Bel istirahat berbunyi lima belas menit lalu. Adara berlari keluar kelas dan segera menuju kantin untuk membeli air mineral dingin. Dia menerobos antrian dan langsung membayar.
"Nih Mang, mineral satu. Ambil aja kembaliannya." setelah menyerahkan uang selembar sepuluh ribuan dia segera berlari lagi menuju lapangan depan. Tempat dimana pacarnya sedang berduaan dengan tiang bendera dibawah terik matahari yang panas.
Haidar berdiri ditengah lapangan menghadap tiang bendera. Tangan kanannya terangkat memberikan hormat. Peluhnya membanjir, mengalir dari pelipis hingga lehernya. Tanpa mengeluh dia dengan khusyuk memberikan penghormatan pada sang merah putih. Menghayati hukumannya yang diberikan oleh Pak Edi karena terlambat dan memanjat dinding samping sekolah. Tak apa, sudah biasa.
"Dar!" Adara menghampiri Haidar.
"Loh pacar ngapain ke sini?" tanya Haidar setengah kaget.
"Nih minum, kamu bisa pingsan kalo dehidrasi." Adara menyerahkan air mineral dingin yang baru dibelinya dikantin.
"Baik banget pacar gue, tapi kok nggak sekalian sama nasi bungkus? Kan aku juga laper. Mana tadi pagi nggak sarapan."
Adara memasang wajah datarnya, dikasih hati malah minta jantung. Dasar pacar nggak tau diri.
"Bilang makasih kek! Kalo aku jahat mah nggak bakal aku samperin sambil bawain minum."
"Ya udah, makasih sayangku." Haidar mengelus pelan poni Adara sambil tersenyum lebar, "tapi aku bakal sangat berterimakasih kalo ada nasi bungkus."
Tetep aja, ngeselin!
"Kalo gak mau sini minumnya balikkin! Aku minum sendiri!" Adara mencoba merebut kembali air mineralnya.
"Jangan dong, udah dikasih masa diminta balik. Pamali, dosa tau." kata Haidar.
"Panas yang, sana kamu nepi. Nanti skincare rutin kamu sia-sia." Haidar mendorong bahu Adara agar segera meninggalkannya. Lapangan terlalu terik saat ini.
"Nggak masalah tuh," Adara menolak, dia masih ingin menemani Haidar. Cowoknya yang sedang dihukum seorang diri disini.
"Eh, nggak bisa gitu. Krim kamu harganya dua kali lipat spp sekolah kita. Sana minggir." paksa Haidar, "tuh mukanya udah merah, kamu kan ga tahan panas."
"So sweet," Adara tersentuh dengan sikap Haidar yang sangat memperdulikannya. Padahal keadaannya sendiri lebih buruk.
"Ealah, kok jadi baper." Haidar garuk-garuk kepala.
"Kamu dihukum sampe kapan sih? Kasian kamunya udah berdiri kelamaan disini, kaki kamu pasti pegel kan?"
"Jelas pegel, ini malah udah mati rasa saking ga gerak sama sekali," jelas Haidar, "ke kantin aja yuk kita?"
"Hah?"
Haidar menurunkan tangannya, menyudahi penghormatannya. Lalu tangan satunya menarik lengan Adara membawa cewek itu meninggalkan lapangan. Berakhir sudah hukuman Haidar, diakhirinya secara sepihak tanpa persetujuan Pak Edi. Salah sendiri tidak mengawasi.
"Disini panas, kita ke kantin aja yang adem. Banyak makanan juga disana." Haidar mengajak Adara ke kantin.
Di pojok kantin, sekumpulan siswa duduk memutari meja bundar dengan makanan penuh satu meja. Mereka adalah Jimmy, Juno, Saddam dari kelas 12 Ipa 1, Yoshua dari 12 Ipa 2, Chalvin dari 11 Ipa 1, dan Jean dari 10 Ipa 2. Mereka memang kerap berkumpul bersama. Melihat anak-anak sepermainannya sedang berkumpul, Haidar menghampiri mereka.
"Bro, geser." kata Haidar menyuruh Yoshua menggeser duduknya agar dia dan Adara bisa ikut duduk.
"Loh udah kelar hukumannya?" Jimmy bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me, the Sun [TELAH TERBIT]
FanfictionJatuh cinta dengan orang tengil adalah tragedi paling menyenangkan.