2.7

1K 143 4
                                    

Malam Itu, Felix duduk santai menemani Suzy dan Nayeon yang tengah menonton serial drama di ruang tengah rumahnya. orang tua Hyunjin kemari karena Minhyun harus menemui Jongsuk untuk mengurus keperluan perusahaan.

Suzy dan Nayeon heboh besama melihat adegan kiss scene pemeran wanita dan pria dalam drama begitu mesra. Sementara Felix memutar bola matanya malas. Dia tidak terlalu menyukai drama yang berepisode-episode, lebih baik membaca novel, pikirnya.

Felix menoleh saat Suzy meminta tolong untuk mengantarkan dua cangkir kopi ke ruang kerja Jongsuk. Gadis itu menurut saja, begitu sampai disana Felix meletakkan nampan di atas meja nakas terdekat. Dia berdiri di balik tembok penghubung antara kamar dan ruang kerja Jongsuk. Sedikit mengintip karena dia penasaran mengenai percakapan Minhyun dengan seseorang lewat telepon. Dilihatnya pria itu mendengus pelan sebelum menutup sambungan telepon lalu menoleh ke arah Jongsuk yang tengah memilih kertas-kertas dokumen.

"Jongsuk, paman Kang tidak tega mengganggu Hyunjin saat ini. Anak itu sedang serius belajar mengurus kinerja kantor. Menurut pantauan, Hyunjin sudah berubah sekarang. Walau tidak memegang ponsel, dia sering bangun pagi juga mendapat nilai tinggi di sekolah. Bagaimana ini? Haruskah aku menyusul anak itu kesana?" Minhyun nampak berpikir dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk permukaan meja. Pria ini sengaja tidak memberitahu kalau Felix adalah seorang perempuan, itu akan membuat paman Kang kebingungan serta lebih baik Hyunjin mengetahui dan melihatnya sendiri.

Sementara itu, Jongsuk menyunggingkan senyum dan berkata tanpa menoleh ke arah sahabatnya. "Baguslah kalau begitu. Hyunjin benar-benar akan menjadi penerusmu. Biarkan saja dia disana.., Hyunjin sudah terlanjur merubah sikapnya, jangan buat dia kesal karena kau tiba-tiba memintanya untuk pulang."

Mendengar Itu, Minhyun tertegun. Dalam hati dia membenarkan perkataan pria jangkung yang menjadi sahabat diluar maupun didalam bisnis. Sebelum berkata, pria itu menghela nafas berat terlebih dulu. "Baiklah, aku akan membiarkan Hyunjin tinggal disana." katanya ikut berkutat dengan dokumen yang lain.

Tanpa mereka ketahui, dibalik tembok seorang gadis tengah mengatur nafas susah payah. Matanya memanas, Felix benci ketika air matanya menetes lagi. Mendengar hal itu membuatnya merasa sakit, namun disisi lain ia sungguh bangga dengan Hyunjin sekarang. ingin rasanya meminta pada Minhyun agar Hyunjin kembali, namun Felix sendiri tidak tega mengganggu kegiatan Hyunjin sekarang. Tanpa menyampaikan kopi untuk para ayah, Felix berlari begitu saja meninggalkan kamar Jongsuk lalu menaiki tangga menuju kamarnya sendiri.

"Tapi, bagaimana dengan Felix? Saat ini Hyunjin belum mau memegang Ponsel. Hahhh... Anak itu benar-benar." Minhyun meletakkan dokumen kembali ke atas meja, pria itu menyandarkan punggung pada sandaran sofa yang empuk sambil memijat pangkal hidung dengan jari. Minhyun merasa bersalah dengan semua ini.

Jongsuk menoleh pada pria yang terlihat lelah itu. Dia ikut menyandarkan punggung ke sofa seraya berkata santai. "Aku sudah menawarkannya untuk pergi ke California, tetapi dia tidak mau. Felix bilang, dia akan menunggu Hyunjin. Lagipula Felix harus fokus dengan Ujian Kenaikan Kelasnya, aku tidak ingin mengganggu belajar putriku."

Begitu pening telah mengabur, Minhyun kembali menghela nafas untuk kesekian kali. Melihat perubahan sikap putra semata wayangnya di Amerika memang memberi hasil yang positif. Pria ini pun tersenyum ketika terbesit sebuah rencana di kepalanya. "Jika Hyunjin kembali, aku ingin dia segera melamar anak gadismu, Jong."

Minhyun dan Jongsuk sama-sama tersenyum Menyadari mereka akan menjadi satu keluarga besar. Dirasa pesanan mereka begitu lama, Jongsuk pun mendesah pelan. "Ngomong-ngomong, kenapa kopi kita belum datang?"

Lain dengan hal itu, Felix tidak peduli jika ayahnya merasa heran karena kopi mereka belum tersuguhkan. Lagipula dua gelas kopi itu sudah di letakkan di atas nakas, pasti Jongsuk akan melihatnya jika ia keluar.

Saat ini Felix berdiri di balkon dengan kepala yang sedikit terangkat ke atas. Di tatapnya taburan bintang dilangit malam seiring air matanya yang jatuh bergilir melewati kulit pipi putih itu.

Dalam hati Felix berteriak ingin sekali bertemu Hyunjin, tetapi keadaan membuatnya bungkam. Tidak, dia tidak marah pada para ayah yang membiarkan Hyunjin tinggal disana. Justru Felix merasa senang mendengar laki-laki itu kini telah berubah, menjadi pribadi yang lebih dewasa sekarang.

Mungkin terlalu naif bagi Felix untuk sekedar memberitahu apa yang ia inginkan pada Jongsuk dan Minhyun, sungguh.. Felix merindukan Hyunjin, namun keadaan membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Isakan kecil meluncur dari bibirnya, tangan mungil Felix meremas pagar besi pembatas balkon yang dingin, mencoba bertahan dengan sisa-sisa hati yang dapat menguatkannya untuk saat ini.

"Hyunjin.. Sedang apa kau sekarang?"

"Kenapa.. Kenapa kau tidak menghubungiku?"

Ketika mengucapkan nama itu, isakan Felix semakin terdengar jelas. Rasa kerinduan seolah menggerogoti seluruh jiwanya. Dulu Hyunjin begitu terasa dekat, selalu ada dan bersama Felix kemanapun. Namun saat ini, remaja itu terasa jauh seperti bintang di atas langit sana yang tak mungkin Felix raih dengan mudah. Terlebih ia mendengar Hyunjin tidak memegang ponsel, hal itu membuatnya merasa khawatir. Perasaan sepi tanpa Hyunjin semakin terasa selama satu minggu ini.

Felix merasakan kakinya tidak kuat berdiri terlalu lama, entah mengapa perasaan sakit membuat seluruh anggota tubuhnya menjadi ikut melemas. Gadis itu merebahkan diri di atas ranjang. Menangis sepuas mungkin di balik selimut dan dalam tiga menit kemudian terdengar tarikan nafas teratur akibat jatuh tertidur.

To be continued.

HYUNG OR NOONA | HYUNLIX -GS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang