Saat pulang sekolah tiba Haidar menghampiri kelas Adara. Niatnya sih ingin mengajak cewek itu pulang sekolah bersama dan mengantar pacarnya yang paling cantik(galak) itu. Rasanya sudah lama ketika terakhir kali dia mengajak Adara pulang sekolah bersamanya. Keliling kota sambil menaiki si hitam kesayangan-- si istri pertama. Berhenti di pinggir jalan barang membeli seblak atau minuman bubble, lalu duduk di trotoar memandangi kendaraan yang berlalu lalang sambil bercerita ini itu.
Saat kelas sebelas dulu mereka berdua sering sekali menghabiskan waktu habis pulang sekolah untuk berpetualang. Mengelilingi seluk beluk kota Jakarta. Mengenali budaya juga kulinernya--karena jajan adalah yang nomor satu. Mengunjungi perpustakaan daerah, taman kota, pasar, kebun binatang, museum, atau hanya duduk sambil menopang dagu memandangi Patung Pancoran sampai hari berganti senja. Hal seperti itu pernah mereka lakukan.
Suatu ketika Adara pernah bertanya kepada Haidar, "Kamu kenapa nggak pernah ngajak aku kencan ke cafe-cafe kayak orang lain si? Kenapa kamu malah ngajak aku kencan ke museum begini? Kamu pikir aku prasasti peninggalan sejarah?"
Tau apa jawaban Haidar? Dia bilang seperti ini, "Dara, kamu tau kenapa peninggalan sejarah harus dimuseumkan? Jawabannya supaya benda peninggalan tersebut terjaga kelestariannya, kemurniannya, juga biar bisa bertahan dalam waktu yang lama. Aku ngajak kamu ke museum juga ada filosofinya, biarpun kita cuma pacaran tapi kedepannya aku berharap cinta kita bisa dimuseumkan. Lestari dan bertahan untuk waktu yang lama."
Adara terkesima. Antara kagum dan geli dengan kalimat Haidar yang sangat gombal. Tapi jalan pikirnya unik, Adara suka. Selalu ada makna dan arti dari semua hal juga tindakan yang Haidar lakukan. Mengesankan.
Kala itu Haidar mengucapkannya dengan tersenyum, lalu seketika menambahkan. "Aslinya sih aku ngajak kamu ke museum biar sekalian kamu belajar. Kata wali kelas nilai mata pelajaran sejarah kamu dibawah rata-rata, makanya daripada ke cafe nggak nambah pintar tapi malah tambah julid karena keasikan gosip, mending juga ke museum biar nambah ilmu."
Saat itu Haidar ingat, Adara memukul lengannya keras hingga rasa sakitnya bertahan lebih dari dua hari.
Kebetulan sekali orang yang digadang-gadang muncul di hadapannya. Adara keluar dari pintu kelas dengan tas gendong di punggung. Wajah cerah Haidar mengembang, lalu melambaikan tangan.
"Hai cantik, pulang bareng sama Abang yuk?"
Adara melebarkan senyumnya, lihat pacar siapa ini yang sangat menggemaskan. "Abang gojek udah lama nunggu ya? Yuk cus anter pulang, Bang."
"Siap cantik, mau Abang jajanin seblak juga nggak?"
"Boleh, sekalian minuman yang ada bobanya ya, Bang?"
"Yeee ngelunjak." Haidar menyentil dahi Adara pelan. Tidak lupa mengusapnya lagi agar cewek itu tidak merasa kesakitan. Lebih tepatnya agar Adara tidak membalas menyentil balik dahinya. Bisa jadi dahinya bolong kalau Adara balas menyentilnya. Jangan lupakan fakta meski cantik Adara ini digolongkan ke dalam spesies sejenis preman.
Canda gurau saling bersahutan sembari keduanya berjalan menuju parkiran dimana Haidar memarkirkan motor besarnya. Haidar yang melemparkan guyonan lucunya ala bapak-bapak facebook, dan Adara yang selalu menanggapi dengan tertawa meski lelucon Haidar tidak lucu alias garing abis. Tapi meski krik-krik, kalau melihat wajah Haidar yang sedang melawak langsung bisa memancing gelak tawa. Memang berbakat jadi pelawak.
Contohnya saja saat Haidar melontarkan lelucon, "Tebak, presenter siapa yang punya kuota banyak dan suka bagi-bagi?"
"Siapa emangnya? Baik amat bagi-bagi kuota. Nggak tau tuh," kata Adara, lalu diam menunggu jawaban benar dari Haidar karena dia tidak tahu siapa si presenter baik hati itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me, the Sun [TELAH TERBIT]
Fiksi PenggemarJatuh cinta dengan orang tengil adalah tragedi paling menyenangkan.