Dion duduk termangu. Pandangannya kosong. Pikirannya sibuk menyalahkan diri sendiri. Bisa-bisanya dia tidak menyadari Iwan berada di balik ini semua?
Setiawan Pratama alias Iwan. Meski bukan teman dekat tapi mereka akrab di kampus. Dion dibodohi orang itu, sebodoh-bodohnya.
"Ha ha." Dion tertawa sumbang. Miris dengan dirinya yang menyedihkan.
Pantas. Pantas saja uang itu dikirim lewat rekening bank Haidar. Dion ingat dia pernah meminta tolong kepada Iwan untuk mentransfer sejumlah uang ke adiknya berbulan-bulan lalu karena Haidar meminta jatah uang jajan padanya dan Dion tidak sempat melakukannya. Mereka tahu rekening adiknya karena dirinya. Dionlah yang menjadi sumbunya. Dion secara tidak langsung menjadi penyebabnya.
Dar ... kalo nanti kamu udah bangun jangan pernah maafin abang.
Dion tidak pantas dimaafkan. Sebagai kakak apa yang telah dia perbuat? Tidak ada. Dia hanya membuat masalahnya memburuk.
Dion adalah pecundang jika dibandingkan dengan adiknya.
Haidar anak yang hebat. Pemberani dan tidak kenal takut. Tidak seperti Dion yang mempunyai banyak ketakutan.
Selain Iwan, satu orang lainnya telah jadi yang paling munafik, orang itu Jek.
Orang bernama Jek itu sama sekali tidak bisa dipercaya. Teganya orang itu menuruti perintah Iwan untuk menyabotase motor adiknya hanya karena takut beasiswanya dicabut?
Padahal dari cerita Mark dan Lukas, orang itu sejak dulu dikenal baik dengan Haidar. Tapi jaman sekarang kenal baik tidak jaminan seseorang tidak akan menusuk dari belakang.
Menyebalkan.
Dion dirundung emosi yang membuatnya menggila. Kenapa dia tidak tahu apa-apa?!
"Sial." Dion mengusap sebelah wajahnya. Dirinya tidak tahan untuk tidak menangis. Selemah itu dirinya. Dia merasa tidak layak untuk menjadi seorang kakak.
Kartika memeluk tubuh Dion dari samping. Ibu itu tahu anak pertamanya amat terpukul. Si sulung sedang terpuruk.
"Jangan salahkan diri sendiri ya, Bang?" Kartika berkata lembut.
"Abang nggak boleh menyalahkan diri sendiri. Sebagai kakak, Abang sudah melakukan semuanya yang terbaik. Adek juga pasti akan sedih kalau Abang terus-terusan menyalahkan diri sendiri. Demi Adeknya Abang, ya?"
Dion tak bergeming. Dadanya bergemuruh hanya untuk memikirkan Haidar. Adiknya yang paling dia sayang. Adiknya yang hanya satu-satunya di semesta.
"Dion nggak pantes jadi kakaknya Haidar, Bu. Dion nggak berguna sama sekali." ujar cowok itu penuh sesal.
Kartika mengusap wajah si sulung pelan. "Nggak boleh bilang begitu. Kamu sudah jadi kakak yang baik, bahkan sejak lama."
"Enggak. Dion nggak becus jagain Haidar."
"Dion ..." panggil Kartika lembut, penuh sayang, "Haidar pernah bilang ke ibu, kalau dia bersyukur sekali punya kakak laki-laki seperti kamu. Dia bilang bagaimana pun wujud dan watak abangnya itu tidak masalah, karena Dion tetap jadi kakak satu-satunya yang Haidar punya. Haidar sayang ke abangnya."
Tangis Dion bertambah deras. Haidar kenapa menyebalkan sekali, sih!
Dion larut dalam tangisannya. Suara tangisnya kian terdengar pilu. Amat menyakitkan.
"Temui adikmu," ujar Kartika.
Dion menengok ke dalam. Haidar sama sekali tidak bergerak satu inci pun dari sejak pertama kali dipindahkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/199583095-288-k130162.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me, the Sun [TELAH TERBIT]
FanficJatuh cinta dengan orang tengil adalah tragedi paling menyenangkan.