41.Selamatkah?

2.4K 147 0
                                        

Ribuan bintang menenggelamkan dirinya digantikan dengan sinar rembulan yang terang benderang. Meski udara semakin dingin dan malam semakin larut, tapi hal itu tak menyurutkan wanita yang kini tengah menikmatinya dibalkon kamar.
Dipandanginya bulan itu dengan seksama, yang menghasilakan cahaya dari pantulan sinar matahari.
Tampak indah dan berseri menghiasi gulitanya malam. Ia suka pemandangan ini, entah mengapa rasanya ia tak akan lama lagi untuk menikmati semua yang ada di dunia ini.

Luna mengusap perutnya yang semakin membuncit. Saat ini usia kehamilannya sudah  terhitung sembilan bulan.,Tak lama lagi ia akan melahirkan dan resmi menjadi seorang ibu. Ia sudah tak sabar menunggu masa masa itu. Masa terbahagia bagi seorang wanita. Luna ingin sesegera mungkin menimang anaknya kelak.

Saat tengah asik mengajak calon anaknya bersenandung ria, tiba-tiba sebuah tangan memegang bahunya, membuat Luna tersentak kaget. Ia membalikan badan, dilihatnya sang suami dengan wajah tanpa dosa. Pria itu menampilkan deretan gigi rapinya.

"Udah malam sayang, masuk yuk! nanti kamu masuk angin."ajak Alif tapi Luna menahan pergerakannya.

"Nanti dulu Mas! Luna lagi liatin bulan itu, indah banget"balas Luna dengan tatapan menerawang lurus keatas.

"Kamu suka?"
Luna menganggukan kepala.

"Ya udah aku temenin."kata Alif merangkul pundak Luna.

Mereka berdua menikmati malam dengan sedikit hening karena sibuk berperang dengan pikirannya masing masing.

"Mas,"Panggil Luna

"Iya, kenapa sayang? kamu butuh sesuatu?"

Luna menggeleng.
"Sebentar lagi anak kita akan lahir."ucap Luna ambigu yanh tidak dipahami oleh Alif.

"Lalu?"

"Jika suatu saat nanti Luna melahirkan, lalu Luna tidak selamat, Luna mohon Mas jangan benci dan salahkan anak kita atas kepergian Luna."katanya.

"Mas juga harus bisa merawat dan sayang sama dia sama seperti Mas menyayangi Luna,"sambung Luna.

Alif menatap Luna tak suka. Ia benci mendengar kalimat itu.

"Aku mohon kamu jangan bicara seperti itu lagi! Aku gak suka!"

Luna tersenyum simpul.
"Mas ingat kan Allah sendiri telah berjanji dalam Al Qur'an:
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.Dan hanya pada hari kiamat sajalah mereka diberikan dengan sempurna balasanmu.Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga,sungguh dia memperoleh kemenangan.Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya."(Q.S Ali 'Imran ayat 185).

Alif termenung dengan ucapan Luna.

"Jadi untuk apa kita risau akan kematian?Semua sudah digariskan oleh sang khalik. Luna mohon, Mas ikhlaskan Luna jika suatu saat nanti Mas harus kehilangan Luna."

"Aku mohon Luna hentikan! Nangan bicara seperti itu lagi!"ucap Alif meletakan telunjuk didepan mulut istrinya. Rasa takut tiba-tiba menyergap. Menelusup bebas tanpa seijinnya.

"Mas, Luna sudah siap jika memang Luna harus pergi."

"Bicara kamu makin ngelantur, Lun!"

"Mas-"

"Luna aku mencintaimu, jadi tolong jangan katakan itu lagi!" Pinta Alif dengan air mata yang mulai menetes entah sejak kapan.

Huft

"Jika suatu hari Mas rindu Luna, lihatlah bulan itu. Luna akan senantiasa memperhatikan Mas dan anak kita dari sana. Kalau Mas memang benar-benar mencintai Luna, sejauh apa pun Luna pergi. Luna akan selalu tersimpan disini," wanita itu meletakan telapak tangannya didada sang suami. "dihati Mas."sambung Luna.

Alone in Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang