YAMAZA - BAB 7

929 95 11
                                    

Upacara selesai. Murid-murid akhirnya bisa bernapas lega. Bukan hanya karena bebas bergerak setelah mendengar pidato panjang dari Polda di tengah teriknya matahari, tapi kebiasaan para guru yang melakukan rapat setelah upacara lah yang menjadi alasan utama.

Para siswa mempunyai banyak waktu sebelum pelajaran dimulai. Yang belum sarapan bisa mengisi perutnya di kantin, yang belum mengerjakan PR punya banyak waktu untuk mengerjakan atau mencontek.

Dan waktu bebas ini Sachie manfaatkan untuk mencari Ruby. Ia letakkan semua atribut PMR, bergegas meninggalkan anggota lain yang masih sibuk di ruang UKS.

Biasanya para petugas upacara akan berkumpul di depan ruang perlengkapan setelah upacara selesai, sekedar untuk evaluasi. Dan Ruby pasti ada disana.

Sampai di tempat yang dituju, Sachie mendengus, ternyata Ruby tidak ada. Kata salah satu anak, dia tidak ikut berkumpul karena ada urusan dan harus kembali ke kelas.

Urusan apa? Nggak mungkin kan dia sibuk mencontek PR atau keliling sekolah untuk tebar pesona? Apa mungkin, Ruby tahu kalau Sachie akan menyusul kesini, makanya menghindar? Tapi nanti kan mereka juga pasti bertemu di kelas.

Anak itu juga bilang Ruby menggantikan tugas Putu Gede karena dia sedang radang tenggorokan. Tapi semua itu belum cukup melegakan Sachie. Ruby tidak mungkin menerima tawaran begitu saja, pasti dia sengaja menghindari Sachie.

Tak mau membuang waktu dengan kebanyakan berpikir, Sachie memilih segera menyusul. Sebelum ke kelas, langkahnya belok kearah kantin. Sachie akan membelikan air mineral dan permen jahe. Bukan sebagai sogokan agar lebih mudah mendapat maaf. Tadi Ruby teriak-teriak di lapangan, tenggorokannya pasti sakit. Dan hal terakhir yang ingin Sachie lihat adalah Ruby sakit.

Sachie tersenyum memandangi plastik belanjaannya saat memasuki kelas. Langkahnya terhenti seiring senyumnya yang memudar, melihat Ruby duduk sambil meletakkan kepala di atas meja, dengan satu tangan sebagai bantalan. Sachie hanya bisa melihat rambut panjangnya karena dia menghadap kearah tembok.

Byby kenapa?

Mata Sachie melebar. Jangan-jangan Ruby sakit setelah teriak-teriak di bawah terik matahari. Atau yang lebih parah, Ruby demam karena kepikiran dengan kelakuan tak tau dirinya.

Nggak. Byby nggak boleh sakit.

Sachie segera berlari menuju meja mereka. Kurang dari dua meter, langkahnya terpaksa terhenti saat mendengar bentakan Ruby.

"Jangan mendekat!"

Sachie membatu. Wajahnya tegang seperti sedang menahan kentut di ruang rapat.

Padahal Ruby tidak melihatnya, dari mana dia tahu kalau Sachie sedang mendekat? Jangan bilang Ruby ada keturunan Mama Lorent.

Sachie menjilat bibir, Ruby sedang marah. Itu artinya ia harus main cantik, tidak boleh alay. Oke sip.

Sachie menghela napas dalam, mencoba maju satu langkah—

"Gue bilang, stop! Kuping lo budek, ya?"

Ngik—satu kaki Sachie diam, mengambang di udara. Mulutnya terbuka tertutup dengan napas tertahan.

"Seinci aja lo berani maju, siap-siap kita musuhan selamanya."

Sachie tidak kuat menahan napas. Ia tidak punya pilihan lain. Sachie akhirnya menarik satu kakinya lagi sambil mengeluarkan napas hati-hati. Takut-takut Ruby mendengar hembusannya, bisa-bisa kursi dan meja melayang.

Sachie ingin berpegangan pada meja, tapi—

"Jangan sentuh, Bego! Deket-deket aja gue larang, apalagi nyentuh!"

Starlight for YamazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang