YAMAZA - BAB 20

950 106 86
                                    

Untuk membaca part ini, disarankan sambil mendengarkan lagu Rossa – Jangan Hilangkan Dia.

Hahahaa.

Selamat membaca.

*****

Kata orang, perasaan tertarik pada seseorang hanya akan bertahan sekitar empat bulan. Setelah itu, kemungkinannya ada dua; bosan sampai akhirnya lupa dan kembali biasa saja, atau terus teringat yang menandakan perasaannya sudah naik menjadi cinta.

Jika diberi pilihan, Ruby memilih opsi pertama, menghentikan semuanya hanya pada level tertarik.

Jatuh cinta saat duduk di bangku sekolah tidak pernah masuk dalam bayangan atau mimpinya sekalipun. Baginya, anak sekolah itu tugasnya belajar. Masa sekolah seharusnya diisi dengan kegiatan meraih mimpi, atau main bersama sahabat.

Bukannya memikirkan cinta-cintaan. Apalagi Fabian.

Hah?

Ruby tersentak. Kenapa jadi ke Oska? Kewarasannya benar-benar dipertanyakan.

Sejak perjanjian konyol ala Sachie itu, semua berjalan biasa saja. Normal layaknya persahabatan pada umumnya. Makan bersama di kantin, ngobrol ringan setiap jam istirahat—walaupun Oska beda kelas dan harus menghampiri dua sahabatnya di kelas sebelah. Saat ada urusan di luar sekolah, seperti membeli buku atau keperluan praktikum, sesekali Ruby akan meninggalkan Vesby di rumah untuk bergabung dengan Sachie ikut mobil Oska.

Mengobrol dan bercanda sudah menjadi kebiasaan tanpa rasa canggung. Semua terasa menyenangkan.

Sachie Sang Happy Virus tak pernah kehabisan bahan. Masalah penting atau tidak penting, sampai masalah dirinya yang dikejar-kejar induk ayam karena iseng menjahili anak-anaknya yang sedang makan dan akhirnya dijewer nenek. Kadang Oska maupun Ruby sampai bingung bagaimana menanggapi, yang biasa mereka lakukan hanya tertawa dan mengikuti alur dialog absurbnya. Karena kalau tidak ada bocah sableng itu, akan terasa sepi.

Oska yang pendiam sekarang lebih ekspresif, apalagi saat kelas XI mengadakan Study Tour ke Malang setelah ujian kenaikan kelas. Sejak awal diumumkan dirinya satu bus dengan kelas kedua sahabatnya, Oska tidak berhenti menyuarakan antusias. Sepanjang jalan Sachie harus memukulnya beberapa kali karena jengah mendengar kalimat Oska yang berbunyi; aku pernah ke Malang tau, tapi ternyata rasanya beda kalau kesini sama teman-teman, dan bla bla bla.

Ruby harus rela jadi pendengar perdebatan mereka. Untung dia membawa dua sachet Dancow bubuk. Sambil mendengar, sambil menyemil. Dan iya, Ruby tidak malu lagi mengakui kebiasaan uniknya, menyemil bubuk Dancow.

Saat memetik buah apel di Kusuma Agrowisata, keributan belum berakhir. Beberapa kali Ruby melihat keduanya berdebat tidak penting. Entah Sachie yang selalu protes setiap kali fotonya terlihat jelek—menurutnya—atau Oska yang sengaja menaikkan tangkai apel agar Si Body Yakult tidak sampai menjangkau apel yang ingin dipetik. Ruby memilih fokus memenuhi keranjang dari pada meladeni keributan dua bocah itu. Tanpa tahu salah satu keributannya adalah peringatan Sachie agar Oska tidak terlalu petakilan dan melupakan kondisinya.

Namun, Sachie tidak bisa mencegah Oska yang tiba-tiba berlari panik setelah mendengar teriakan Ruby dari kejauhan. Buah apel petikan gadis itu terlihat berserakan dimana-mana.

Dengan napas tersengal, Oska membelah kerumunan anak-anak lain. Tanpa ragu, segera meraih bahu Ruby yang meringis kesakitan memegangi pergelangan kakinya.

"Bayi, kamu kenapa?"

"Ruby kepeleset, kayaknya kakinya terkilir, deh." Salah satu teman sekelasnya yang menjawab.

Sachie melipat kaki ingin menyentuh kaki Ruby. "Sini biar gue periksa."

"Jangan disini." Oska mencegah. "Kita bawa ke bus. Tas obat-obatan ada disana."

Starlight for YamazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang