"Jangan pancing emosi gue lagi, Bian!"
"Saya nggak lagi mancing emosi. Saya cuma nanya, Mbak Ruby mau jus rasa apa? Jambu, jeruk, alpukat, wortel atau apa? Trus makannya, mau mie ayam, baso, soto, siomay atau—"
Ruby geregetan setengah mampus. "Fabiaaan~" ditariknya lengan Oska agar berhadapan.
"YA?"
Dijawab lagi. "Dalam keadaan kayak gini, buat minum aja gue males, apalagi makan. Gue mau diajak ke kantin karena pengen tau rencana lo buat Sachie itu apa? Itu aja."
"Tapi saya haus."
"Lo—" Ruby ternganga. Kemana cowok yang tadi menatapnya tajam penuh keyakinan, memintanya percaya bahwa masalah Sachie bisa diatasi. Kenapa sekarang Oska kembali jadi cowok muka polos khas anak mama minta dibeliin eskrim cone begini?
Dengan polosnya, Oska kembali menyapu pandangan pada banner menu. Saat ini mereka memang ada di kantin sekolah. Perdebatan di parkiran cukup menarik perhatian para siswa lain, mau tidak mau Oska mengjaknya kesini.
"Kalau nggak mau makan, kita ngobrolnya sambil minum nggak pa-pa kan? Saya benar-benar haus, Mbak. Botol minum saya ketinggalan di lapangan."
Ruby menghela napas cepat, memijit pelipisnya sambil menunduk. Untuk kesekian kalinya, si Anak Mama memaksanya memperpanjang kesabaran. "Terserah."
Dengan wajah tak berdosa, Oska tersenyum lebar. "Kalau gitu, Mbak saya pesankan jus alpukat aja ya. Mau?"
"Noooo~" Ruby reflek mengangkat kepala dan tangan, lumayan mengagetkan Oska. "Gue benci avocado."
"Oh—oke. Mbak nggak suka alpukat, oke. Trus sukanya apa?"
"Mangga."
Oh mangga, tapi— "Mangga lagi nggak musim Mbak."
"Ya udah, melon."
"Melonnya habis."
"Kalau gitu, buah naga."
"Buah naga kosong, lagi mahal."
Ruby menoleh kesal. "Lo itu siswa kelas 2 SMA atau S3 marketing tukang jus, sih?"
"Saya cuma baca tulisan yang disana. Tuh."
Ruby mengikuti telunjuk Oska yang mengarah pada tulisan tangan di kertas karton di atas meja tukang jus, berisi daftar buah yang masih tersedia dan yang tidak ada. Demi mesin pembuat jus tua yang suaranya berisik sekali, Ruby tidak habis pikir, kenapa buah-buahan juga ikut-ikutan membuatnya kesal?
"Gimana kalau jus jambu? Biar bikinnya cepat karena saya juga akan pesan itu."
Ruby mengangguk. Dari pada kelamaan.
"Mbak Ruby beneran mau jus jambu?"
"Hmmm."
Senyum Oska terbit lagi bagai mentari pagi. "Itu kesukaan saya lho, Mbak. Mama saya suka bikin—" lirikan Ruby menghentikan ocehannya. "—baik, saya pesan sekarang. Mbak tunggu disini ya. Silakan duduk, Mbak." Oska menarik satu kursi sebelum berlalu.
Pandangan Ruby mengikuti langkah Oska, saat cowok itu menoleh, Ruby langsung memalingkan wajah dan memilih duduk di kursi yang disediakan.
Setelah berbalas pesan dengan Raiden, Ruby menggeser layar ponsel, berharap menemukan sesuatu yang ia cari, tapi tidak ada.
"Udah sampai jam segini Sachie belum chat juga. Kemana dia?"
"Mungkin kuotanya habis." Oska datang membawa dua cup jus, duduk di sebelah kursi Ruby. "Tadi pagi Sachie bilang hampir, bisa jadi sekarang udah habis beneran. Minum, Mbak."
![](https://img.wattpad.com/cover/205886463-288-k531898.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
General Fiction"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...