Adara berjalan menuju kelas Haidar dengan kedua tangan membawa bekal yang sempat dibuatnya tadi pagi di rumah. Bukan, bukan dia yang memasak, tapi ibunya. Adara hanya membantu sedikit. Mengingat dia bisa menghancurkan seisi dapur jika dibiarkan memasak sendirian, jadi ibunya akan selalu mengawasinya jika dia sudah menginjakkan kaki ke depan kompor. Anak perempuan jaman sekarang memang tidak bisa diharapkan untuk bisa jago memasak, mereka hanya jago memoles wajah dan bermain Tiktok saja.
Adara melongokkan kepalanya mencari sosok Haidar di dalam kelas cowok itu.
"Saddam! Haidar dimana?" tanyanya karena orang yang dicari tidak ada di tempat duduknya dan hanya menyisakan Saddam yang duduk sendirian di bangkunya tanpa teman.
Saddam yang sedang memainkan ponselnya mengangkat wajah, "Tadi keluar sama Wulan. Mojok kali." jawabnya asal, berniat sekali memancing keributan.
Adara mengerutkan keningnya mendengar jawaban Saddam barusan. Haidar, cowok itu, masih suka saja gatel.
Saddam tersenyum puas saat mendapati raut wajah sebal Adara. Asik sebentar lagi akan ada tontonan gratis cekcok retaknya rumah tangga DarDar couple yang katanya legendaris tapi sangat annoying menurut Saddam. Gila apa, sekolah tapi pacaran mulu. Saddam tidak bisa mentolerir hal itu, tidak.
"Bentar lagi juga balik, tadi ke perpustakaan ngembaliin buku paket kok." Jimmy yang baru saja dari toilet berdiri dibelakang Adara, dia tadi sempat mendengar jawaban Saddam. Saddam yang di dalam kelas langsung cemberut begitu keberadaan Jimmy merusak rencana dan tipu muslihatnya untuk meruntuhkan pasangan barbar itu. Bukan DarDar tapi barbar.
"Oh gitu." Adara menjawab paham.
"Gue yang nyuruh mereka berdua soalnya." imbuh Jimmy lagi.
Adara menatap manik Jimmy tajam, "Kenapa harus sama Wulan sih? Sengaja banget ya lo biar Haidar bisa berduaan sama cewek lain?" tuding Adara.
Jimmy memasang ekspresi tak bersalah miliknya, "Gue cuma nyuruh Haidar, eh Wulan-nya mau aja ngebantu. Ya udah, bukan salah gue."
"Cih,"
"Posesif amat si, buk?" Jimmy jadi mencubit ujung hidung Adara yang kembang kempis menahan sebal.
"Kalo nggak posesif gue sama Haidar udah putus dari jaman homo sapiens. Tau sendiri kan Haidar suka banget sama cewek cantik, gatelan tu anak." keluh Adara. Tapi tetap cinta mati dengan cowok gatelan itu.
"Cowok mah wajar kali suka sama cewek cantik, tapi kan Haidar tetep bucinnya ke lo. Santai aja, Haidar kan bukan tipe orang yang nggak setia. Dia setia meski emang matanya rada jelalatan si," Jimmy terkekeh sambil menggaruk ujung pelipisnya.
"Kan gue yang jadinya nggak tenang, Jim!"
"Iya iya," Jimmy masih terkekeh, "tuh anaknya dateng," tunjuknya ke ujung koridor, ada Haidar dan Wulan yang baru saja dari perpustakaan. Mereka berjalan santai sambil bersenda gurau menuju kelas mereka kembali. Entah apa yang diperbincangkan tapi sepertinya seru sekali sampai senyum di wajah Haidar merekah begitu lebar. Seperti sedang syuting adegan FTV anak sekolahan.
"Bahagia banget kayaknya," Adara sambil berdecak tidak suka melihat pacarnya tersenyum begitu lebar saat berbincang manja dengan gadis lain. Tepat di depannya pula. Sungguh bikin sakit mata.
"Marahin Dar, cowok lo gatel." Jimmy mengompor, dia tidak bisa berhenti tertawa melihat ekspresi kesal di wajah Adara. Mungkin arwah tubir milik Saddam sudah merasuki jiwanya.
"Gue nggak bisa marah-marah," saut Adara mengontrol ekspresi wajahnya kembali datar. Pokoknya di depan Haidar harus tetap tenang dan jual mahal. Tidak boleh terlihat kesal, mengingat Haidar tidak suka cewek yang mengekang dan terlalu berlebihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me, the Sun [TELAH TERBIT]
FanfictionJatuh cinta dengan orang tengil adalah tragedi paling menyenangkan.