BAB - 1

1.9K 131 52
                                    

Delapan tahun sebelumnya....

---------------------------------------

"Udahan dong ngambeknya, Beb. Ini aku beliin siomay Bang Tono kesukaan kamu. Aku sendiri loh yang nuangin sambel kacang, ditambah bumbu cinta."

"Bumbu cinta? Pret. Cinta kok selingkuh."

"Berapa kali aku bilang ... aku nggak selingkuh."

"Dan berapa kali juga gue harus bilang ... jangan pernah panggil gue Bab Beb Bab Beb lagi. Kita udah putus sejak detik gue liat tangan lo ngerangkul si Dada Abis Kesengat Tawon itu."

"Kamu salah liat Beb—"

"Salah liat gundulmu."

Cowok itu menahan tangan kekasihnya—mantan, menurut si cewek. "Kamu mau kemana? Dengerin penjelasan aku dulu."

"Ssssttttt."

Mereka melihat para siswa penghuni perpustakaan merasa terganggu.

"Lepas. Lo nggak liat kita jadi tontonan."

"Kita harus bicara."

"Lepas!"

"Enggak!"

"Ssssttttt....!!!" Sampe muncrat.

Pengunjung perpus semakin kesal karena 'keributan rumah tangga' ala ala itu belum juga mereda.

Oska yang duduk di kursi ujung, menghela napas cepat. Diliriknya jam tangan, lima menit lagi bel masuk berbunyi, tanda istirahat selesai.

Ia tutup buku ensiklopedia, menaruhnya kembali di rak. Berjalan santai melewati Gundul Tukang Siomay dan Cewek Yang Tidak Mau Dipanggil Beb.

Entah sampai kapan prahara cinta monyet itu berakhir, Oska tidak peduli. Tidak kenal ini. Tapi dari seragamnya yang terlihat baru, sepertinya anak kelas X.

Dari perpus, Oska harus melewati toilet untuk sampai kelas. Langkahnya memelan ketika melihat seseorang membungkuk di depan toilet. Satu tangannya berpegangan pada dinding, sesekali memukul frustasi. Tangan lainnya lagi memegangi perut, meremasnya kuat.

"Hei."

Gadis yang rambutnya dikuncir kuda itu mendongak. Beberapa detik mata Oska mengamati dari atas sampai bawah, seperti alat scan barcode yang digunakan kasir swalayan.

Kulit gadis itu putih. Walaupun tidak dengan posisi berdiri sempurna, tapi badannya lumayan tinggi, bibirnya kemerahan tanpa pecah-pecah—yang Oska yakini bawaan dari sana, bukan karena polesan lipstick—rambutnya hitam lurus, matanya bening dan agak sipit. Fisiknya mirip orang Jepang.

Oke. Pengamatan selesai.

Dari mata, gantian bibir yang melakukan tugas sosial.

"Kamu kenapa?" tanya Oska akhirnya.

Gadis sipit itu tidak menjawab, kembali menunduk. Wajahnya terus meringis, menggigit bibir bawah.

"Kamu sakit?" Oska masih penasaran.

"Bukan. Gue lagi main bekel."

Jawabannya yang bersamaan dengan ringisan, membuat Oska tidak terlalu jelas mendengar. "Hah? Keselek bola bekel?"

" ... "

"Tapi—" Lirikan tajam gadis itu sukses membuat Oska menghentikan ucapan.

Gadis itu mendesah kesal, memejamkan mata. Siapapun elo, mending pergi sekarang juga dari pada gue makin—

"Em—yang sakit perut kamu ya?"

F*#@#$%*#?!!! "Menurut lo aja! Gue keliatan lagi kesakitan atau lagi nari Poco-Poco, Junaediii?!"

Starlight for YamazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang