22. KENCAN

7.3K 1.3K 203
                                    

Haidar baru saja melangkahkan kakinya memasuki ruang tamu ketika Dion menyambutnya pulang dari sekolah dengan berdiri di depan anak tangga sambil melipat tangan di depan dada.

Haidar menyipitkan matanya memandangi Dion sinis, seakan berkata 'ngapain lo?'.

Dion tidak menggubris, selayaknya ibu tiri di sinetron azab dia memandangi Haidar dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu kembali melakukan hal serupa berulang sebanyak dua kali hingga akhirnya matanya berhenti bergerak dan menatap wajah Haidar sebagai destinasi terakhir.

Haidar berdecak, tatapan Dion membuatnya tidak nyaman. Sangat.

"Mau apa? Malak?" tanyanya to the point, "jangan aneh-aneh bang minggir buruan, adek baru aja pulang sekolah capek tau!" Haidar hendak menerobos tubuh Dion ketika sedetik kemudian tubuh besar abangnya itu menghalangi jalannya.

"Buset ni orang, bisu apa gimana? Jawab kek mau lo apa? Jangan ngehalangin jalan orang sembarangan!" Haidar kembali bercuit.

"Jujur," Dion buka suara, "kamu kan yang ngerusak komputer di kamar abang?"  tanyanya guna menginterogasi satu-satunya tersangka yang paling dia curigai. Pasalnya komputer di kamarnya yang jarang dia pakai tiba-tiba saja tidak bisa dinyalakan saat tadi dia hendak menggunakannya untuk mengerjakan tugas. Satu orang tersangka yang langsung terbersit di benaknya seketika itu adalah Haidar.

Haidar membuang tatapannya kesamping, "Komputer abang yang rusak, kenapa malah nyalahin Haidar?"

"Siapa lagi di rumah ini yang pake komputer buat main game kalo bukan kamu?"

"Adek kan punya komputer sendiri di kamar, ngapain juga main game pake komputer abang di kamar abang pula?! Nggak efisien banget!" Haidar mengelak, tidak terima disalahkan abangnya. Ditambah tanpa bukti.

"Komputer di ruang kerja bapak aja kamu install-in game kan? Ngaku? Kemarin bapak bilang komputernya banyak virusnya!" Dion kembali membeberkan beberapa fakta lain yang menyudutkan Haidar sebagai pelaku utama rusaknya komputer miliknya.

Haidar menggosok ujung hidungnya dengan jari telunjuk, merasa hal yang satu ini pernah dilakukannya beberapa waktu lalu, "Kalo yang ini iya bener adek pelakunya. Abis komputer bapak lebih canggih daripada punya adek." aku Haidar malu-malu karena aksinya ketahuan. Padahal dia sudah menyimpan file game-nya di tempat tersembunyi yang bapaknya tidak akan tahu. Tapi ternyata masih saja ketahuan. Ternyata bapaknya tidak bisa diremehkan rupanya.

"Tanggung jawab komputer abang rusak!" Dion menuding adiknya.

"Sumpah bukan Haidar pelakunya! Demi! Kalo komputer bapak iya itu bener Haidar tapi kalo komputer abang nggak tau!"

"Ngaku aja daripada abang rusak balik komputer kamu!"

"ENAK AJA!" teriak Haidar tidak terima, kalo sampai komputernya rusak mau main game pakai apa dia? Laptop tidak asik, apalagi ponsel.

"Siapa lagi si di rumah ini yang bakal ngotak-atik komputer abang kalo bukan kamu? Ya kali ibu? Nggak mungkin."

"Sumpah bang bukan Haidar pelakunya!"

"Nggak percaya tuh!"

"Ya Allah bang nuduh orang suci tanpa bukti dosa besar loh bang! Kata guru ngaji Haidar, Pak Samsuri, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan bang!"

"Abang yakin seyakin yakinnya kamu yang ngerusak komputer abang! Nggak usah ngelak lagi, tanggung jawab buruan! Ngaku!" Dion melotot garang.

"Oh komputer kamu rusak?" Kartika datang dari dapur sambil menenteng gelas jus ditangan kanan. Wajahnya tersenyum bak malaikat baru turun dari kahyangan.

From Me, the Sun [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang