Sore yang tenang. Matahari bersinar dengan warna jingga di ufuk barat. Bersiap tenggelam di peraduan malam. Menjemput petang, menghantar gelapnya gulita menyambut bulan dan bintang. Kala itu Haidar dengan riang baru saja selesai memarkirkan motornya di garasi. Perlahan membuka pintu rumah dengan tidak lupa mengucap salam.
"Assalamualaikum!"
"Ibuuuu pangeran pulang dari sekolah niiiiih!!" tidak lupa dengan pekiknya yang mengundang gemuruh seisi rumah.
Sang ratu rumah berjalan tergopoh dari depan tv menuju ruang tamu menghampiri putra bungsunya. Yang katanya baru pulang sekolah tapi wajahnya cerah ceria seperti tidak mendapatkan satu ilmu apapun setelah seharian terkurung belajar di dalam kelas.
"Wajahnya seger amat, nak? Kamu beneran abis sekolah kan bukan abis dugem?" Kartika mengulurkan tangan kanannya, "gih sungkem dulu, salim sama ibu tanda welcome home."
"Mana ada dugem! Adek belajar sungguh-sungguh loh Bu!" sangkal Haidar sambil mengecup punggung tangan ibunya.
"Abisnya kalo abang kamu pulang kuliah mukanya suntuk banget udah kayak mahasiswa kebanyakan disuapin ilmu. Lah kamu pulang sekolah bahagia terang benderang begini, jadinya kan ibu sangsi." Kartika merangkul putranya sembari berjalan beriringan menuju ruang tengah kembali.
"Itu tandanya ilmunya terserap dengan baik di kepala Haidar, Bu! Kalo abang berarti ilmunya tumpah nggak masuk kepala, alias abang itu bodoh."
"Hust!," Kartika menoel pipi si bungsu, "Nggak boleh bilang begitu. Abang kamu itu cerdas cuman memang butuh usaha lebih aja. Beda sama kamu yang meskipun belajar sambil merem ilmunya tetep nyantol di otak. Nggak boleh bilang begitu sayang, ibu nggak suka dengernya." Kartika menasehati. Terlebih dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Ini Haidar loh, bukan Dion. Entah kenapa Kartika juga tidak tahu alasannya, namun jiwa keibuannya sore ini tumbenan feelnya sangat lembut nan soft untuk Haidar.
Layar televisi menyala, masih menayangkan adegan artis India sedang saling pandang satu sama lain tanda episode kali ini akan segera berakhir. Dan benar saja satu menit kemudian kata 'bersambung' tertulis italic di pojok kiri bawah layar televisi.
Haidar mengambil remote di atas meja. Mengganti salurannya dengan acara kegemarannya, yaitu bukan lain dan tidak bukan Upin dan Ipin.
"Asikkk episode baru! Jarjit main layangan!" serunya kegirangan.
Kartika geleng kepala, pasrah dengan selera kekanak-kanakan anaknya yang satu ini. Ketika anak tetangganya yang lain yang juga masih SMA gemar menonton serial Netflix yang sangat kekinian itu, disini anaknya yang paling ganteng sejagat raya tergila-gila dengan sosok Jarjit dan Mail dari sekolah Tadika Mesra. Paringono sabar duh gusti agung, hanya itu yang bisa Kartika rapalkan dalam hati.
"Dek," panggil Kartika mengalihkan atensi Haidar dari layar televisi.
"Dalem, kenapa?"
"Ibu ada hadiah," kata Kartika sok misterius. Haidar langsung mengembangkan senyum tanda dia sangat antusias. Jarang-jarang kan ibunya kasih hadiah. Biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun saat hari ulang tahunnya saja.
"Apa? Haidar suka hadiah!"
Kartika mengeluarkan box persegi panjang dari balik punggungnya ke depan wajah Haidar, "Tadaaa! Hp baru!"
Sebuah box bergambar ponsel dengan merk Apple disodorkan ke arah Haidar. Cowok itu kebingungan. Tapi kedua tangannya menerima haidah yang ibunya berikan.
"Kok hp?" tanya Haidar.
"Iya, kan hp kamu rusak. Jadi ibu beliin hp baru. Merk dan modelnya sama persis kaya hp kamu yang sebelumnya. Warnanya juga merah, suka kan? Pasti kamu terharu? Iya kan? Ibu baik banget kan, Dek??" Kartika cekikikkan sendiri. Merasa bangga. Ibu mana yang sebaik dirinya di dunia ini? Tidak ada, hanya satu yaitu dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me, the Sun [TELAH TERBIT]
Fiksi PenggemarJatuh cinta dengan orang tengil adalah tragedi paling menyenangkan.