Bab ini panjang banget. Maaf
****
"Waaahhh~ lucu-lucu banget, Cucu Sultan. Kulitnya merah kayak jambu air, pasti gedenya bakal putih. Calon-calon CoGan (cowok ganteng) masa depan, nih. Lihat, deh, By." Sachie memperlihatkan video di ponsel Oska pada Ruby.
Ruby setuju dengan Sachie. Di balik kabel-kabel yang menempel pada tubuh mungilnya, dua bayi kembar dengan mata terpejam tapi tangan bergerak-gerak itu terlihat lucu.
Meskipun tidak punya pengalaman berinteraksi dengan bayi, tapi Ruby menyukai anak kecil. Dulu dirinya hampir mendapatkan adik perempuan sebelum mamanya mengalami keguguran di usia kandungan lima bulan.
"Orang tuanya putih-putih, masa anaknya ijo." Sachie menendang kaki Oska yang terkekeh, lalu perlahan menyamar. "Tapi sayangnya, aku belum boleh lihat secara langsung, cuma orang tua bayi yang boleh masuk. Itu kakak ipar aku yang videoin."
"Jangan sedih, yang penting mereka sehat dulu. Iya, nggak, By?"
Ruby hanya bergumam karena masih menunduk untuk mengulang video itu. Diam-diam bersyukur. Walaupun harus mendapat perawatan intensif, setidaknya mereka selamat, ibunya juga. Kemudian melirik Oska sekilas. Ini yang paling penting, Oska sudah tidak sedih lagi. Ketakutannya tidak terjadi. Ia sempat khawatir, apakah Oska bisa berkonsentrasi mengerjakan ujian? Tapi ternyata kecerdasan anak bungsu itu tidak diragukan, dia bisa menyelesaikan semuanya dengan baik
"Nanti setelah acara perpisahan sekolah, rencananya aku mau kesana lagi, kakak yang nyuruh. Sekalian liburan sebelum sibuk ngurus kuliah."
"Kondisi kakak lo sendiri gimana, Bi? Tensi darahnya udah turun?" Ruby bertanya sambil mengembalikan ponsel Oska.
"Alhamdulillah udah berangsur normal. Tekanan darah, pembengkakan tubuh, semuanya. Waktu saya pulang, dia udah mulai belajar jalan tanpa bantuan kursi roda. Mama juga masih disana, bantu-bantu kalau suaminya lagi kerja. Eh, kalian mau tahu namanya nggak?"
"Mau, mau, mau..." Sachie antusias.
Ruby tersenyum. "Siapa?"
"Nama lengkapnya aku lupa, sih, panjang soalnya. Aku cuma ingat bagian belakangnya, Abhiseva dan Abhisena, panggilan—"
"Double Bhi?"
"Ngawur!" Oska mengeplak lengan Sachie. "Panggilannya Seva dan Sena."
"Oh, kirain namanya April Fool dan April Mop."
"Makin ngawur!" Oska menepuk mulut Sachie.
"Iiihh, Oskaaa~ Gue kan cuma nebak karena mereka lahir tanggal 1 April."
Oska menghindari pukulan Sachie walaupun akhirnya kena juga. "Ya nggak gitu juga. Aku juga lahir bulan April, tapi nggak dikasih nama Aprilio."
Ruby hanya menggeleng melihat perdebatan keduanya, dan memilih membuka buku lagu yang terbuka di atas piano. Saat ini mereka sedang ada di aula sekolah untuk persiapan acara perpisahan setelah pembagian ijazah nanti.
"Eh, ngomongin bulan April, nanti tanggal 12 sore kalian datang, ya, ke rumah."
"Mau ngap—Oh iya! Gue hampir lupa bentar lagi 'kan ada yang ulang tahun. Cieee, Oska ultah." Sachie menoel-noel lengan Oska lalu menoleh pada Ruby. "By, kayaknya kita harus mulai berburu kado, deh. Nanti gue pinjem gaun lo, ya. Lo mau kado apa, Ka? Berapapun harganya nggak masalah, yang penting murah."
Kening Ruby mengerut. "Emang ... mau dirayain?"
Oska mengerti maksud Ruby. Gadis itu mirip dengan mamanya yang pemikir dan banyak sekali pertimbangan. Logikanya selalu terdepan. Bahkan bulan lalu Ruby tidak melakukan perayaan ulang tahun apapun selain mentraktir mereka berdua di warung sate lilit tidak jauh dari rumahnya. Beruntungnya dia tidak menolak saat Sachie dan dirinya membawakan sepotong kue kecil sebagai simbolis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
Fiksi Umum"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...