Pikiran yang begitu berkecamuk membuat Hyunjin tidak bisa mengistirahatkan kedua matanya yang seharian ini terus menatap laptop guna belajar membuat laporan-laporan yang diperlukan kantor. Di dalam kamar yang pernah ia tinggali selama dua tahun, Hyunjin masih terjaga. Sudah hampir satu bulan ia tidak memegang ponsel, dan semakin lama semakin terasa asing baginya.
Terlebih dia sangat merindukan Felix. Meski pelajaran bisnis membuat kesibukan baru untuk keseharian remaja itu, namun Felix tidak hilang dari fikirannya. Sekarang ayahnya sudah tidak lagi meminta ia untuk kembali ke Korea. Ketika Hyunjin bertanya pada pamannya mengenai hal ini, paman Kang hanya menjawab bahwa Minhyun ingin ia belajar lebih giat lagi. Jawaban itu benar-benar terdengar aneh bagi Hyunjin sendiri.
Setelah berjam-jam berperang batin. Akhirnya Hyunjin bangkit dari posisi duduk di meja belajar. Dia mengenakan jaket dan menyambar kunci mobil di atas nakas. Hyunjin berhasil melawan egonya sendiri. Lagipula dia sudah tidak tahan, Hyunjin teramat merindukan Felix hingga rasanya ingin mati saja. Dia menyadari rasa kerinduan begitu menyiksanya.
Aku harus beli ponsel!
Begitu keluar dari kamarnya, paman Kang telah lebih dulu mengunjungi rumah saat itu.
"Hyunjin, kau mau pergi bersama Robert?" tanyanya.
"Tidak paman. Ngg.. Aku ingin membeli ponsel."
Paman Kang nampak terkejut sesaat lalu memasang wajah hangat kemudian, khas dirinya. "Tidak usah beli. Minhyun mengirim ponselmu kemari dua hari yang lalu. Saat kau pergi sekolah, aku meletakkannya di laci nakas kamarmu, pakailah.. Dan hubungi seseorang yang kau rindukan." katanya. Pria itu menepuk pundak Hyunjin sekali kemudian berlalu menuju dapur, meninggalkan Hyunjin yang kini tengah tersenyum-senyum sendiri lalu kembali memasuki kamar.
••••
Jari lentik itu menekan tombol sandi guna membuka pintu utama sebuah apartemen tunggal yang telah lama tidak di kunjungi. Setelah menekan angka 152093, pintu pun terbuka. Felix memasukinya setelah kembali menutup pintu, gadis itu mengganti heels tujuh sentinya dengan sendal rumahan. Kini ia sudah terbiasa memakai sepatu tinggi, tentu karena Suzy yang mengajari.
Didalam sana, Felix mengedar pandangan ke seluruh sudut ruangan. Tidak ada yang berubah sama sekali semenjak terakhir kali ia mengunjungi rumah penuh kenangan ini. Liburan kenaikan kelas ini Felix akan menghabiskan waktunya di apartemen. Meski sangat ingin pergi ke California, namun ia tidak mau sampai mengganggu kesibukan Hyunjin. Lagipula, Felix akan naik kelas menjadi angkatan terkahir SHS. Dia harus fokus ditahun terkahir sekolahnya sebelum melanjutkan study diperkuliahan.
Gadis itu bergerak cepat menyiapkan peralatan pembersih. Felix melakukannya dengan gesit, ia memang sudah terbiasa membersihkan rumah ini hingga semuanya dapat dilakukan dengan cepat. Setelah selesai, ia merentangkan tangan untuk melenturkan otot-ototnya yang dirasa kaku. Kembali mengedarkan pandang, Felix tersenyum kecil melihat keadaan rumah kembali bersih.
Bahkan di kamar itu, tempatnya dengan Hyunjin berbagi suka dan duka, belajar bersama, tertawa bersama, tidur bersama. Memori manis ini terasa berputar seperti kaset yang begitu berharga. Pipi Felix merona ketika menduduki ranjang king size berbalut cover cokelat muda, mengingat kembali ketika pertama kali Hyunjin menyentuhnya, melihat keindahan mereka masing-masing, sampai mereka bersama mencapai kenikmatan.
Rasa rindu kembali menyelinap, Felix merindukan kehangatan pelukan Hyunjin, rindu aroma tubuhnya, rindu akan senyum dan tawa laki-laki yang begitu manja padanya itu, rindu dengan cara ia mencium dan menyentuhnya, merindukan membuat makanan kesukaannya serta mencium pipi Hyunjin tiap kali laki-laki itu sulit untuk dibangunkan.
Felix beranjak mendekati lemari milik Hyunjin, beberapa pakaiannya masih lengkap dan tertata rapi didalam sana. Ia mengambil t-shirt Milik Hyunjin bahkan aroma maskulin milik laki-laki itu masih melekat dan menggelitiki hidung Felix ketika gadis itu menghirup kainnya dengan lembut. Di peluknya kaus putih itu, Felix masih terhanyut akan kerinduan. Namun, getaran ringan di saku celana jeansnya menyadarkan ia dari kesedihan.
Felix tahu siapa yang menghubungi walau ia tidak menyimpan nomor yang memanggilnya -Lucas. Minggu-minggu ini laki-laki itu sering kali menghubungi Felix, walau mereka mulai akrab karena membahas pelajaran. Bahkan Lucas cenderung selalu ingin dekat dengan Felix, membuat siswa laki-laki yang lain yang menaksirnya menjadi undur diri.
Tiga hari yang lalu Felix dibuat tercengang karena Changbin menyatakan cinta, namun sebelum Felix mengeluarkan suara, Changbin sudah lebih dulu menyela. Dia tahu apa yang akan didengarnya. Sebuah penolakan tentu saja, remaja itu sangat mengerti perasaan Felix, mengerti bahwa hanya ada Hyunjin dihati gadis cantik itu. meski sekarang Changbin sering didatangi oleh gadis yang bernama Chaeryoung, tetapi perasaannya pada Felix belum berubah.
Getaran di ponsel pun berhenti, Felix menghela nafas dan mendengus keras ketika ponselnya kembali bergetar. Ia memutar bola matanya malas sebelum menggeser icon hijau di layar ponsel pintarnya.
"Ya, ada Apa?" sahutnya, ketus.
"Kau sedang apa, Lix?" suara Lucas terdengar ceria.
Felix kembali mendengus malas mendengar laki-laki itu hanya berbasa-basi. "Jika tidak ada yang penting, lebih baik kututup." ujarnya masih ketus lantas mematikan sambungan telepon. Ketika hendak memasukkan ponsel ke dalam saku, untuk beberapa detik benda itu kembali bergetar. Dia berdecak sesaat lalu menerima panggilan dengan cepat.
"Ada apa? Jangan menghubungiku jika hanya ingin berbasa-basi." Felix mulai menggerutu membuat tawa renyah Lucas terdengar di seberang sana.
"Aku hanya ingin tahu. Apa kau ada waktu? Bagaimana kalau kita liburan bersama?" tawarnya, masih dengan notasi ceria.
"Maaf, aku sedang sibuk membersihkan rumah. Kututup teleponnya." setelah menutup telepon, gadis itu melempar ponsel ke atas ranjang lalu melipat kaus milik Hyunjin kemudian meletakkan kembali ke tempat semula. Saat menyadari ponselnya kembali bergetar di atas kasur, Felix menutup pintu lemari Hyunjin dengan keras saking kesalnya.
Gadis itu menduduki ranjang, meraih ponsel dan mengangkat panggilan sambil berdecak sebal. "Berhentilah menghubungiku!" sungutnya kesal.
"Ey, kenapa kau marah? Bahkan kau belum mengenali nomor yang menghubungi mu saat ini, bukan?" terdengar tawa dari seberang telepon.
Seketika Felix membeku di tempatnya. Ketika melihat layar ponsel, matanya terbelalak menyadari bukan nomor Lucas yang menghubunginya, melainkan nomor tidak dikenal dengan kode negara asing yang tertera disana, gadis itu segera kembali mendekatkan ponsel ke telinga. Ya, dia memang tidak mengenal nomor yang menghubunginya saat ini. Namun.. Suara itu.. Suara yang begitu Felix rindukan selama hampir satu bulan ini dia tidak mendengarnya. Tanpa sadar air matanya jatuh begitu saja, terus mengalir melewati pipi mulusnya dengan perlahan.
"Lixie?"
Suara itu kembali menyahut. Ya, panggilan itu yang ingin Felix dengar. Suara yang memanggilnya seolah menghapus semua rasa sakit yang begitu perih dalam sekejap.
Jantung gadis itu berdegup cepat tidak menentu, perpaduan antara gugup, terkejut, serta senang. Felix tidak mengira hal ini akan terjadi. Tidak ingin seseorang di seberang sana terus menunggu ia untuk berbicara, Felix mencoba berujar memastikan walau suaranya terdengar aneh dan bergetar.
"Hyunjin?"
"Iya, ini aku."
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYUNG OR NOONA | HYUNLIX -GS! [END]
Fantasy[REMAKE] Bagaimana Hyunjin menghadapi Felix yang sudah dianggap sebagai Hyung kandungnya sendiri telah berubah menjadi seorang wanita cantik akibat meminum ramuan yang salah? Apakah Felix masih pantas dipanggil 'Hyung' atau lebih pantas dipanggil 'N...