37. Resep Ala Ninja

5.4K 461 60
                                    

Menyesal itu tidak ada obatnya. Maka dari itu hati-hati dalam bertindak agar kata menyesal tidak terucap.

***

Pagi ini Nisfal mencoba untuk membuat sup dengan resep yang sudah tertera pada secarik kertas putih. Ia menyuruh Wawa untuk membelikan bahan-bahan yang dibutuhkan, sebab Nisfal paling tidak suka belanja sayuran. Kemeja abu-abu yang dikenakan ia gulung hingga siku agar tidak kotor, kedua tangannya sibuk memotong sayuran dan lainnya. Wawa yang tadinya berniat membantu tetapi ditolak oleh Nisfal. Katanya, biar Nisfal saja yang membuat akan ia buktikan bahwa sayur sup buatannya tidak kalah lezat dengan wanita ninja. Wawa hanya manut saja, justru bersyukur ia tidak perlu repot-repot membantu.

Langkah demi langkah sudah ia lakukan. Hingga Nisfal mencicipi kuah sayur yang setengah matang itu. Pas. Rasanya pas, persis seperti buatan Jasiyah. Selain pintar berbisnis, kini Nisfal juga pintar memasak. Jasiyah harus mencicipi sup buatannya. Ia akan pamer pada sang pemilik resep, bahwa rasanya mengalahkan rasa sup yang dibuat Jasiyah. Tapi tunggu, apakah Jasiyah akan menerima atau menolak pemberian Nisfal? Kala mengingat ia tidak memiliki ikatan apapun.

Ah tidak peduli, toh, Jasiyah bukan tipe seseorang yang begitu.

Nisfal memindahkan sayur itu ke mangkuk putih lalu menaruh di meja makan. Dering ponselnya terdengar nyaring di indera pendengaran. Sendok yang akan singgah ke mulut beserta sayur tertunda untuk menerima telepon. Dahinya mengernyit kala melihat nomor yang tak di kenal, namun ia tetap terima telepon itu dengan sopan.

Selamat pagi, Pak Nisfal. Kami dari pihak rumah sakit ingin mengabarkan bahwa pasien yang bernama Jasiyah sedang mengalami masa kritis. Anda diminta kemari untuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

Deg.

Napasnya tercekat ketika suara wanita itu mengabarkan kabar yang tak diinginkan.

Jasiyah kritis lagi? Kenapa bisa? Bukankah kemarin lusa beliau baik-baik saja bahkan menyuruh Nisfal untuk datang ke rumah sakit? Dan Nisfal tidak datang sore itu, bukan lupa atau malas. Namun, ada meeting mendadak.

Jangan-jangan... ah tidak. Nisfal tahu Jasiyah wanita kuat. Jasiyah pasti bisa sembuh dengan kekuatan yang ia miliki.

Baik, terima kasih.

Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Nisfal. Ia sudah kehilangan kata-kata untuk meresponnya. Padahal, niatnya pagi ini ia akan membawakan sayur sup pada Jasiyah. Tapi mengapa Jasiyah mengalami masa-masa yang paling Nisfal benci?

Nisfal menyesal karena kemarin sore ia tidak datang menemui Jasiyah. Benar-benar menyesal.

***

Harap-harap cemas di depan pintu putih yang tertutup rapat. Diri-duduk-diri-duduk. Itu yang dilakukan Nisfal ketika menunggu dokter keluar membawa kabar baik.

Hampir 1 jam Nisfal menunggu, akhirnya salah satu orang dokter keluar dengan keringat yang sedikit bercucuran. Nisfal langsung beranjak, menanyakan kondisi Jasiyah.

"Bagaimana keadaannya, dok?"

"Mari ikut saya, pak. Ada hal penting yang akan saya bicarakan."

Nisfal mengangguk dan mengikuti dokter tersebut. Sesampainya ruangan dokter yang bernama Raihan, Nisfal dipersilahkan duduk. Tak banyak basa-basi, Nisfal langsung menanyakan hal penting apa yang akan dibicarakan.

"Kondisi Mbak Jasiyah semakin memburuk, pak. Jalan satu-satunya yaitu melakukan transplantasi sumsum tulang belakang. Tujuan dari transplantasi sumsum tulang belakang adalah untuk mentransfusikan sel-sel sumsum tulang yang sehat kepada seseorang yang sumsum tulangnya sendiri mengalami kerusakan. Yang menjadi pertimbangannya adalah pendonor tersebut sangat jarang, mungkin bapak bisa membantu untuk mencari pendonornya."

Nisfal diam. Entah harus menjawab apa. Mulutnya kaku untuk berkata, seolah kehabisan tenaga.

"Apa efek sampingnya, dok?"

"Efek samping jangka panjang dari transplantasi sumsum tulang adalah ketidaksuburan atau inferilitas. Berarti pasien tidak akan bisa hamil lagi."

Nisfal menghela napasnya panjang kala mendengar penuturan dokter yang ada dihadapannya.

"Lakukan yang terbaik untuk istri saya, dok."

Mantan istri maksudnya. Batin Nisfal.

Dokter Raihan mengangguk. "Pasti. Kami akan melakukan yang terbaik untuk istri bapak. Selalu berdoa dan memberikan semangat pada istri bapak."

Nisfal mengangguk dan tersenyum kecil. Setelah itu ia pamit undur diri.

Kini, Nisfal berada di samping bangsal Jasiyah. Menatap sendu pada wajah yang pucat pasi. Tidak ada senyuman, tidak ada alis yang bertautan, tidak ada ucapan. Nisfal merindukan apa-apa yang ada pada diri Jasiyah. Tangan kekar Nisfal menggenggam tangan yang sudah kurus. Ia tersenyum kecut.

"Pasti kalau kamu tau saya pegang tangan kamu, kamu akan memarahi saya."

Nisfal melihat cincin kawin yang dulu ia pasangkan ke jari manis Jasiyah dengan ukuran yang pas, namun kini terlihat longgar. Secepat itukah kanker menggerogoti tubuh Jasiyah? Lancang sekali. Penyakit itu mengubah pipi yang dulu terlihat gembil sekarang tirus. Mata yang indah kini terlihat menghitam dibawah kantung mata. Dan bibir yang pink terlihat pucat. Namun, semua itu tidak merubah rasa Nisfal pada Jasiyah. Ia tetap mencintai Jasiyah seperti pertama kali ia mencintainya.

"Tadinya, nanti siang saya akan kemari bawa sup buatan saya. Saya bisa memasak sup dengan resep yang kamu berikan. Rasanya nggak jauh berbeda, bahkan lebih lezat buatan saya. Tapi kayaknya kamu udah kangen saya, kan? Pakai minta sama pihak rumah sakit buat hubungin saya kalau kamu minta ditemenin terus kamu gengsi bilang langsung. Makanya kamu pakai alasan kritis segala. Kamu nggak akan tau gimana reaksi saya. Rasanya mau mati denger kabar kamu kayak gitu." Tutur Nisfal seraya menggenggam tangan Jasiyah. Tidak peduli dengan cercaannya nanti. Yang terpenting, Nisfal tidak mau menyesal untuk yang kedua kali.

"Saya nggak mau kehilangan wanita hebat setelah bunda saya. Kamu bertahan, saya pasti dapat pendonor itu."

Tidak ada respon apapun dari Jasiyah. Wanita itu tetap setia memejamkan matanya. Nisfal pun bungkam seraya berpikir kira-kira adakah pendonor untuk Jasiyah? Pikirannya tertuju pada Rifa, adik Jasiyah. Ya barangkali cocok. Detik itu juga, Nisfal beranjak untuk menjemput Rifa kemari. Sebelum itu, Nisfal menelepon Wawa untuk menemani Jasiyah di rumah sakit.

Dengan rasa bersalah, Nisfal mengecup kening Jasiyah sekilas. "Jangan pernah mengecewakan usaha saya, Nyonya. Maaf lancang."

***

Ambil yang baik buang yang buruk. Ngga selamanya cerita mengandung yang baik2 aja. Cerita ini contohnya.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang