2.6

1.1K 144 6
                                    

Angin berhembus menderu-deru di udara dengan bebas, air biru yang menggelung membentuk ombak saling berkejaran mencapai daratan bertanah putih. Gulungan ombak menggiring selancar bergambar wolf yang dipijak oleh remaja tampan itu semakin mendekati daratan seiring memainkan beberapa gaya khas seorang peselancar handal.

Selain basket, remaja ini juga hobby bermain olahraga air yaitu surfing. Setelah sampai di bibir pantai, ia membawa papan selancarnya menuju salah satu meja kafe yang terdapat seorang teman telah duduk santai disana.

"Yo! Sam, why stop? Cool your style while surfing, man." seorang laki-laki menyambut Hyunjin dengan bahasa inggrisnya yang fasih.

Sementara Hyunjin meletakkan papan selancarnya di lantai lalu menduduki kursi yang berhadapan dengan Robert, sahabatnya yang dikenal sejak sekolah dasar. Hyunjin memang sudah sering di panggil 'Sam' nama panggilan itu pemberian neneknya. Mereka tampak akrab walau sudah bertahun-tahun tidak bersitatap langsung. Meski begitu, Robert selalu menjadi teman baik Hyunjin di California. Bahkan mereka sering berbincang di cafe dan bermain surfing bersama di akhir pekan -seperti sekarang.

"I wanna break, Rob." sahut Hyunjin sambil menyeruput jus yang dipesan oleh Robert. Bahasa inggrisnya masih terdengar lancar, walau kini cenderung memperlihatkan logat Korea, namun teman berambut pirangnya itu masih mengerti apa yang Hyunjin katakan.

Masih dengan berbahasa inggris. Robert mendengus seraya berujar sambil mengangkat sebelah alis. "Well, kau bertambah tampan saja, Sam. Aku merasa tersaingi di sekolah."

Mereka tergelak bersama. Robert mengakui ketampanan teman asli Koreanya ini. Dengan tubuh Hyunjin berotot serta dada yang bidang dan perut semi kotak di usianya yang masih remaja membuat laki-laki bermata sipit tajam itu terlihat sempurna.

"Hey, Rob.. Jangan khawatir. Lagipula aku tidak mau bersaing denganmu." Hyunjin menyahut masih sambil tertawa.

"Robert! Sam!" dari jauh tampak seorang wanita kelahiran Inggris yang menetap di Amerika berseru memanggil keduanya lalu berlari mendekat.

Robert maupun Hyunjin memang sudah mengenali perempuan itu, mereka adalah teman satu kelas di sekolah dasar dulu. Tidak aneh bagi Hyunjin melihat perempuan berbikini di pantai, termasuk temannya yang berbikini merah darah itu telah berdiri di dekat mereka, tepatnya disamping Hyunjin.

"Hey, Sam.. Mau pergi denganku malam ini? Watch a movie, maybe?"

Hyunjin melepas tangan wanita yang merangkul bahunya dengan pelan. Sedikit terkejut mendengar ajakan temannya yang satu ini. "Sorry, Willi. aku tidak bisa, terima kasih." tolak Hyunjin halus memberi senyuman tipis.

Gadis bernama lengkap William Natalie itu mengerucutkan bibir. "Kenapa?" tanyanya terdengar kecewa. Hyunjin bisa melihat raut wajah cantik khas Eropa itu berubah murung. Dia merasa tidak enak hati, namun Hyunjin sama sekali tidak ada niat untuk dekat dengan seorang perempuan di negeri ini, karena separuh hatinya tertinggal di Korea.

"Aku selalu pergi ke kantor perusahaan ayahku. Setiap malam, aku tidak punya waktu untuk bermain. Maaf."

Willi menghela nafas lalu tersenyum samar mencoba memaklumi. "Okay. Ku harap, kita bisa pergi bersama lain waktu." katanya kemudian berlalu.

Begitu Willi telah pergi menjauh. Robert segera sadar dari aksi bengongnya. Laki-laki itu meninju pelan Lengan Hyunjin seraya berkata kagum. "Hey, kawan. Kau menolak ajakan kencan wanita secantik Willi. Selama ini, tidak ada pria yang tidak menerimanya. Kau satu-satunya pria yang menolak dia, man."

Hyunjin terkekeh seolah meremehkan. "Lagipula, aku tidak menyukai wanita."

Sementara itu Robert kembali bengong mendengar perkataan barusan. Dia memicingkan matanya menyelidik ke arah Hyunjin. "Kau tidak menyukai wanita? Lalu kau menyukai apa? Pria?" dia bertanya karena merasa salah mendengar.

"A-ah! Bukan.. Maksudku, aku tidak menyukai wanita seperti Willi." jawab Hyunjin seadanya. Remaja itu sedikit meringis merutuki mulutnya yang telah salah bicara.

Robert tertawa mendengar itu. Dari melihat gelagat temannya, dia menyimpulkan sesuatu. Dan Robert yakin perkiraannya akan tepat. "Kurasa, kau sudah mempunyai kekasih di Korea."

Sudut bibir Hyunjin tertarik membentuk senyuman lebar. Terbesit bayangan wajah manis Felix dalam benaknya. Seminggu sudah semenjak menginjakkan kaki di negeri paman Sam ini, dia merasa sulit tertidur hanya karena selalu memikirkan Felix. Terlebih, ia tidak tahu menahu kabar 'laki-laki' mungil itu.

Hyunjin begitu merindukannya. Dia merutuki kebodohannya yang tidak mau di hubungi siapapun. Hyunjin melakukan itu, sekedar tidak ingin merasakan rindu yang membuatnya merasa tersiksa.

Hyunjin tidak menyadari sama sekali bahwa Felix telah kembali menjadi perempuan. Bahkan saking sudah biasa mendengar suara Felix yang sebagai laki-laki ataupun perempuan, Hyunjin sampai tidak bisa membedakannya, baginya... Suara itu terdengar sama. Selalu lembut dan mengalun bagai alunan sebuah melody.

Senyuman di wajah Hyunjin penuh rasa bagi Robert. Dan itu sudah cukup menjadi jawaban dari pertanyaan barusan. Remaja berambut pirang itu meminta Hyunjin untuk menceritakan kekasihnya. Bertanya mengenai bagaimana paras wajah kekasih Hyunjin di Korea, perawakan tubuh, angkatan sekolah, sampai keluarga. Namun Hyunjin hanya berkata singkat dan cukup membuat Robert menggaruk kepala bingung.

"Apapun gender kekasihku, dia orang yang cantik."

Tidak peduli temannya masih termangu, Hyunjin sudah berujar pamit dan meninggalkan Robert sendiri di meja Cafe tadi. Setelah mengganti pakaian di toilet cafe, Hyunjin segera membawa papan selancarnya menuju mobil mewah putih tanpa atap -pemberian paman Kang. Di letakkannya papan selancar di jok belakang kemudian remaja itu melajukan mobil dengan kecepatan standar, membelah jalanan California yang memiliki pemandangan takjub.

Dari Malibu beach menuju rumah besar bernuansa eropa yang dihuni oleh Hyunjin hanya butuh waktu tempuh lima belas menit. Begitu sampai di rumah peninggalan kakek-neneknya, Hyunjin sedikit heran melihat mobil yang ia kenal terparkir di pekarangan rumah, juga bingung menyadari paman Kang tengah duduk cemas di kursi tamu begitu ia masuk kedalam. Bukankah pria setengah tua yang kini beralih menjadi ayah Hyunjin itu sedang dinas di luar kota selama dua minggu, mengapa sekarang bisa ada disini.

"Hyunjin, kau dari mana saja?" tanya paman Kang seraya melirik jam tangannya sekilas.

"Dari pantai Malibu bersama Robert. Ada apa paman?"

"Ayahmu ingin kau pulang sekarang." paman Kang tampak semakin cemas. "Paman ada janji temu dengan seorang kolega beberapa menit lagi. Ayahmu itu benar-benar. Padahal paman melakukan ini untuk semakin mengupaya pencapaian kemajuan perusahaannya sendiri, tapi ayahmu membuat paman teramat pusing. Dia menginginkanmu pulang ke Korea."

Hyunjin terbelalak mendengar itu. Apa-apaan ayahnya ini. Seminggu lalu Minhyun begitu memaksa Hyunjin tinggal di Amerika, tetapi sekarang malah menyuruh untuk pulang. Sebenarnya apa yang ayahnya inginkan.

"Apa dirumah terjadi sesuatu?" tanya Hyunjin sedikit mulai khawatir.

Paman Kang merogoh ponsel disaku jas bermereknya lalu menyodorkan ponsel hitam itu ke arah Hyunjin. "Telepon saja ayahmu, dia-"

Tiba-tiba ponsel pria itu berdering nyaring. paman Kang berdecak ketika nama sekretaris kantor tertera di layar. "Paman sangat sibuk sekali, nanti malam kita bicara mengenai ayahmu." katanya kemudian berlalu, sementara Hyunjin hanya mengangkat bahu sekilas.

To be continued.

HYUNG OR NOONA | HYUNLIX -GS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang