4.Panggilan dari Kepsek

1.9K 167 0
                                    

Jam istirahat telah tiba. Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang dikantin. Seperti saat ini Luna, Zalwa, dan Rere tengah sibuk menikmati makanannya.

"Lun, Re, ssholat  yuk, udah masuk dzhuhur ini."ajak Zalwa semangat setelah mendengar adzan beekumandang dari masjid sekolahnya.

Zalwa itu berbeda.Walaupun dia seorang remaja yang pergaulannya tergolong bebas, tapi ia tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslimah.  Bahkan saat ini dia berhijab.Tak lupa pula keahliannya dalam bidang bela diri. Meski dia bertingkah sesuka hati, sering bolos saat jam sekolah, berantem tak memandang tempat, tapi saat  Luna dan Rere melakukan hal-hal yang sangat menyimpang dari agama ia pasti akan menasihatinya. Meskipun mereka masih kurang dalam hal yang berbau spiritual, setidaknya mereka juga tidak melakukan sesuatu yang menambah dosa seperti pacaran, dunia club atau yang lainnya.

"Hhhe, lo aja Wa, gue lagi M."balas Rere cengengesan.

Kening Zalwa mengkerut, membentuk tiga lipatan disana.
"Menstruasi?sejak kapan?"

Rere berdecak kecil. Bukan itu yang Rere maksud. Sepertinya Zalwa yang belum mengerti.
"Males Zal, lo kek gak tau gue aja!"

Zalwa hanya tersenyum, menanggapi jawaban dari sahabatnya. Kini tatapannya teralih pada Luna yang tengah menundukan kepala.

"Kalo lo Lun? lagi gak Pms kan? Sholat yuk!"ucap Zalwa pada Luna.

Wanita bergingsul itu menghembuskan nafasnya kasar.
"Gue belum siap."balas Luna sendu.

Lagi dan lagi Zalwa hanya bisa mengulas senyum. Tidak mudah memang mengajak seseorang dalam kebaikan.
Zalwa memahami mereka. Ia harus tuntun sahabat sahabatnya ini dengan lembut.Ia yakin, suatu saat nanti mereka pasti berubah.

"Yaudah, kalo gitu gue duluan."
Zalwa melenggang. Namun sedetik kemudian ucapan Luna membuatnya kembali memutar badan.

"Maaf,"ucap Luna

"Untuk?"
Luna tak menjawab. Air matanya menetes tanpa ia minta. Entah mengapa jika Luna mendengar kata 'sholat' dirinya seakan berat. Seolah ada beban yang ia pikul. Mungkin saja dosanya yang terlalu menumpuk.

Terkadang hatinya berkata agar ia menerima ajakan baik sahabatnya, namun otaknya menolak. Keduanya seringkali bertolak belakangn. Dan Luna, lebih memilih hasutan negatif yang membisikinya.

"Gue gak akan maksa kalo lo. Gue akan tunggu sampai lo benar-benar  siap. Gue memahami keadaan lo Lun,"

"Gue lanjut ke masjid yah, biar keburu jama'ahnya."
Luna dan rere mengangguk. Membiarkan Zalwa menunaikan kewajibannya.

***

"Guys, si troublemaker lewat tuh! Awas!!jangan deket-deket! Ntar tubuh kalian dimutilasi lagi."ucap seorang gadis yang memiliki paras sangat mirip Luna. Merasa disindir, Luna melayangkan tatapan tajam ada kembarannya.

"Ihh... takut hhhhha,"timpal Feni dengan tawa remehnya.

"Kasian deh lo, nggak punya temen! Temen lo cuma itu-itu aja!"sahut Melda, mengejek.

Luna menahan amarahnya sedari tadi. Kedua tangannya terkepal erat. Rere mencoba menenangkannya, namun sepeetinya gagal. Jika emosi Luna sudah tak terkontrol, Ia bisa melakukan apa saja bahkan membuat nyawa orang melayang. Ini yang Rere takutkan. Pernah sesekali saat Rere diganggu oleh seorang preman. Luna menghajarinya tanpa ampun sampai preman itu dikabarkan koma.

Plak!!
Tanpa pikir panjang, gadis itu melayangkan tamparan keras pada Alana.

"Lo sadar diri gak kalo ngomong?! Merasa diri lo lebih baik daripada gue? hehh, Dasar JALANG! Cewek centil nggak tau diri!bisanya gunjingin hidup orang tapi gak intro! Dasar nggak punya Malu!!"balas Luna sarkas.

Alone in Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang