Mentari pagi telah menampakkan sinarnya. Namun tidak mengusik sedikitpun tidur nyenyak seorang gadis cantik yang masih bergelung dengan selimut tebalnya. Aluna Salsabilla Azzahra. Gadis cantik dengan sejuta pesonanya.
"Aluna... bangun sayang, udah siang ini."ucap lembut seorang perempuan paruh baya sambil membenahi jilbabnya. Wanita itu mendekat kearah Luna seraya menyibak selimut yang membungkus sebagian tubuh putrinya.
"Huaaaaaa... jam berapa ini Ma?"tanyanya sambil menguap. Gadis itu duduk seraya memgumpulkan nyawa.
"Jam 06.15 menit."
"Aaa... Luna kesiangan!"teriaknya.
Tanpa babibu Luna langsung beranjak kekamar mandi guna membersihkan badannya. Sedangkan sang Mama sudah turun untuk menyiapkan sarapan pagi ini.
Tak membutuhkan waktu lama, hanya 15 menit bagi luna untuk menyelesaikan ritual mandi serta merapikan seragamnya. Sangat simple bukan? Luna bukanlah kebanyakan gadis pada umumnya yang suka dengan berias. Baginya hal itu hanya akan membuang buang waktu saja. Walaupun dengan tampilan yang bisa dibilang sangat natural, tetapi hal itu tak mengurangi sedikitpun aura kecantikan yang selalu terpancar diwajahnya.
"Mama, Luna pamit ya,"
"Sarapan dulu nak, sudah bunda siapkan" kata Rania mengambilkan sepirubg nasi untuk Luna.
Gadis itu mengulum senyum sembari menarik kursi dihadapannya. Namun, urung jadi ia duduk suara dentingan yang terdengar cukup memekakan menyambut indera pendengarannya.
"Iy---"Prangg!!
"Papa...."lirihnya lemah saat sang Papa meletakkan sendoknya dengan kasar hingga menimbulkan suara cukup keras.
Rudy menatap Luna nyalang. Lelaki yang usianya hampir setengah abad itu membuang muka.
"Mas!apa yang kamu lakukan?!"ucap Rania-mama Luna.
"Eh Lun, mending lo makan di dapur deh! lo gak usah disini udah tau kan Papa muak kalo liat lo ?Oooo atau, lo emang sengaja mau bikin papa sakit terus mati, dan lo biar cepet-cepet dapet warisan ... heh iya gituu? udah kebaca dehh akal busuk lo,"sahut seorang gadis seusiannya yang tak lain adalah kembarannya. Alana Salsabilla Marwah.
Luna hanya diam mendengar lontaran pedas itu. Bukan karena ia takut, hanya saja Luna terlalu malas untuk meladeni Alana. Ini masih terlalu pagi untuk mereka ribut.
"CUKUP!aku mohon cukup... Mas kamu tu harusnya sadar, mau bagaimana juga dia tetap anak kamu, darah daging kamu!dan untuk kamu Lana, ingat, dia adalah saudara kandungmu! Jadi tolong hentikan semua ini!"pinta Rania dengan suara yang melemah.
"Dia bukan anakku."Rudy buka suara, dengan nada dingin.
Luna hanya tersenyum kecut mendengar penuturan itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa rasa sesak menelusup dalam rongga dadanya. Sebenci itukah Papanya kepadanya? Seburuk itukah bagi Rudy untuk mengakui bahwa Luna juga putrinya, sama seperti Alana.
"Sudah Ma, gak papa. Biar luna yang pergi."Gadis itu beranjak dari duduknya.
"Tap---"
"Luna pamit Ma,"katanya berlalu meninggalkan semua orang yang ada diruangan itu.
Selama diperjalanan, air matanya sedari tadi tak berhenti mengalir. Sakit?oh...tentu. siapa yang tidak sakit jika diperlakukan seperti itu oleh ayah kandungnya sendiri. Ada tapi tak dianggap. Walau begitu, ia sangat menyayangi Papanya. Ingin sekali Luna mendekap tubuh kokoh itu, merasakan kehangatannya. Tapi sayang, itu hanyalah semu belaka. Sampai kapanpun Rudy akan tetap membenci Luna. Kecuali, jika suatu saat nanti ada hidayah yag membuka pintu hati Rudy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone in Love (Revisi)
Spiritualkisah seorang gadis troublemaker yang tak selalu mulus jalannya.Caci maki adalah makanan sehari harinya.Siapa sangka,gadis yang diluar selalu terlihat ceria dan bertindak seenaknya...ternyata menyimpan beribu luka. Tentang cinta?Tak sedikit pria yan...