05. 53
"Daripada dua kali jalan, mending pake seragam gue aja, Chie. Hemat waktu."
"Hemat waktu atau lo udah nggak sabar pengen ketemu Oska?"
Ruby langsung melempar handuk kearah Sachie yang terkekeh jahil. Pagi ini mereka berdua sedang bersiap-siap di kamar Ruby.
Sachie duduk di tempat tidur Ruby. "Kita nggak akan terlambat kalau cuma mampir ke rumah gue bentar. Gue harus pamit sama nenek."
"Pamitnya bisa lewat telpon."
"Gue mau secara langsung. Lagian daftar undangan ada di rumah, Bu Puji bisa ngamuk kalau nggak diserahin hari ini. Kita juga santai aja berangkatnya, rapatnya masih jam 10 ini. Bisa juga ngaret, kayak nggak tahu jam Indonesia aja. Lo jangan kelihatan ngebet mau ketemu Oska gitu lah, yang elegan bucinnya."
"Masih kurang puas semalaman godain gue?"
Sachie tertawa. Semalam mereka memang begadang sampai jam satu. Sambil tiduran berhadapan dengan satu tangan saling menggenggam, akhirnya Ruby menceritakan semua isi hatinya, dengan syarat Sachie tidak boleh menggodanya. Sachie menurut dengan menjadi pendengar yang baik. Namun, setelah Ruby kembali tersenyum, ia melupakan semuanya dan menggoda Ruby habis-habisan.
Ruby malu setengah mati sampai harus menutup wajahnya dengan bantal saat Sachie menggoda tentang ciumannya dengan Oska. Sachie bahkan tidak terpengaruh dengan balasan Ruby yang mengungkit tentang pemandangan yang dilihatnya di kamar Raiden. Sachie selalu bisa membalikkan kata-kata yang membuat Ruby kalah telak.
"Eh, By! Gimana kalau lo pakai jaketnya Oska?" Sachie berlari menuju tempat gantungan berbentuk ranting pohon.
Ruby berhenti menyisir, melirik lewat pantulan cermin. "Katanya harus bersikap elegan?"
"Gue cuma minta lo pakai, bukan nari-nari genit di depan dia." Sachie membawa jaket itu pada Ruby. "Saat Oska lihat lo pakai jaket ini, seenggaknya dia akan tahu kalau lo masih respect ke dia. Dengan begitu kalian bisa lebih enak ngobrolnya, nggak canggung. Ya, minimal ada bahan buat memulai pembicaraan. Pasti Oska akan bilang gini; bayi, kamu masih mau pakai jaket itu? Trus lo jawab gini; iya, ini jaket favorit gue. Jangan lupa kasih dia senyum tipis. Gue jamin pasti Si Anak Mama itu langsung lupa sama sakit hatinya. Aaaahhh~ indah banget bayangan gue."
Ruby mengambil jaket yang sudah Sachie letakkan di punggungnya. "Harus jaket ini?"
Senyum Sachie redup. "Ya kali lo mau bawa Kiku dan seperangkat aquariumnya ke sekolah." Sachie menyambar gantungan kunci avocado dari meja belajar. "Ini juga pasangin ke tas lo."
"Lo nggak akan nyuruh gue pakai topi dan bawa baju celana dia juga, kan?"
Sachie terkesiap. "Ah, iya. Untung lo ingetin."
"Sachie, please."
"Tenang, untuk baju celana kayaknya terlalu berlebihan kalau dibawa. Tapi topi sama flashdisk harus lo simpan di tas. Nanti dikeluarin kalau udah darurat, misal dia nggak percaya atau gimana."
Ruby pasrah saat Sachie memasukkan barang-barang itu ke dalam tas. "Gue udah kayak apaan, sih? Gini amat demi cowok."
Sachie mendekati Ruby yang duduk di meja belajar merangkap meja rias, lalu memeluk lehernya dari belakang. "Jangan dilihat demi cowoknya. Lo itu manusia yang punya hati untuk merasakan cinta. Saat cinta itu udah datang, perjuangin. Lo berhak bahagia, By."
Ruby menyentuh tangan Sachie di atas dadanya. "Kesambet malaikat mana lo?"
Sachie mengabaikan dan mengeratkan pelukan. "Ingat kata-kata gue ini. Berhenti mikirin orang lain. Sekarang saatnya lo manjain diri sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Starlight for Yamaza
Ficção Geral"Dia bukan cowok most wanted dengan segala pesona yang bikin cewek-cewek alay keganjenan kayak cacing kepanasan. Tapi bukan berarti dia cupu. Dia cuma anak pendiam, yang pasrah dengan kondisinya. Satu-satunya cowok yang selalu bawa bekal ke sekolah...