Bismillah untuk cerita baru . . . .
*****
Suara ombak dan aroma laut bisa dirasakan dari tempat Oska berada saat ini.
Kolam renang rumahnya.
Tangannya terlentang seiring dengan dadanya yang bergerak, menghirup udara dan mengeluarkannya secara teratur. Dengan mata terpejam, tangannya turun berkacak pinggang. Menjatuhkan kepalanya ke kanan dan ke kiri beberapa kali.
Sekali lagi Oska meregangkan otot, lalu memastikan celana kolornya sudah pas melekat di pinggang.
Byuurrr.
Tubuh jangkung itu menukik terjun ke dalam air. Mengusik ketenangan air kolam seluas 8 m x 4 m itu.
Di bawah air, tubuhnya begitu lihai mengelilingi kolam, sesekali kepalanya muncul ke permukaan, mengibaskan rambut layaknya pemeran iklan shampoo. Kemudian menenggelamkan diri lagi, berenang lagi.
Sejak sebulan kepulangannya ke Indonesia, berenang menjadi kegiatan rutin disaat langit Bali sering mendung.
Berenang. Olahraga favorit Oska sejak SMA, tapi tidak untuk seseorang.
Gerakannya berhenti seiring setengah tubuhnya muncul ke permukaan. Setelah menyugar rambut, tangannya bersandar di tepi kolam, menatap kearah laut lepas. Dadanya masih bergerak naik turun, membiarkan air menetes dari rambut, turun ke hidung sampai ke dagu, jatuh mengaliri tubuh berisi yang mengkilap karena basah.
"Belum mau keluar kolam?"
Oska tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa orang yang bertanya. Sudah pasti bidadari cantiknya. Mama.
Ia kembali masuk ke air, memamerkan keahlian berenangnya. Kemudian berhenti dimana Mama sudah berjongkok di tepi kolam dengan handuk bersih di tangan.
"Heum, wangi banget." Oska tersenyum setelah menghirup parfum Mama yang terbawa angin. "Mamaku udah cantik banget. Mau nyambut pujaan hati pulang kerja ya."
Mama tersenyum lebar, mengacak-acak rambut basah Oska. "Sebentar lagi hujan. Naik, yuk."
Oska mencium tangan lentik itu sebelum menaiki tangga kolam. Ia usap-usap rambutnya dengan handuk lalu dililitkan ke pinggang. Sekali lagi Oska terima pemberian dari Mama—segelas jus jeruk.
"Aisss ... Mamaku sayang yang cantiknya tiada tara sejagad raya emang paling the best. Pasti jus ini segernya kayak wajah Mama yang semakin berumur semakin makmur."
Mama menepuk lengan Oska. "Apaan, sih, Dek, nggak nyambung banget. Bilang aja Mama udah tua."
"Siapa yang berani bilang Mamaku udah tua? Mama itu wanita tercantik dan terawet muda di dunia. Thanks, Mom."
Mama terkekeh menerima ciuman pipi Oska. Anak bungsunya yang dulu pendiam ini sekarang rajin sekali menggombal. Sekali lagi Mama acak-acak rambut basahnya sebentar, diusapnya sisa air di wajah Oska dengan sayang. "Buruan mandi. Mama udah bikinin sup jamur sama udang kukus kesukaan kamu."
Melihat Mama akan masuk rumah, Oska buru-buru memanggilnya. Senyum Oska sudah redup. Wajah jahilnya lenyap entah kemana, berganti dengan tatapan seperti sedang menimbang sesuatu di pikirannya.
"Kenapa, Dek?"
Anak itu terdiam beberapa saat, memandangi Mama lekat. Ia minum jusnya lalu duduk di kursi santai. Mama ikut duduk, meremas bahunya lembut dengan tatapan seolah bertanya Oska-kenapa.
Oska menghela napas pendek, secepatnya ia harus mengatakan ini. "Aku mau bebas, Ma." Tidak perlu menjadi ilmuan jenius untuk mengetahui alasan senyum Mama perlahan meredup dengan kening mengerut. Dia pasti tahu maksudnya.
"Aku semakin nggak nyaman dengan keberadaan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
General Fiction"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...