"No, Papa, no." Berjalan di samping ayahnya, Ruby merengek seperti anak kecil menolak diajak ke dokter gigi.
Izanagi tetap menaiki tangga menuju bangunan tiga lantai.
Tangan Ruby akhirnya berhasil menahan lengan ayahnya. "Warnain rambut itu lama, Papa."
"Nanti Papa belikan makanan agar kamu tidak bosan."
"Nggak mau."
"Papa temani sampai selesai."
"Papa jangan maksa."
"Papa hanya ingin memanjakan putri Pap—"
"Aku kangen Papa."
"..." Izanagi terperangah. "Kamu ... kangen Papa?"
Ruby terdiam sebentar. "Banyak yang mau aku lakuin sama Papa hari ini. Dan salon cuma akan menghabiskan waktu kita."
Izanagi memandangi punggung putrinya yang berjalan menjauhi salon, sebelum akhirnya mengikuti sambil tersenyum. Diam-diam terharu melihat sikap Ruby, mengingatkannya pada Ruby kecil yang manja dan terbuka. Walaupun masih terlihat sedikit gengsi.
Izanagi merangkul Ruby, sesekali menggodanya. Gadis itu sempat cemberut. Namun tidak lama senyum itu terkembang lagi setelah mendengar tawaran traktiran eskrim.
Sambil melompat-lompat, Ruby menarik lengan ayahnya menuju outlet McDonald's.
"Papa, aku mau Lychee Waffle Cone, tambah kentang goreng sama burger juga ya."
Izanagi mengusap rambut Ruby. Bayi kecilnya ternyata masih sama, bisa lupa segalanya setiap kali melihat makanan enak.
Dua nampan penuh sudah memenuhi meja mereka. Izanagi memperhatikan Ruby sambil menikmati chicken stick miliknya dengan gerakan perlahan. Anaknya itu seperti belum makan seabad, lahap sekali.
"Byby lapar?"
"Heemmm." Pipinya menggembung penuh makanan. Lalu menunduk malu saat jari Izanagi mengusap saus yang belepotan di sekitar bibir.
Mungkin dia lapar setelah mengunjungi makam ibunya, belanja dan jalan-jalan.
Tidak apa-apa.
Sudah lama sekali rasanya Izanagi tidak menikmati pemandangan indah seperti ini. Apapun yang dilakukan Ruby, akan terus ia perhatikan. Kali ini ia tidak akan melewatkan putrinya lagi.
Melihat arah pandangan Ruby, Izanagi segera mendorong gelas fanta miliknya, yang segera diterima Ruby dengan mata berbinar. Lucu sekali ekspresinya.
"Fabian impact begitu kuat ya. Ternyata hanya butuh bocah polos penyuka susu cokelat itu untuk mengembalikan 'bayi' Papa. Nanti setiap awal bulan Papa akan mengirim jatah susu cokelat ke rumah kalian."
"Mau sampai kapan Papa godain aku?"
Izanagi menatap Ruby yang sibuk membersihkan tetesan fanta di sekitar bibir, menerawang ke masa lalu. Rasanya baru kemarin ia menggendong bayi merah yang setiap hari mengajak orang tuanya begadang, sekarang sudah mau jadi milik orang saja.
"Jangan, Pa. Jangan."
"Hmm?"
"Tatapan Papa." Ruby menjeda makannya. "Aku tahu apa yang Papa pikirkan. Enggak boleh sedih-sedihan, hari ini kita harus senang-senang. Pernikahan nggak akan merubah apapun. Aku akan tetap sering mengunjungi Papa."
"Setelah menikah, tanggung jawab utama kamu itu suami. Fokus saja dengan kehidupan baru kalian di sini. Jangan pikirkan Papa." Ia usap-usap puncak kepala Ruby. "Terus seperti ini ya, jadi bayi Papa yang selalu tersenyum bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
General Fiction"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...