10. Syafakallah, Tuan...

6.4K 475 39
                                    

Banyak-banyak belajar dari kisahnya Rasulullah saja. Bagaimana caranya untuk menghargai usaha seorang wanita.

***

"Nisfal, aku pergi dulu. Cepat sembuh sayang." Pamit Aurel pada Nisfal yang tengah berbaring di kasur empuknya.

Nisfal bungkam, melihat punggung Aurel yang perlahan ditelan pintu. Sudah menjadi rutinitas setiap malam Aurel keluar hanya untuk menyenangi dirinya, menghamburkan uang dan memuaskan nafsunya. Tetapi Nisfal tidak mempersalahkan itu, toh, ia juga sering pergi bersama ketempat yang dimurkai Allah itu.

Kebetulan saja sekarang ia sedang sakit jadi tidak bisa ikut dengan istri pertamanya.

Ketika rasa pusing menyerang dering ponsel Nisfal berbunyi membuat sang pemiliknya mendengus kesal. Ia ambil ponselnya ternyata telepon dari sekretarisnya, katanya ada meeting dadakan penting yang mengharuskan Nisfal hadir. Dengan dipaksakan mau tak mau Nisfal harus datang karena ada rasa tanggung jawab di dalam jiwanya.

Ia duduk sebentar di tepi kasur seraya memijit pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing yang sedang menyerang. Setelah itu, Nisfal bersiap dan menuruni tangga dengan perlahan. Biasanya, Nisfal menuruni tangga dengan berlari tapi kali ini seperti kakek-kakek yang sedang sakit pinggang.

Dari kejauhan, seorang wanita memperhatikan Nisfal yang berjalan seperti itu.

Tumben sekali. Batinnya.

Jasiyah, terbelalak ketika melihat Nisfal yang ingin membuka pintu hampir terjatuh. Dengan tergesa, Jasiyah menuruni tangga untuk membantu Nisfal. Terlihat dari wajah Nisfal sangat pucat, sepertinya ia sedang sakit.

"Ada apa, Tuan?" Tanya Jasiyah yang sudah berada di samping Nisfal seraya memegang lengan kekarnya.

Nisfal diam. Ia berjalan pelan menuju sofa diruang tamu yang dituntun oleh Jasiyah.

Bokong Nisfal mendarat di sofa putih diikuti dengan Jasiyah. Nisfal memejamkan matanya lalu ia bersandar di pundak Jasiyah yang tengah menegang. Terkejut, ia sangat terkejut dengan perlakuan Nisfal secara tiba-tiba. Sebenarnya Jasiyah merasa risih tapi melihat wajah Nisfal yang begitu pucat ia urungkan untuk menyingkirkan kepala Nisfal dari pundaknya. Tanpa mengurangi rasa hormat seorang istri kepada suami, ia membawa kepala Nisfal ke paha Jasiyah lalu ia mengusap kening suaminya yang sedikit mengerut. Tak ada penolakan dari Nisfal.

Jasiyah mengambil-alih tas hitam yang ada digenggaman Nisfal lalu menaruhnya diatas meja.

"Maaf, Tuan. Saya lancang." Ucap Jasiyah ketika membukakan sepatu Nisfal dan menaikkan kaki itu ke sofa. Tetapi posisi Nisfal masih tetap sama, berbaring di paha Jasiyah.

Mata Nisfal terpejam sempurna, sepertinya ia tertidur. Jasiyah tersenyum tipis dibalik cadarnya. Perlahan ia menaruh kepala Nisfal di sofa. Sedangkan Jasiyah berniat mengambil handuk dan air, ia akan mengompres Nisfal seperti yang dianjurkan Rasulullah.

"Panas demam itu berasal dari didihan api neraka Jahanam. Karena itu dinginkan panasnya dengan air".
(HR Bukhari dan Muslim)

Ya, dari hadits tersebut Jasiyah berinisiatif.

Ia sudah kembali dengan handuk dan air untuk mengompres Nisfal. Jasiyah duduk dilantai sedangkan Nisfal di sofa. Dengan telaten Jasiyah menaruh handuk kecil yang sudah basah dikening Nisfal. Badan Nisfal panas, semoga setelah dikompres suhu badannya menurun.

Dibalik Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang