20.Merawat Alif

1.9K 167 0
                                    


Sudah hampir dua hari ini Alif tak masuk kampus. Panasnya belum juga turun. Bahkan kemarin sore suhu badannya naik lagi. Padahal Luna sudah menawarkannya agar mau dibawa kerumah sakit untuk periksa tapi Alif tak mau. Ingin mengabari Umi Aisyah tapi tak boleh takutnya akan membuat Uminya malah khawatir.

Malam semakin larut tapi Luna masih saja terjaga. Dengan telaten Luna merawat Alif. Mulai dari makanan, mengompres bahkan memijit pun ia lakukan agar suaminya cepat pulih. Sampai makan untuk dirinya saja ia lupa.

Tanpa sengaja Luna tertidur. Jujur saja badannya sangat lelah. Mengurus rumah dan merawat Alif sendirian. Luna tidur dengan posisi disamping Alif dengan tangan kirinya berada diatas dahi memegangi handuk kompres.
Alif sedikit terusik. Ia membuka mata dan menyesuaikan dengan cahaya kamarnya yang remang remang.

Alif menolehkan kepalanya kesamping kanan. Dilihatnya wajah sang istri dari dekat yang sedang tertidur pulas. Seketika pria itu  merasa bersalah karena telah menyakiti wanita berhati malaikat seperti Luna. Ia jadi teringat kata kata Rian, sahabatnya tempo hari lalu. Rian benar, gadis itu sudah berubah. Alif jadi berpikir dua kali untuk meninggalkan istrinya.
Disatu sisi Alif mencintai Sasha. Namun, disisi lain ia sudah merasa nyaman dengan kehadiran Luna dan ada suatu perasaan yang namanya,  takut kehilangan.
Entahlah. Alif bimbang dengan perasaannya saat ini. Hati dan pikirannya selalu bertolak belakang.

Enggak. Ia harus tetap konsisten pada pilihannya. Jangan hanya karena menatap Luna iba, hatinya jadi goyah. Bukankah seorang pria yang dipegang adalah janjinya? Oleh karenanya, Alif harus bisa menepati perkataannya kepada Sasha.

Alif mengelus lembut wajah Luna lalu mengecup keningnya sekilas. Gadis itu sedikit terusik lantas terbangun.
Ia menatap Alif yang juga tengah menatapnya lekat. Jika boleh jujur, hati Luna berdesir hangat.

Gugup. Satu kata yang mewakilkan perasaan Luna tatkala ditatap seintens itu oleh suaminya.
Daripada tambah salah tingkah, lebih baik Luna memutuskan pergi dari tempat itu. Namun baru saja satu langkah tangannya ditarik oleh Alif h sehingga ia tersungkur di dada bidang pria itu. Jantung Luna bertalu hebat. Ia bingung harus berbuat apa. Berkutik saja rasanya ia tak mampu. Jika boleh, Ia ingin waktu berhenti detik ini juga.

Alif menatap manik istrinya dalam. Matanya menyiratkan sesuatu yang tak dapat ia sampaikan. Ada perasaan iba, nyaman, benci, semua bercokol menjadi satu. Ia ingin memiliki kekasihnya, tetapi ia juga tak mau melepaskan istrinya. Egois. Satu kata yang tepat untuk pria itu.

Entah dorongan dari mana, Alif mengecup benda kenyal milik Luna, singkat. Reflek gadis itu menutup mulutnya dengan satu tangan lantaran terkejut. Perlakuan Alif sungguh membuat Luna ketar ketir. Ingin rasanya Ia terbang sekarang juga.

"M... Mas, A... ak---"

"Makasih,"potong Alif.

Dahi gadis itu berkerut bingung.
"Mak... makasih untuk?"tanya Luna gugup.

"Karena kamu sudah bersedia merawat saya." Pria itu berujar tulus.

Luna menarik kedua sudut bibirnya, membentuk lengkungan indah disana.
"Itu sudah menjadi kewajiban Luna, sebagai seorang istri."

Alif tak menanggapinya lagi. Ia hanya tersenyum tipis atas jawaban Luna. Sangat tipis sampai Luna tak menyadarinya.

Cepat-cepat gadis itu beranjak dari posisinya. Berdekatan dengan Alif membuat  jantungnya tidak sehat.
"Luna permisi kebelakang dulu,"
Selanjutnya wanita itu pergi dengan langkah cepat. Mungkin parasnya sudah memerah saat ini bak kepiting rebus.

  ***

"Mas,"panggilan itu berhasil membuat Alif mendongakan wajah.

"Hm."Tampaknya pria itu sudah lebih sehat dan bugar. Terbukti saat Alif duduk tegak sembari membaca koran ditangannya.

Alone in Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang