tapi jika ia memilih Jasiyah dan meninggalkan Aurel, kelak nanti siapa yang menemaninya pergi ke club? Tidak mungkin jika dirinya mengajak Jasiyah ke club, pasti wanita itu menolaknya mentah-mentah.
Damn it!
Nisfal mengacak-acak rambutnya. Mengapa jadi serumit ini? Ia ingin seperti dulu yang selalu tentram, sebelum jauh dari Tuhannya. Sebelum ia berucap tidak akan melakukan salat lagi. Apa sekarang Nisfal harus melanggar kata-katanya?
"Nisfal! Kamu seharian di rumah sakit untuk mengurusi wanita ninja itu dan menelantarkan aku?!" Ujar Aurel yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Nisfal berdecak kesal. "Pergi dan tinggalkan aku sendiri." Kata Nisfal penuh dengan penekanan.
Aurel mendelikan matanya lalu beranjak pergi. Ia tidak berani kalau Nisfal sudah berkata seperti itu, tandanya Nisfal sedang menahan sesuatu yang mengganjal dihatinya.
"Jika kamu, aku ceraikan, bagaimana?" Ucap Nisfal pada Aurel sebelum benar-benar pergi.
Aurel secepat kilat membalikan tubuhnya lalu menghampiri Nisfal kembali. "Maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Doa
EspiritualAda seuntai doa yang tak pernah lupa dipanjatkan. Dibalik doa, Jasiyah selalu selipkan nama seseorang agar segera dapat hidayah. Rasanya miris sekali melihat atasannya hidup tak tentu arah seolah terjebak dalam dunia yang fana. Jasiyah ingin menolon...