Bias cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar, mengusik kelopak mata Ruby. Ia mengerjap berulang kali untuk melihat sosok samar yang duduk di tepi ranjang. Dia datang lagi dalam mimpinya.
"Selamat pagi."
Sosok itu kini bersuara, tidak hanya tersenyum seperti yang dia lakukan sebelumnya.
Senyum Ruby menghilang. Ia senang melihatnya, namun tidak melalui mimpi. Ruby ingin melihatnya secara nyata, memastikan kondisinya baik-baik saja, dan bertanya; kemana saja kamu semalam?
Kamu nggak mikirin aku? Apa kamu tahu semalaman aku meringkuk di karpet dan akhirnya ketiduran karena kelelahan menangis?Ruby disini menunggu dan mencemaskan dia. Dan dengan pengecutnya, dia hanya datang melalui mimpi? Keterlaluan.
Ruby kembali memejamkan mata. Ia marah.
"Bayi."
Silakan saja keluar masuk ke dalam mimpi, Ruby tidak akan menyambut apalagi menyapa. Kecuali—
"Kamu nggak berubah ya, kalau tidur kayak mayat. Atau lagi cosplay jadi Putri Tidur yang akan bangun kalau dicium Pangeran? Oke."
Lalu kecupan singkat itu mendarat di pipinya. Ruby terlonjak bangun dan menemukan Oska terkekeh di tempatnya.
"Manja banget sih harus dicium dulu biar—Awwhh!" Oska membekap hidungnya yang ditarik Ruby, lalu menghindar saat bantal guling melayang di wajahnya. "Aduuhh! Bayi, jangan KDRT dong, muka aku masih memar."
Ternyata ini bukan mimpi. Ruby membanting gulingnya kesal. "Dari mana aja kamu?!"
"Aku—"
Oska berjalan mundur seiring Ruby yang bergerak maju. Tatapannya tajam dan mengintimidasi.
"Kamu pergi ninggalin aku. Kemana?"
Oska menelan ludahnya. Kalau jawab pasti Ruby marah karena ia sudah pergi tanpa pamit, tapi kalau tidak jawab pasti lebih marah dan akan terus mencecarnya. Apes banget. Maju kena, mundur kena.
"JAWAB! Kamu kemana?! Kelab malam? Warung remang-remang? Atau hotel melati?"
Kekesalan itu terpampang nyata di wajah Ruby, tapi Oska juga melihat ada kekhawatiran di matanya. "Ngg—kafe hotel ini."
Kaki Oska sudah menabrak sofa tapi Ruby masih saja maju. "Jangan bilang lanjut menginap di sini juga?"
"Kok kamu tahu?"
Ruby terbelalak.
"Bayi—"
Ruby menepis tangan itu. "Cewek beruntung mana sampai dapat perlakuan spesial?" Semua orang tahu semewah apa hotel ini.
"Hah?"
"Nggak usah sok polos. Pasti disana ada cewek cantiknya, kan?"
"I—iya, ada. Tapi—" Pandangan Oska secara otomatis turun. Pergerakan Ruby sebelumnya tak sengaja membuat sesuatu terbuka. Mata Oska membesar, tenggorokannya semakin kesusahan menelan saliva.
"Kamu nggak tahu sekeras apa aku belain kamu di depan kakek."
Oska mengerjap. Dibalik kancing kemeja yang terbuka itu, ada setan yang seolah sedang menari-nari mengundang roh pria dewasa di tubuh Oska agar mendekat.
"Kemarin kamu jadikan aku perempuan paling bahagia di dunia, seolah-olah kamu udah cukup dengan aku. Ternyata semua itu bohong. Bahkan di Swiss, kamu—jangan nunduk! Lihat mata aku." Ruby mengangkat dagu Oska dengan telunjuknya. "Berapa banyak cewek yang udah kamu kasih janji manis kayak yang kamu kasih ke aku, heuh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
Ficção Geral"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...