16. BASKET

11.6K 1.7K 260
                                    

Hari selasa adalah jadwalnya bagi kelas 12 Ipa 1 mendapatkan giliran jam olahraga. Pukul setengah delapan mereka sudah berkumpul di lapangan depan membuat barisan rapi melakukan pemanasan. Seragam olahraga yang mereka kenakan terdiri dari atasan berwarna putih lengan pendek dan celana training panjang berwarna biru dongker gelap, ciri khas Garuda.

Pemanasan dipimpin oleh Jimmy dan Juno di depan barisan. Jimmy selaku ketua kelas dan Juno selaku seksi olahraga yang memang berkewajiban memimpin jalannya pemanasan sebelum guru olahraga memberikan materi untuk pembelajaran kali ini.

Yang lainnya mengikuti di belakang menyesuaikan gerakan yang keduanya contohkan di depan.

Haidar menguap lebar-lebar di barisan paling belakang. Awalnya dia berada di barisan tengah depan sendiri, namun karena dia terlalu tinggi dan menghalangi teman sekelasnya yang lain, Saddam dengan hati nuraninya menarik mundur Haidar ke belakang sebelum teman sekelasnya protes. Haidar yang sudah terlalu nyaman di posisinya cemberut karena harus berpindah baris ke deretan belakang yang sudah panas terkena sengat matahari. Jadilah dia si pemalas yang tidak ada semangat sedikitpun untuk mengikuti pemanasan dengan benar. Tubuh tingginya kan bukan salahnya, lagipula kenapa nasib orang yang berbadan tinggi harus selalu kebagian barisan di belakang? Kan Haidar ingin merasakan juga berada di baris terdepan sekali-kali.

"Wa ga pat ma nam ju pan." Haidar menghitung dengan nada malasnya. Dia tidak bergerak sama sekali.

Jimmy memberikan tatapan sengit kepada Haidar dari depan. Seakan memperingatkan kepada cowok itu untuk sekali saja bersungguh-sungguh melakukan pemanasan. Sebagai ketua kelas melihat Haidar yang tanpa niat melakukan pemanasan seperti itu membuat Jimmy sedikit kesal, merasa kurang dihargai. Awas saja kalau sampai ototnya selip saat olahraga nanti, mampus dia. Jimmy akan tertawa paling keras.

"Oke, anak-anak cukup pemanasannya!" Pak Rizal selaku guru olahraga memberikan instruksi dengan sekali tepukan tangannya yang keras, "kalian bentuk lingkaran kecil, boleh sambil duduk. Bapak mau menerangkan dulu materi hari ini." lanjut Pak Rizal, guru olahraga tampan yang masih muda. Umurnya baru kisaran dua puluh lima tahun. Kebetulan belum menikah dan jomblo, sehingga memiliki banyak penggemar dari kalangan siswi.

"Kakinya lurusin kalo duduk ya." imbuh Juno memberitahukan kepada teman-temannya yang lain.

"Iya, Juno. Makasih loh udah ngingetin." anak cewek satu kelasnya jadi meleleh diperhatikan oleh Juno seperti itu. Padahal kan Juno mengingatkan untuk semuanya.

"Iya sama-sama." Juno membalas dengan senyum manisnya. Hati siapa yang tidak bergetar melihat senyum seorang Juno Aryana.

"Senyum lo manis Jun, jangan keseringan ya? Nanti gue diabetes." celetuk salah satu cewek sekelasnya.

"Masih manis gue." gumam Haidar lalu duduk di atas paving dengan melipat kedua kakinya.

"Buat apa manis kalo udah ada yang punya?" sewot cewek tadi, namanya Maya. Memang rada ceplas ceplos anaknya, tidak malu-malu. Mungkin karena sudah terbiasa menjadi bendahara kelas, yang wajib galak saat menagih uang kas kelas.

"Lagian kalo gue jomblo, mana mau gue sama lo." balas Haidar telak membuat Maya memukul lengannya keras.

"Tenaga lo kuli juga ya, May." ledek Haidar sambil mengusap lengannya yang kena pukul Maya.

Maya mendelik tajam, "Emang cewek nggak boleh punya tenaga kuat?"

"Boleh kok, emang siapa yang bilang nggak boleh? Nggak ada kan?" Haidar terkekeh, lalu menjulurkan lidahnya puas karena Maya kehilangan akal untuk membalasnya.

"Jangan diladenin lagi, May. Haidar emang ngeselin." Juno duduk di antara Maya dan Haidar. Untuk mengantisipasi pertikaian lebih lanjut.

"Iya Jun, mending juga gue ngomong sama lo. Siapa tau bisa cocok." Maya mengerlingkan matanya genit. Juno tidak menjawab hanya mengulas senyum.

From Me, the Sun [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang